31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Gubsu Teken UMK 22 Kabupaten/Kota se-Sumut, Kenaikan Tertinggi Medan, Terendah Sibolga

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi sudah menandatangani penetapan UMK tahun 2022 untuk 22 kabupaten/kota (UMK) se-Sumatera Utara. Penetapan UMK tersebut, merupakan usulan dan penetapan yang disampaikan bupati dan wali kota masing-masing daerah tersebut.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Sumut, Baharuddin Siagian menjelaskan, penetapan UMK itu, sudah disampaikan kembali kepada masing-masing Pemkab dan Pemko tersebut. “UMK tahun 2022 untuk 22 kabupaten/kota sudah ditandatangani Pak Gubernur,” kata Baharuddin kepada wartawan, Kamis (22/12).

Menurutnya, kenaikan tertinggi adalah UMK Kota Medan sebesar Rp Rp40.778,08 atau 1,22 persen. Dengan itu, UMK Medan tahun 2022 dari Rp3.222.556 menjadi Rp3.370.645,08. Sementara, UMK dengan kenaikan terkecil yakni Kota Sibolga sebesar Rp2.826,50 (0,09 persen) atau menjadi Rp3.006.826,50.

Sementara, ada enam daerah yang tidak menaikkan UMK untuk tahun depan, yakni Deliserdang Rp3.188.592,42, Serdangbedagai Rp2.869.292, Langkat Rp2.711.000, Batubara Rp3.191.570,99, Tapanuli Selatan Rp2.903.042,34, dan Tapanuli Tengah Rp2.830.884,32.

Baharuddin juga mengungkapkan, ada 6 kabupaten yang tidak mengusulkan UMK 2022. Alasannya, berdasarkan perhitungan sesuai ketentuan yang berlaku, nilai UMK-nya berada di bawah UMP Sumut tahun 2022. Di mana diketahui, UMP Sumut 2022 sebesar Rp2.522.609,94. Adapun keenam daerah itu adalah Dairi, Nias Selatan, Pakpak Bharat, Samosir, Nias Utara dan Nias Barat.

Karena tidak mengusulkan, maka keenam kabupaten itu menggunakan UMP Sumut 2022 sebagai UMK yang berlaku untuk tahun 2022. “Jadi UMK mereka di 2022 adalah sama dengan nilai UMP Sumut 2022,” sebut Baharuddin.

Lebih lanjut Bahar menyebutkan, UMK 2022 untuk 5 kabupaten/kota, sejauh ini belum diteken Gubernur. Namun 3 daerah yaitu Simalungun, Madina, dan Tanjungbalai baru saja menyampaikan usulan UMK 2022.

Kesepakatan Bersama

Wali Kota Medan, Bobby Nasution mengatakan, pengesahan UMK Medan 2022 didasari pada proses musyawarah Dewan Pengupahan Kota (Depeko) yang sudah ditetapkan. “UMK Medan sudah diketuk dan disahkan naik sekitar 1,22 persen. Kalau secara nilai ini di atas UMP (0,93 persen) yang sudah disahkan kemarin oleh Pemerintah Provinsi,” kata Bobby, Kamis (2/12).

Menurutnya, penetapan UMK tidak dilakukan secara sepihak, melainkan dengan melibatkan tiga pihak terkait yakni pemerintah, pengusaha dan serikat buruh yang tergabung di dalam dewan pengupahan. Untuk itu, Bobby mempertegas jika hasil nilai kenaikan UMK Medan 2022 merupakan hasil kesepakatan bersama.

“Itukan hasil diskusi tentunya, hasil diskusi, bukan pemko pengennya segini itu apakah lebih rendah atau lebih tinggi, namun itu kesepakatan bersama. Jadi jangan bilang Pemko mau sekian, para serikat sekian, yang penting ini adalah kesepakatan dari Pemerintah Kota Medan dan serikat pekerja. Hasilnya seperti itu, kenaikannya 1,22 persen,” ujarnya.

Menurut Bobby, kesepakatan yang diambil sudah sesuai dengan aturan, yakni sama atau lebih tinggi dari UMP. “Sehingga, diambil keputusan dari hasil pembahasan bersama perwakilan itu. Kita putuskan UMK Medan naik sebesar 1,22 persen atau sebesar Rp40.778,08,” katanya.

Menurut Bobby, keputusan tersebut telah diambil dengan pertimbangan yang matang. Meskipun begitu Bobby mengakui, jika para buruh sebelumnya meminta agar UMK Medan naik sebesar 10 persen. Permintaan buruh tersebut pun telah menjadi masukan saat pembahasan terkait penetapan upah. Namun dalam hasil rapat pembahasan terakhir, UMK Medan final dinaikkan 1,22 persen.

“Kalau yang demo kemarin banyak yang menuntut UMP, bahkan yang demo kemarin ada sebagian minta di sebagian wilayah Deli Serdang, kan enggak mungkin wewenangnya ke kami, tentu kita tetap berlandaskan keputusan dewan pengupahan yang berkomunikasi dengan serikat pekerja hasilnya juga bersama kita sepakati,” pungkasnya.

Buruh Tolak UMK

Sama seperti saat penetapan UMP 2022 lalu, penetapan UMK 2022 ini juga mendapat penolakan dari elemen buruh. Seperti yang disampaikan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut yang menolak tegas kenaikan UMK Medan yang hanya 1,22 persen, atau sebesar Rp40.778,08. “Kami buruh di Medan sangat menyayangkan Wali Kota Medan menaikkan UMK-nya hanya 1,22 persen atau hanya naik sebesar Rp40.778,08,” kata Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo kepada Sumut Pos, Kamis (2/12).

Willy menilai, hal ini jelas membuktikan Wali Kota Medan tidak peka terhadap kondisi kehidupan para buruh yang tingkat kebutuhannya sangat tinggi, hampir sama dengan kota metropolitan di Jakarta. “Kita jelas menolak kenaikkan UMK tersebut dan akan menggelar aksi pada 6, 7 dan 8 Desember 2021 mendatang, yang ditujukan ke Kantor Wali Kota Medan dan Kantor Gubernur Sumut. Tuntutannya agar Wali Kota dan Gubsu merevisi UMK Medan Tahun 2022,” bebernya.

Dikatakannya, buruh sudah cukup mengalah selama ini. Tahun lalu, alasan pandemi sehingga kenaikan UMK Medan juga minim dan diterima kaum buruh. “Tetapi mengapa kebijakan kepala daerah dan pemerintah pusat malah terus-menerus selalu tidak punya hati nurani? Wahai kepala daerah lihat buruhmu sudah semakin miskin. Kami menuntut kenaikan untuk UMK Medan minimal 7-10 persen. Kita sudah siapkan dasar-dasarnya nanti jika diminta,” tegasnya.

Willy juga menyikapi statemen Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Bahlil Lahadalia, yang meminta buruh berjiwa besar menerima upah minimum provinsi (UMP) yang sudah ditetapkan Pemerintah. Menurut Willy, hal ini sangat menyakiti hati kaum buruh di Indonesia.

Apalagi, lanjut Willy, selama di bawah kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), kebijakannya justru 99 persen berpihak kepada pengusaha dan investor dengan mengatasnamakan investasi. “Di awal kepemimpinan Jokowi, upah layak bagi buruh tidak pernah terpenuhi, baik UMP atau UMK. Apalagi saat ini setelah ada UU Cipta Kerja,” ujarnya.

Dia juga mengungkapkan, saat baru menjabat Presiden pada 2014, Jokowi langsung mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Normor 78 Tahun 2015, Tentang Pengupahan, di mana upah zaman Jokowi periode pertama tersebut, tidak pernah naik di atas 10 persen. Rata-rata hanya naik 5-7 persen, hanya berdasarkan hitungan inflasi plus pertumbuhan ekonomi saja.

PP 78 tersebut saja, lanjut Willy, sudah sangat mengebiri dan memiskinkan buruh. Padahal sebelum PP itu dikeluarkan, upah buruh Indonesia bisa tembus di atas 10-20 persen. “Kami juga dulu menolak tegas dengan aksi-aksi besar, namun lagi-lagi Jokowi tak menggubris. Bisa Bapak Bahlil bayangkan, sejak 2015, upah buruh sudah dimurahkan. Kami sudah mengalah, suara kami tidak digubris hingga Pemilu 2019,” tegasnya.

Belum lagi, dalam periode pertamanya, Jokowi juga telah memberikan kebijakan pengampunan pajak pada pengusaha pengemplang pajak yang dinamakan Tax Amnesty, dan kebijakan ekonomi lainnya untuk kemudahaan pengusaha. “Bahkan untuk bayar tunjangan hari raya (THR) buruh saja, boleh dihutang pengusaha kala itu, Menaker-nya Muhaimin Iskandar. Itu artinya, buruh terus dikalahkan dan mengalah,” bebernya.

Kemudian, sambung Willy, masuk ke periode kedua Jokowi pada 2019, baru saja dilantik, lagi-lagi dalam pidato pertamanya menyampaikan, akan menggabungkan Undang-undang untuk kemudahan investasi dan ekonomi yang disebut Omnibus Law, hingga lahirlah UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. “UU tersebut sudah jelas menghancurleburkan perjuangan pahlawan buruh yang sudah sejak zaman Belanda memperjuangkan hak dasar hak normatif kaum buruh, yaitu meliputi upah, jam kerja, jaminan sosial, perbudakan dan hak normatif lain sebagainya,” beber aktivis buruh yang juga masuk daftar 10 tokoh buruh paling vokal versi Indonesia Indicator Tahun 2021 ini.

Terkait alasan pandemi Covid 19, sebut Willy, ingat hampir 75 persen buruh di berbagai daerah di Indonesia Tahun 2021 ini tidak naik upahnya sama sekali, kalau pun sisanya yang naik tidak lebih dari 5 persen.

“Saya ambil contoh di Sumut, karena alasan pandemi demi mementingkan pengusaha, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, atas surat edaran Menaker Ida Fauziyah, yang mengatakan UMP Tahun 2021 sama dengan Tahun 2020 atau tidak naik, bukan hanya UMP bahkan UMK di 32 Kabupaten/Kota di Sumut tidak mengalami kenaikan sama sekali, hanya Kota Medan yang mengalami naik 3,3 persen. Hal yang sama dialami daerah lain di Indonesia. Nah, kurang sabar apalagi buruh untuk menahan penderitaannya,” imbuhnya.

Willy juga berharap kepada Presiden Jokowi, agar terbuka pintu hatinya, dan semoga kaum buruh bersatu untuk membuat perubahaanya sendiri. “Tidak mungkin kami minta lagi Bahlil ngomong jiwa besar pengusaha, karena dia bagian dari pengusaha itu juga. Semoga Pak Jokowi dapat hidayah untuk dapat merasakan penderitaan kaum buruh dan rakyat Indonesia. Jangan hanya selalu pidato atas kepentingan dunia usaha dan investasi saja. Ingat pak, kedaulatan itu ada di tangan rakyatmu, sejahterahkanlah buruhmu dan rakyat yang memilihmu kemarin, atau minimal berbuat adil lah, bukan hanya untuk pengusaha. Dan semoga ke depan seluruh buruh di Indonesia dapat bersatu untuk merubah nasibnya sendiri melalui perjuangan politik kaum buruh, yaitu merebut kekuasaan secara konstitusional,” pungkasnya. (gus/dwi)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi sudah menandatangani penetapan UMK tahun 2022 untuk 22 kabupaten/kota (UMK) se-Sumatera Utara. Penetapan UMK tersebut, merupakan usulan dan penetapan yang disampaikan bupati dan wali kota masing-masing daerah tersebut.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Sumut, Baharuddin Siagian menjelaskan, penetapan UMK itu, sudah disampaikan kembali kepada masing-masing Pemkab dan Pemko tersebut. “UMK tahun 2022 untuk 22 kabupaten/kota sudah ditandatangani Pak Gubernur,” kata Baharuddin kepada wartawan, Kamis (22/12).

Menurutnya, kenaikan tertinggi adalah UMK Kota Medan sebesar Rp Rp40.778,08 atau 1,22 persen. Dengan itu, UMK Medan tahun 2022 dari Rp3.222.556 menjadi Rp3.370.645,08. Sementara, UMK dengan kenaikan terkecil yakni Kota Sibolga sebesar Rp2.826,50 (0,09 persen) atau menjadi Rp3.006.826,50.

Sementara, ada enam daerah yang tidak menaikkan UMK untuk tahun depan, yakni Deliserdang Rp3.188.592,42, Serdangbedagai Rp2.869.292, Langkat Rp2.711.000, Batubara Rp3.191.570,99, Tapanuli Selatan Rp2.903.042,34, dan Tapanuli Tengah Rp2.830.884,32.

Baharuddin juga mengungkapkan, ada 6 kabupaten yang tidak mengusulkan UMK 2022. Alasannya, berdasarkan perhitungan sesuai ketentuan yang berlaku, nilai UMK-nya berada di bawah UMP Sumut tahun 2022. Di mana diketahui, UMP Sumut 2022 sebesar Rp2.522.609,94. Adapun keenam daerah itu adalah Dairi, Nias Selatan, Pakpak Bharat, Samosir, Nias Utara dan Nias Barat.

Karena tidak mengusulkan, maka keenam kabupaten itu menggunakan UMP Sumut 2022 sebagai UMK yang berlaku untuk tahun 2022. “Jadi UMK mereka di 2022 adalah sama dengan nilai UMP Sumut 2022,” sebut Baharuddin.

Lebih lanjut Bahar menyebutkan, UMK 2022 untuk 5 kabupaten/kota, sejauh ini belum diteken Gubernur. Namun 3 daerah yaitu Simalungun, Madina, dan Tanjungbalai baru saja menyampaikan usulan UMK 2022.

Kesepakatan Bersama

Wali Kota Medan, Bobby Nasution mengatakan, pengesahan UMK Medan 2022 didasari pada proses musyawarah Dewan Pengupahan Kota (Depeko) yang sudah ditetapkan. “UMK Medan sudah diketuk dan disahkan naik sekitar 1,22 persen. Kalau secara nilai ini di atas UMP (0,93 persen) yang sudah disahkan kemarin oleh Pemerintah Provinsi,” kata Bobby, Kamis (2/12).

Menurutnya, penetapan UMK tidak dilakukan secara sepihak, melainkan dengan melibatkan tiga pihak terkait yakni pemerintah, pengusaha dan serikat buruh yang tergabung di dalam dewan pengupahan. Untuk itu, Bobby mempertegas jika hasil nilai kenaikan UMK Medan 2022 merupakan hasil kesepakatan bersama.

“Itukan hasil diskusi tentunya, hasil diskusi, bukan pemko pengennya segini itu apakah lebih rendah atau lebih tinggi, namun itu kesepakatan bersama. Jadi jangan bilang Pemko mau sekian, para serikat sekian, yang penting ini adalah kesepakatan dari Pemerintah Kota Medan dan serikat pekerja. Hasilnya seperti itu, kenaikannya 1,22 persen,” ujarnya.

Menurut Bobby, kesepakatan yang diambil sudah sesuai dengan aturan, yakni sama atau lebih tinggi dari UMP. “Sehingga, diambil keputusan dari hasil pembahasan bersama perwakilan itu. Kita putuskan UMK Medan naik sebesar 1,22 persen atau sebesar Rp40.778,08,” katanya.

Menurut Bobby, keputusan tersebut telah diambil dengan pertimbangan yang matang. Meskipun begitu Bobby mengakui, jika para buruh sebelumnya meminta agar UMK Medan naik sebesar 10 persen. Permintaan buruh tersebut pun telah menjadi masukan saat pembahasan terkait penetapan upah. Namun dalam hasil rapat pembahasan terakhir, UMK Medan final dinaikkan 1,22 persen.

“Kalau yang demo kemarin banyak yang menuntut UMP, bahkan yang demo kemarin ada sebagian minta di sebagian wilayah Deli Serdang, kan enggak mungkin wewenangnya ke kami, tentu kita tetap berlandaskan keputusan dewan pengupahan yang berkomunikasi dengan serikat pekerja hasilnya juga bersama kita sepakati,” pungkasnya.

Buruh Tolak UMK

Sama seperti saat penetapan UMP 2022 lalu, penetapan UMK 2022 ini juga mendapat penolakan dari elemen buruh. Seperti yang disampaikan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut yang menolak tegas kenaikan UMK Medan yang hanya 1,22 persen, atau sebesar Rp40.778,08. “Kami buruh di Medan sangat menyayangkan Wali Kota Medan menaikkan UMK-nya hanya 1,22 persen atau hanya naik sebesar Rp40.778,08,” kata Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo kepada Sumut Pos, Kamis (2/12).

Willy menilai, hal ini jelas membuktikan Wali Kota Medan tidak peka terhadap kondisi kehidupan para buruh yang tingkat kebutuhannya sangat tinggi, hampir sama dengan kota metropolitan di Jakarta. “Kita jelas menolak kenaikkan UMK tersebut dan akan menggelar aksi pada 6, 7 dan 8 Desember 2021 mendatang, yang ditujukan ke Kantor Wali Kota Medan dan Kantor Gubernur Sumut. Tuntutannya agar Wali Kota dan Gubsu merevisi UMK Medan Tahun 2022,” bebernya.

Dikatakannya, buruh sudah cukup mengalah selama ini. Tahun lalu, alasan pandemi sehingga kenaikan UMK Medan juga minim dan diterima kaum buruh. “Tetapi mengapa kebijakan kepala daerah dan pemerintah pusat malah terus-menerus selalu tidak punya hati nurani? Wahai kepala daerah lihat buruhmu sudah semakin miskin. Kami menuntut kenaikan untuk UMK Medan minimal 7-10 persen. Kita sudah siapkan dasar-dasarnya nanti jika diminta,” tegasnya.

Willy juga menyikapi statemen Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Bahlil Lahadalia, yang meminta buruh berjiwa besar menerima upah minimum provinsi (UMP) yang sudah ditetapkan Pemerintah. Menurut Willy, hal ini sangat menyakiti hati kaum buruh di Indonesia.

Apalagi, lanjut Willy, selama di bawah kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), kebijakannya justru 99 persen berpihak kepada pengusaha dan investor dengan mengatasnamakan investasi. “Di awal kepemimpinan Jokowi, upah layak bagi buruh tidak pernah terpenuhi, baik UMP atau UMK. Apalagi saat ini setelah ada UU Cipta Kerja,” ujarnya.

Dia juga mengungkapkan, saat baru menjabat Presiden pada 2014, Jokowi langsung mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Normor 78 Tahun 2015, Tentang Pengupahan, di mana upah zaman Jokowi periode pertama tersebut, tidak pernah naik di atas 10 persen. Rata-rata hanya naik 5-7 persen, hanya berdasarkan hitungan inflasi plus pertumbuhan ekonomi saja.

PP 78 tersebut saja, lanjut Willy, sudah sangat mengebiri dan memiskinkan buruh. Padahal sebelum PP itu dikeluarkan, upah buruh Indonesia bisa tembus di atas 10-20 persen. “Kami juga dulu menolak tegas dengan aksi-aksi besar, namun lagi-lagi Jokowi tak menggubris. Bisa Bapak Bahlil bayangkan, sejak 2015, upah buruh sudah dimurahkan. Kami sudah mengalah, suara kami tidak digubris hingga Pemilu 2019,” tegasnya.

Belum lagi, dalam periode pertamanya, Jokowi juga telah memberikan kebijakan pengampunan pajak pada pengusaha pengemplang pajak yang dinamakan Tax Amnesty, dan kebijakan ekonomi lainnya untuk kemudahaan pengusaha. “Bahkan untuk bayar tunjangan hari raya (THR) buruh saja, boleh dihutang pengusaha kala itu, Menaker-nya Muhaimin Iskandar. Itu artinya, buruh terus dikalahkan dan mengalah,” bebernya.

Kemudian, sambung Willy, masuk ke periode kedua Jokowi pada 2019, baru saja dilantik, lagi-lagi dalam pidato pertamanya menyampaikan, akan menggabungkan Undang-undang untuk kemudahan investasi dan ekonomi yang disebut Omnibus Law, hingga lahirlah UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. “UU tersebut sudah jelas menghancurleburkan perjuangan pahlawan buruh yang sudah sejak zaman Belanda memperjuangkan hak dasar hak normatif kaum buruh, yaitu meliputi upah, jam kerja, jaminan sosial, perbudakan dan hak normatif lain sebagainya,” beber aktivis buruh yang juga masuk daftar 10 tokoh buruh paling vokal versi Indonesia Indicator Tahun 2021 ini.

Terkait alasan pandemi Covid 19, sebut Willy, ingat hampir 75 persen buruh di berbagai daerah di Indonesia Tahun 2021 ini tidak naik upahnya sama sekali, kalau pun sisanya yang naik tidak lebih dari 5 persen.

“Saya ambil contoh di Sumut, karena alasan pandemi demi mementingkan pengusaha, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, atas surat edaran Menaker Ida Fauziyah, yang mengatakan UMP Tahun 2021 sama dengan Tahun 2020 atau tidak naik, bukan hanya UMP bahkan UMK di 32 Kabupaten/Kota di Sumut tidak mengalami kenaikan sama sekali, hanya Kota Medan yang mengalami naik 3,3 persen. Hal yang sama dialami daerah lain di Indonesia. Nah, kurang sabar apalagi buruh untuk menahan penderitaannya,” imbuhnya.

Willy juga berharap kepada Presiden Jokowi, agar terbuka pintu hatinya, dan semoga kaum buruh bersatu untuk membuat perubahaanya sendiri. “Tidak mungkin kami minta lagi Bahlil ngomong jiwa besar pengusaha, karena dia bagian dari pengusaha itu juga. Semoga Pak Jokowi dapat hidayah untuk dapat merasakan penderitaan kaum buruh dan rakyat Indonesia. Jangan hanya selalu pidato atas kepentingan dunia usaha dan investasi saja. Ingat pak, kedaulatan itu ada di tangan rakyatmu, sejahterahkanlah buruhmu dan rakyat yang memilihmu kemarin, atau minimal berbuat adil lah, bukan hanya untuk pengusaha. Dan semoga ke depan seluruh buruh di Indonesia dapat bersatu untuk merubah nasibnya sendiri melalui perjuangan politik kaum buruh, yaitu merebut kekuasaan secara konstitusional,” pungkasnya. (gus/dwi)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/