26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Truk BBM ‘Kencing’ di Gudang Belawan

BELAWAN- Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) bersubdisi masih terjadi di sejumlah wilayah di Sumatera Utara. Antrean panjang di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) kerap terlihat. Seperti hasil pengamatan Sumut Pos di sepanjang perjalanan Medan menuju Tarutung dan sebaliknya, Jumat (1/7) lalu.

Kelangkaan BBM bersubsidi juga terjadi wilayah Sumatera Utara lainnya.

Uniknya, hasil penelusuran wartawan koran ini di Medan Utara, Minggu (3/7), truk-truk pengangkut BBM bersubsidi terlihat melansir muatannya di sebuah gudang milik pengusaha berinisial S. Truk-truk tangki tersebut terang-terangan kencing, istilah untuk mengeluarkan muatan yang diduga ilegal, di gudang tersebut.

Hasil pengamatan di Depot Pertamina di Medan Labuhan, kemarin, terlihat sejumlah oknum mengambil minyak dari truk tangki BBM yang kembali dari penyaluran BBM ke SPBU. Diduga, muatan truk tangki tersebut sengaja disisakan untuk dijual ke pihak-pihak yang tidak ada kaitannya dengan jalur distribusi resmi BBM bersubsidi. Sementara itu, di halaman Depot Pertamina sendiri tampak lengang hanya ada beberapa mobil truk tangki BBM yang terparkir di halaman tersebut.

Sementara itu, pantauan di depot pengisian BBM untuk industri yang berada di Jalan Minyak Belawan, di depan pintu masuk depot terlihat truk tangki minyak untuk diantarkan ke industri sedang terparkir. Beberapa pria terlihat mengambil minyak dari tangki tersebut menggunakan ember. Minyak dari ember kemudian dipindah ke derigen dan drum yang sudah dipersiapkan. Mereka terlihat santai melakukan kegiatannya meski berada tak jauh dari pos
Di Sergai, kelangkaan solar di sejumlah SPBU di sekitar jalan lintas Sumtera (Jalinsum) mengakibatkan sejumlah truk terpaksa berhenti di sekitar SPBU, kemarin. Mereka menunggu truk tangki mengisi 9 SPBU yang berada sepanjang 40 km, mulai dari Kecamatan Perbaungan sampai Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai. “Dari kemarin terpaksa menunggu di sini,” kata Dahres (42) awak truk yang memarkirkan kendaraannya di SPBU Sei Bamban.

Selain menyulitkan awak kendaraan yang menggunakan solar, situasi yang sama juga dialami para nelayan.
Langkanya solar, juga melambungkan harganya ditingkat eceran, biasanya satu liter Rp5 ribu sekarang mencapai Rp6 ribu di pinggiran kota hingga Rp8 ribu di wilayah pedesaan.

Tingginya harga ditingkat eceran, dipicu terbatasnya pembelian di SPBU. Di SPBU Sei Bamban Nomor 14.206.190, contohnya mereka membatasi penjualan solar hanya satu dirigen saja. “Kami hanya menjual satu dirigen saja. Itupun melalui surat keterangan dari kecamatan,” kata Dahlia (23), karyawan penjualan.

Menurut informasi yang diproleh Sumut Pos dari sejumlah pengusaha SPBU, kondisi ini dipicu karena Pertamina membatasi pasokan, kendati mereka memiliki delivery order (DO). “Biasanya kalau kita pesan langsung diantar, sehingga tidak pernah kehabisan seperti sekarang ini. Selain rugi, para awak truk ada yang mau demo di SPBU kita,” bilang Acai (48) pengusaha SPBU Firdaus No 14.205.1139.

Sementara itu, pihak Pertamina menolak dituding sebagai penyebab kelangkaan BBM bersubsidi, khususnya solar. External Relation Pertamina Region I Sumbagut, Fitri Erika, mengutarakan kelangkaan yang dimaksud merupakan kejadian lumrah. Hal itu disebabkan kepanikan masyarakat, sehingga menyebabkan semakin banyak masyarakat yang mengisi penuh tangki kendaraannya. “Dan ini satu indikasi yang kita temukan di lapangan sebagai penyebab kelangkaan BBM di beberapa daerah,” terangnya, kemarin.

Seperti di daerah Tapanuli, Siantar, Balige dan sebagainya, menurut Erika, pihaknya telah memasok BBM melebihi kuota untuk masing-masing daerah tersebut. “Kita sudah memasok BBM ke daerah-daerah tersebut sejak Jumat (24/6) lalu. Kita juga telah memasok sesuai instruksi pemerintah hingga melebihi kuota yang mencapai 20-30 persen solar dan premium, tapi tetap juga habis,” tuturnya.

Ia mengulangi penegasan, hal ini dimungkinkan karena ‘panic buying’ oleh masyarakat. “Terutama solar, jadi mereka mengisi penuh tangki-tangki kendaraan mereka,” kata Erika.

Saat ditanyakan apakah ada indikasi ‘permainan’ antara Depo dengan armada truk tangki dan SPBU serta spekulan, Erika menjawab, tak mungkin hal itu terjadi. “SPBU itu memesan BBM kepada Depo melalui pembayaran di bank. Setelahnya baru Depo menurunkan armada truk tangki untuk menyalurkannya ke SPBU,” paparnya.

Kemudian, jika ada indikasi ‘permainan’ atau penjualan BBM kepada spekulan, maka pihaknya dengan mudah megetahuinya. “Karena kita memiliki GPS untuk tiap armada truk tangki kita. Tak hanya itu, kita juga menyegel tangki. Jadi jika ada penyelahgunaan oleh supir armada truk tangki, tentunya ada laporan dari pihak SPBU yang dalam hal ini tentunya sangat dirugikan. Namun, hingga saat ini kita belum mendapatkan laporan dari SPBU tentang hal ini,” ujar Erika.

Pihak Pertamina juga memiliki satu cara lagi dalam menyiasati adanya ‘permainan’ di lapangan, yakni dengan menukar armada truk tangki, rute, daerah dan antrean. “Kita memiliki 130 armada truk tangki. Dan masing-masing armada truk tangki ini memiliki jadwal antrian ke daerah yang berbeda-beda dengan rute yang berbeda pula. Dan kita juga selalu menukar armada truk tangki agar tak selalu melakukan pendistribusian ke satu daerah atau SPBU,” jelas Erika.

Saat ditanyakan hingga saat ini kelangkaan BBM masih terjadi, apakah ini mengindikasikan ketidakmampuan Pertamina mengatasi pembengkakan subsidi BBM? Erika mengutarakan, dalam hal penetapan kuota atau menambah subisdi, bukan wewenang Pertamina melainkan wewenang pemerintah. “Kita hanya pelaksana penyedia BBM sesuai kuota. Tentunya, di SPBU sendiri kita juga telah menegaskan pelarangan pengisian jerigen yang tak dilengkapi dengan surat ijin. Kita sudah bekerja sesuai tupoksi, jika masih ada kelangkaan, penyebabnya tentunya bukan karena pasokan BBM yang kurang atau adanya ‘permainan’,” jelasnya. (saz)

BELAWAN- Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) bersubdisi masih terjadi di sejumlah wilayah di Sumatera Utara. Antrean panjang di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) kerap terlihat. Seperti hasil pengamatan Sumut Pos di sepanjang perjalanan Medan menuju Tarutung dan sebaliknya, Jumat (1/7) lalu.

Kelangkaan BBM bersubsidi juga terjadi wilayah Sumatera Utara lainnya.

Uniknya, hasil penelusuran wartawan koran ini di Medan Utara, Minggu (3/7), truk-truk pengangkut BBM bersubsidi terlihat melansir muatannya di sebuah gudang milik pengusaha berinisial S. Truk-truk tangki tersebut terang-terangan kencing, istilah untuk mengeluarkan muatan yang diduga ilegal, di gudang tersebut.

Hasil pengamatan di Depot Pertamina di Medan Labuhan, kemarin, terlihat sejumlah oknum mengambil minyak dari truk tangki BBM yang kembali dari penyaluran BBM ke SPBU. Diduga, muatan truk tangki tersebut sengaja disisakan untuk dijual ke pihak-pihak yang tidak ada kaitannya dengan jalur distribusi resmi BBM bersubsidi. Sementara itu, di halaman Depot Pertamina sendiri tampak lengang hanya ada beberapa mobil truk tangki BBM yang terparkir di halaman tersebut.

Sementara itu, pantauan di depot pengisian BBM untuk industri yang berada di Jalan Minyak Belawan, di depan pintu masuk depot terlihat truk tangki minyak untuk diantarkan ke industri sedang terparkir. Beberapa pria terlihat mengambil minyak dari tangki tersebut menggunakan ember. Minyak dari ember kemudian dipindah ke derigen dan drum yang sudah dipersiapkan. Mereka terlihat santai melakukan kegiatannya meski berada tak jauh dari pos
Di Sergai, kelangkaan solar di sejumlah SPBU di sekitar jalan lintas Sumtera (Jalinsum) mengakibatkan sejumlah truk terpaksa berhenti di sekitar SPBU, kemarin. Mereka menunggu truk tangki mengisi 9 SPBU yang berada sepanjang 40 km, mulai dari Kecamatan Perbaungan sampai Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai. “Dari kemarin terpaksa menunggu di sini,” kata Dahres (42) awak truk yang memarkirkan kendaraannya di SPBU Sei Bamban.

Selain menyulitkan awak kendaraan yang menggunakan solar, situasi yang sama juga dialami para nelayan.
Langkanya solar, juga melambungkan harganya ditingkat eceran, biasanya satu liter Rp5 ribu sekarang mencapai Rp6 ribu di pinggiran kota hingga Rp8 ribu di wilayah pedesaan.

Tingginya harga ditingkat eceran, dipicu terbatasnya pembelian di SPBU. Di SPBU Sei Bamban Nomor 14.206.190, contohnya mereka membatasi penjualan solar hanya satu dirigen saja. “Kami hanya menjual satu dirigen saja. Itupun melalui surat keterangan dari kecamatan,” kata Dahlia (23), karyawan penjualan.

Menurut informasi yang diproleh Sumut Pos dari sejumlah pengusaha SPBU, kondisi ini dipicu karena Pertamina membatasi pasokan, kendati mereka memiliki delivery order (DO). “Biasanya kalau kita pesan langsung diantar, sehingga tidak pernah kehabisan seperti sekarang ini. Selain rugi, para awak truk ada yang mau demo di SPBU kita,” bilang Acai (48) pengusaha SPBU Firdaus No 14.205.1139.

Sementara itu, pihak Pertamina menolak dituding sebagai penyebab kelangkaan BBM bersubsidi, khususnya solar. External Relation Pertamina Region I Sumbagut, Fitri Erika, mengutarakan kelangkaan yang dimaksud merupakan kejadian lumrah. Hal itu disebabkan kepanikan masyarakat, sehingga menyebabkan semakin banyak masyarakat yang mengisi penuh tangki kendaraannya. “Dan ini satu indikasi yang kita temukan di lapangan sebagai penyebab kelangkaan BBM di beberapa daerah,” terangnya, kemarin.

Seperti di daerah Tapanuli, Siantar, Balige dan sebagainya, menurut Erika, pihaknya telah memasok BBM melebihi kuota untuk masing-masing daerah tersebut. “Kita sudah memasok BBM ke daerah-daerah tersebut sejak Jumat (24/6) lalu. Kita juga telah memasok sesuai instruksi pemerintah hingga melebihi kuota yang mencapai 20-30 persen solar dan premium, tapi tetap juga habis,” tuturnya.

Ia mengulangi penegasan, hal ini dimungkinkan karena ‘panic buying’ oleh masyarakat. “Terutama solar, jadi mereka mengisi penuh tangki-tangki kendaraan mereka,” kata Erika.

Saat ditanyakan apakah ada indikasi ‘permainan’ antara Depo dengan armada truk tangki dan SPBU serta spekulan, Erika menjawab, tak mungkin hal itu terjadi. “SPBU itu memesan BBM kepada Depo melalui pembayaran di bank. Setelahnya baru Depo menurunkan armada truk tangki untuk menyalurkannya ke SPBU,” paparnya.

Kemudian, jika ada indikasi ‘permainan’ atau penjualan BBM kepada spekulan, maka pihaknya dengan mudah megetahuinya. “Karena kita memiliki GPS untuk tiap armada truk tangki kita. Tak hanya itu, kita juga menyegel tangki. Jadi jika ada penyelahgunaan oleh supir armada truk tangki, tentunya ada laporan dari pihak SPBU yang dalam hal ini tentunya sangat dirugikan. Namun, hingga saat ini kita belum mendapatkan laporan dari SPBU tentang hal ini,” ujar Erika.

Pihak Pertamina juga memiliki satu cara lagi dalam menyiasati adanya ‘permainan’ di lapangan, yakni dengan menukar armada truk tangki, rute, daerah dan antrean. “Kita memiliki 130 armada truk tangki. Dan masing-masing armada truk tangki ini memiliki jadwal antrian ke daerah yang berbeda-beda dengan rute yang berbeda pula. Dan kita juga selalu menukar armada truk tangki agar tak selalu melakukan pendistribusian ke satu daerah atau SPBU,” jelas Erika.

Saat ditanyakan hingga saat ini kelangkaan BBM masih terjadi, apakah ini mengindikasikan ketidakmampuan Pertamina mengatasi pembengkakan subsidi BBM? Erika mengutarakan, dalam hal penetapan kuota atau menambah subisdi, bukan wewenang Pertamina melainkan wewenang pemerintah. “Kita hanya pelaksana penyedia BBM sesuai kuota. Tentunya, di SPBU sendiri kita juga telah menegaskan pelarangan pengisian jerigen yang tak dilengkapi dengan surat ijin. Kita sudah bekerja sesuai tupoksi, jika masih ada kelangkaan, penyebabnya tentunya bukan karena pasokan BBM yang kurang atau adanya ‘permainan’,” jelasnya. (saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/