25.6 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Ribuan Ternak Babi di Kota Medan Mati Mendadak, Pemko Medan Kecolongan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus kematian ternak babi di sejumlah daerah Kota Medan yang disebabkan virus African Swine Fever (ASF), membuktikan Pemko Medan kecolongan. Pasalnya, sejak tahun 2013 lalu, Pemko Medan melarang adanya ternak hewan kaki empat berlokasi di seluruh wilayah Kota Medan.

Hal ini sesuai dengan Perda Nomor 13 tahun 2010 tentang larangan hewan ternak berkaki empat dan dikuatkan dengan Peraturan Wali Kota Medan Nomor 26 Tahun 2013 tentang Larangan Usaha Peternakan Hewan Berkaki Empat.

“Kenapa bisa ada lagi ternak hewan berkaki empat di Kota Medan? Ya, berarti Pemko Medan kecolongan ini. Kita kan sudah ada Perda dan Perwalnya. Harusnya, Pemerintah Kota Medan tegas. Kalau memang melanggar, ya ditindak saja,” kata Anggota Komisi II DPRD Medan, Syaiful Ramadhan, Jumat (2/12).

Dikatakan Syaiful, mulai saat ini dan ke depannya, Pemko Medan melalui dinas terkait harus menyisir keberadaan hewan ternak kaki empat yang masih diperlihara warga di Kota Medan. Perangkat kecamatan, kelurahan, dan lingkungan harus dimanfaatkan untuk mencari tahu di mana saja lokasi para peternak tersebut.

“Karena, merekalah aparatur yang paling dekat dengan masyarakat. Walaupun mereka buka peternakan di pinggiran kota, selagi masih masuk wilayah Kota Medan, maka harus ditertibkan sesuai aturan,” tegasnya.

Tak cuma itu, Syaiful juga mengkritisi pernyataan para perternak babi yang meminta ternak-ternak mereka yang mati untuk dibeli atau diganti rugi oleh pemerintah daerah. Menurutnya hal itu mustahil untuk diwujudkan, mengingat sifatnya lebih ke pribadi. Pasalnya, harus ada regulasi yang jelas bila mau menggunakan anggaran, karena uang yang ada di Pemko Medan adalah milik rakyat.

“Tapi kalau ujug-ujug disanggupi, ada kemungkinan pertenak lainnya akan menuntut hal serupa dan mempengaruhi APBD kita. Dan kembali lagi, kita punya Perda Nomor 13 tahun 2010 tentang larangan hewan berkaki empat. Kalau hewan yang mati diganti pemerintah, maka itu artinya pemerintah membenarkan adanya ternak hewan berkaki empat di Kota Medan,” ujarnya.

Syaiful berpesan agar dinas terkait menjalankan aturan yang sudah ada. Jika ada ditemukan lokasi ternak hewan berkaki empat, maka peternakan tersebut harus segera ditertibkan. Tak hanya babi, tapi juga hewan berkaki empat lainnya. “Saya rasa bukan hanya babi, tapi mungkin juga masih ada ternak hewan berkaki empat lainnya di Kota Medan. Ini harus ditertibkan, sebab aturannya sudah jelas. Pemko Medan tidak boleh kecolongan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Gerakan Peternakan Babi Indonesia (GPBI) mencatat, sebanyak 2.000 ekor babi di Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang, mendadak mati. Ketua GPBI Heri Ginting mengatakan, peristiwa babi mati mendadak diduga terpapar flu babi itu sejak September 2022.

Pihaknya berharap, pemerintah memberikan solusi untuk mengurangi kerugain peternak. “Total babi yang mati lebih kurang 2.000 ekor. Gejalanya flu babi. Untuk kerugian, kalau saya kalikan dengan harga itu kisaran Rp 8 milar,” kata Heri Ginting, Rabu (30/11).

Heri juga mengatakan, kondisi ini sangat merugikan bagi peternak. Apalagi, permintaan daging babi meningkatkan jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. “Flu babi ini, sudah pasti berpengaruh. Sekarang ,saja produksi ternak berkurang hampir 50 persen, dan ini akan berpengaruh pada Natal dan Tahun Baru nanti,” ungkap Heri.

Saat ini saja, terang Heri, harga daging babi di pasaran anjlok, dari harga normal Rp65 ribu per kilogram menjadi Rp35 ribu per kilogram. Karenanya, ia meminta kepada Pemprov Sumut maupun Pemkab dan Pemko untuk menyediakan vaksin, agar kematian ternak babi ini dapat diantisipasi.

Ia juga meminta agar babi-babi yang terjangkit virus dibeli oleh pemerintah untuk dimusnahkan. “Pemda/Pemprovsu membuat satu kebijakan, membeli babi-babi yang terpapar virus yang ada di masyarakat ataupun peternak, dibeli dan dimusnahkan, supaya jangan mutar-mutar penyakit itu,” ungkapnya.

Menurut Heri, wilayah yang sudah terkonfirmasi terkena paparan Flu Babi masih di Kota Medan dan Deliserdang. Namun dari informasi yang beredar Humbang Hasundutan lebih tepatnya, Parlilitan pun telah terpapar, hanya saja belum ada konfirmasi pasti. “Yang sudah konfirmasi dan ku datangi terkait flu babi ini, masih di Deliserdang dan Medan. Adapun informasi bahwa Parlimen pun sudah terpapar, tapi belum ada konfirmasi pasti dari mereka,” jelas Heri.

Ada pun wilayah di Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang yang hewan ternak kaki empat terpapar yaitu Suka Dono, Kwala Bekala, Helvetia Karya VII, Mandala. Kemudian Simalingkar B, Gorin Tonga Pancurbatu, Tandem, Pantailabu, dan Tanjungmorawa. (map)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus kematian ternak babi di sejumlah daerah Kota Medan yang disebabkan virus African Swine Fever (ASF), membuktikan Pemko Medan kecolongan. Pasalnya, sejak tahun 2013 lalu, Pemko Medan melarang adanya ternak hewan kaki empat berlokasi di seluruh wilayah Kota Medan.

Hal ini sesuai dengan Perda Nomor 13 tahun 2010 tentang larangan hewan ternak berkaki empat dan dikuatkan dengan Peraturan Wali Kota Medan Nomor 26 Tahun 2013 tentang Larangan Usaha Peternakan Hewan Berkaki Empat.

“Kenapa bisa ada lagi ternak hewan berkaki empat di Kota Medan? Ya, berarti Pemko Medan kecolongan ini. Kita kan sudah ada Perda dan Perwalnya. Harusnya, Pemerintah Kota Medan tegas. Kalau memang melanggar, ya ditindak saja,” kata Anggota Komisi II DPRD Medan, Syaiful Ramadhan, Jumat (2/12).

Dikatakan Syaiful, mulai saat ini dan ke depannya, Pemko Medan melalui dinas terkait harus menyisir keberadaan hewan ternak kaki empat yang masih diperlihara warga di Kota Medan. Perangkat kecamatan, kelurahan, dan lingkungan harus dimanfaatkan untuk mencari tahu di mana saja lokasi para peternak tersebut.

“Karena, merekalah aparatur yang paling dekat dengan masyarakat. Walaupun mereka buka peternakan di pinggiran kota, selagi masih masuk wilayah Kota Medan, maka harus ditertibkan sesuai aturan,” tegasnya.

Tak cuma itu, Syaiful juga mengkritisi pernyataan para perternak babi yang meminta ternak-ternak mereka yang mati untuk dibeli atau diganti rugi oleh pemerintah daerah. Menurutnya hal itu mustahil untuk diwujudkan, mengingat sifatnya lebih ke pribadi. Pasalnya, harus ada regulasi yang jelas bila mau menggunakan anggaran, karena uang yang ada di Pemko Medan adalah milik rakyat.

“Tapi kalau ujug-ujug disanggupi, ada kemungkinan pertenak lainnya akan menuntut hal serupa dan mempengaruhi APBD kita. Dan kembali lagi, kita punya Perda Nomor 13 tahun 2010 tentang larangan hewan berkaki empat. Kalau hewan yang mati diganti pemerintah, maka itu artinya pemerintah membenarkan adanya ternak hewan berkaki empat di Kota Medan,” ujarnya.

Syaiful berpesan agar dinas terkait menjalankan aturan yang sudah ada. Jika ada ditemukan lokasi ternak hewan berkaki empat, maka peternakan tersebut harus segera ditertibkan. Tak hanya babi, tapi juga hewan berkaki empat lainnya. “Saya rasa bukan hanya babi, tapi mungkin juga masih ada ternak hewan berkaki empat lainnya di Kota Medan. Ini harus ditertibkan, sebab aturannya sudah jelas. Pemko Medan tidak boleh kecolongan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Gerakan Peternakan Babi Indonesia (GPBI) mencatat, sebanyak 2.000 ekor babi di Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang, mendadak mati. Ketua GPBI Heri Ginting mengatakan, peristiwa babi mati mendadak diduga terpapar flu babi itu sejak September 2022.

Pihaknya berharap, pemerintah memberikan solusi untuk mengurangi kerugain peternak. “Total babi yang mati lebih kurang 2.000 ekor. Gejalanya flu babi. Untuk kerugian, kalau saya kalikan dengan harga itu kisaran Rp 8 milar,” kata Heri Ginting, Rabu (30/11).

Heri juga mengatakan, kondisi ini sangat merugikan bagi peternak. Apalagi, permintaan daging babi meningkatkan jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. “Flu babi ini, sudah pasti berpengaruh. Sekarang ,saja produksi ternak berkurang hampir 50 persen, dan ini akan berpengaruh pada Natal dan Tahun Baru nanti,” ungkap Heri.

Saat ini saja, terang Heri, harga daging babi di pasaran anjlok, dari harga normal Rp65 ribu per kilogram menjadi Rp35 ribu per kilogram. Karenanya, ia meminta kepada Pemprov Sumut maupun Pemkab dan Pemko untuk menyediakan vaksin, agar kematian ternak babi ini dapat diantisipasi.

Ia juga meminta agar babi-babi yang terjangkit virus dibeli oleh pemerintah untuk dimusnahkan. “Pemda/Pemprovsu membuat satu kebijakan, membeli babi-babi yang terpapar virus yang ada di masyarakat ataupun peternak, dibeli dan dimusnahkan, supaya jangan mutar-mutar penyakit itu,” ungkapnya.

Menurut Heri, wilayah yang sudah terkonfirmasi terkena paparan Flu Babi masih di Kota Medan dan Deliserdang. Namun dari informasi yang beredar Humbang Hasundutan lebih tepatnya, Parlilitan pun telah terpapar, hanya saja belum ada konfirmasi pasti. “Yang sudah konfirmasi dan ku datangi terkait flu babi ini, masih di Deliserdang dan Medan. Adapun informasi bahwa Parlimen pun sudah terpapar, tapi belum ada konfirmasi pasti dari mereka,” jelas Heri.

Ada pun wilayah di Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang yang hewan ternak kaki empat terpapar yaitu Suka Dono, Kwala Bekala, Helvetia Karya VII, Mandala. Kemudian Simalingkar B, Gorin Tonga Pancurbatu, Tandem, Pantailabu, dan Tanjungmorawa. (map)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/