28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Biar Kena Semua Pejabat Pemprov

Anggota DPRD Bantah Terlibat

MEDAN-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengakhiri pengumpulan keterangan dan pengumpulan data di Kota Medan. Kini, para penyidik itu telah kembali ke Jakarta, membawa sejumlah dokumen. “Sudah selesai, mereka (penyidik, Red) sudah tidak lagi memakai kantor kami. Berarti sudah selesai,” ucap Kepala sub Bagian Hukum/Humas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, Mikael Togatorop, Jumat (4/3).

Usai melakukan pemeriksaan ini, penyidik KPK belum memberikan keterangan resmi termasuk materi apa saja yang dikumpulkan. Tapi, sepanjang penelusuran Sumut Pos, data yang dikumpulkan bersumber dari Biro Bina Sosial (Binsos) Pemprovsu. Hal itu dibenarkan seorang pejabat eselon II Pemprovsu “Saya dikabarkan, memang ada data yang diambil dari Biro Bina Sosial, dua pejabat itulah yang tahu. Biro Keuangan dan Biro Binsos,” sebut pejabat yang namanya enggan dikorankan.

Bagaimana tanggapan pejabat-pejabat di Pemprovsu atas hubungan pemeriksaan pejabat Pemprov tersebut dengan kasus Syamsul? Kabid Humas Pemprovsu Erwin Hadian Hasibuan menjelaskan dengan gamblang. Ditegaskannya, kasus yang menimpa Syamsul Arifin adalah saat yang bersangkutan menjabat bupati Langkat selama dua periode.
“Kalau masalah ini, kita tahu ini adalah masalah di Langkat. Mungkin, yang jadi pertanyaan KPK adalah uang Rp62 miliar itu dari mana. Makanya, KPK terus melakukan pemeriksaan. Kalau memang benar ada dugaan dari uang di Binsos dan Biro Keuangan yang dipakai untuk mengganti uang itu ke KPK, biar kena semua pejabat Pemprovsu,” tegasnya.


Amatan wartawan koran ini di Kantor Gubsu, sejumlah pegawai Biro Binsos biasa saja menanggapi isu KPK memeriksa atasannya. Tampak para pegawai tetap bekerja, tapi keadaannya lebih sunyi dari biasanya. Bahkan, para pemohon proposal juga lebih sedikit dari hari-hari menjelang tutup anggaran.

Tapi, di Biro Keuangan pegawai lebih ramai dan membicarakan tentang kebenaran isi berita di harin Sumut Pos. Bahkan, ada seorang pegawai wanita berjilbab baru mengetahui bahwa atasannya di panggil KPK di BPK RI perwakilan Sumut. “Kami tahunya bapak itu masih di ruangannya dan di Kantor Gubsu, dulu waktu zamannya Pak Syamsul ada di Kantor Gubsu, Bapak kami (Kepala Biro Keuangan, Red) sering dilantai 10 (ruang Gubsu, Red),” ucapnya.

Anggota Dewan Bungkam
Hasil penelusuran yang dilakukan Sumut Pos, dugaan penyelewengan dana Bansos senilai Rp215,17 miliar, juga banyak melibatkan sejumlah pejabat pemprovsu lain dan oknum-oknum di gedung dewan.

Terkait hal itu, sejumlah anggota DPRD Sumatera Utara yang dimintai komentar enggan menjawabnya. “Jangan saya ya,” ujar salah seorang anggota DPRD Sumut dari Fraksi PAN yang enggan disebutkan namanya, kemarin (4/3). Dia bilang, gara-gara dulu diminta komentar soal kasus Syamsul, dia sempat dipanggil pimpinan partainya.

Sedangkan Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun menyatakan, tidak ada hubungannya antara DPRD Sumut dengan pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap HL (pejabat di Biro Binsos) dan MS (pejabat di Biro Keuangan).

“DPRD kan tidak ada hubungannya dengan pemeriksaan KPK itu. Lebih baik, langsung tanya dengan yang bersangkutan di Biro Binsos dan Biro Keuangan saja ya. Takutnya, salah pula saya kalau memberi statemen,” katanya.


Anggota DPRD Sumut lainnya, Syamsul Hilal, lebih menyoroti hubungan pemeriksaan KPK tersebut dengan kelanjutan proses hukum Syamsul Arifin. Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini yakin, pemeriksaan dua pejabat di Pemprovsu itu akan menguak tabir dugaan kasus korupsi yang terjadi di dua biro paling basah di Pempropsu tersebut. Proses pemeriksaan juga akan memberikan korelasi positif terhadap perjalanan kasus yang menimpa Gubsu Syamsul Arifin.

“Kita menghargai proses pemeriksaan yang dilakukan KPK. Dengan adanya pemeriksaan tersebut, akan memberi jalan terang atas penanganan masalah yang dihadapi Gubsu,” ujar politisi senior PDI P ini.

Syamsul Hilal juga menuturkan, proses pemeriksaan terhadap dua pejabat Pempropsu bisa menandakan, KPK tengah menelusuri uang pengembalian dari Gubsu Syamsul Arifin sebesar Rp62 miliar terhadap KPK.

—————
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut, Elfenda Ananda menyahuti, langkah KPK untuk melakukan pengumpulan keterangan dan data sudah cukup baik. Dia berharap hasilnya dipublikasikan ke media massa. Supaya, anggaran bisa terawasi dan sebagai perhatian bagi pemohon bantuan, oknum-oknum di pegawai Pemprov serta para mafia bansos.

“Saya sudah sangat banyak mendapatkan laporan potongan 20 sampai 60 persen per proposal, itu sudah lama terjadi. Kemudian, ada yang mendahulukan anggaran terlebih dahulu. Inikan sudah tidak benar dan tidak mengarah yang sesuai,” paparnya.

Prihal tindak lanjut pemeriksaannya, dia minta KPK lebih gigih mengejar dan mengecek alokasinya. Sebab, BPK RI sendiri menemukan banyak dana sosial yang sulit dipertanggungjawabkan.


Kejatisu: Masih Lidik
Di sisi lain, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) mengaku masih mengurut kasus dugaan korupsi dana Bantuan Bosial (Bansos) Pempropsu senilai Rp215,17 miliar di Pemprovsu.

Pernyataan tersebut dilontarkan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Erbindo Saragih, pada wartawan Jumat (4/3) di Jalan AH Nasution Medan. “Saya di Pidsus yang tangani kasus itu (dugaan korupsi Bansos, Red) masih di intel. Kasus itu belum sampai pada kita, bagian pidana khusus,’’ tegas Erbindo singkat.

Kasi Pidsus Kejatisu Jufri SH juga mengatakan hal yang sama. “Kasus itu masih dilidik di bidang intel. Belum dilimpahkan pada kita,’’ tegas Jufri.
Sementara itu Kasi Penkum/Humas Kejatisu Edi Irsan Tarigan tidak bersedia memberikan jawaban. (ari/ril/rud)

Anggota DPRD Bantah Terlibat

MEDAN-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengakhiri pengumpulan keterangan dan pengumpulan data di Kota Medan. Kini, para penyidik itu telah kembali ke Jakarta, membawa sejumlah dokumen. “Sudah selesai, mereka (penyidik, Red) sudah tidak lagi memakai kantor kami. Berarti sudah selesai,” ucap Kepala sub Bagian Hukum/Humas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, Mikael Togatorop, Jumat (4/3).

Usai melakukan pemeriksaan ini, penyidik KPK belum memberikan keterangan resmi termasuk materi apa saja yang dikumpulkan. Tapi, sepanjang penelusuran Sumut Pos, data yang dikumpulkan bersumber dari Biro Bina Sosial (Binsos) Pemprovsu. Hal itu dibenarkan seorang pejabat eselon II Pemprovsu “Saya dikabarkan, memang ada data yang diambil dari Biro Bina Sosial, dua pejabat itulah yang tahu. Biro Keuangan dan Biro Binsos,” sebut pejabat yang namanya enggan dikorankan.

Bagaimana tanggapan pejabat-pejabat di Pemprovsu atas hubungan pemeriksaan pejabat Pemprov tersebut dengan kasus Syamsul? Kabid Humas Pemprovsu Erwin Hadian Hasibuan menjelaskan dengan gamblang. Ditegaskannya, kasus yang menimpa Syamsul Arifin adalah saat yang bersangkutan menjabat bupati Langkat selama dua periode.
“Kalau masalah ini, kita tahu ini adalah masalah di Langkat. Mungkin, yang jadi pertanyaan KPK adalah uang Rp62 miliar itu dari mana. Makanya, KPK terus melakukan pemeriksaan. Kalau memang benar ada dugaan dari uang di Binsos dan Biro Keuangan yang dipakai untuk mengganti uang itu ke KPK, biar kena semua pejabat Pemprovsu,” tegasnya.


Amatan wartawan koran ini di Kantor Gubsu, sejumlah pegawai Biro Binsos biasa saja menanggapi isu KPK memeriksa atasannya. Tampak para pegawai tetap bekerja, tapi keadaannya lebih sunyi dari biasanya. Bahkan, para pemohon proposal juga lebih sedikit dari hari-hari menjelang tutup anggaran.

Tapi, di Biro Keuangan pegawai lebih ramai dan membicarakan tentang kebenaran isi berita di harin Sumut Pos. Bahkan, ada seorang pegawai wanita berjilbab baru mengetahui bahwa atasannya di panggil KPK di BPK RI perwakilan Sumut. “Kami tahunya bapak itu masih di ruangannya dan di Kantor Gubsu, dulu waktu zamannya Pak Syamsul ada di Kantor Gubsu, Bapak kami (Kepala Biro Keuangan, Red) sering dilantai 10 (ruang Gubsu, Red),” ucapnya.

Anggota Dewan Bungkam
Hasil penelusuran yang dilakukan Sumut Pos, dugaan penyelewengan dana Bansos senilai Rp215,17 miliar, juga banyak melibatkan sejumlah pejabat pemprovsu lain dan oknum-oknum di gedung dewan.

Terkait hal itu, sejumlah anggota DPRD Sumatera Utara yang dimintai komentar enggan menjawabnya. “Jangan saya ya,” ujar salah seorang anggota DPRD Sumut dari Fraksi PAN yang enggan disebutkan namanya, kemarin (4/3). Dia bilang, gara-gara dulu diminta komentar soal kasus Syamsul, dia sempat dipanggil pimpinan partainya.

Sedangkan Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun menyatakan, tidak ada hubungannya antara DPRD Sumut dengan pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap HL (pejabat di Biro Binsos) dan MS (pejabat di Biro Keuangan).

“DPRD kan tidak ada hubungannya dengan pemeriksaan KPK itu. Lebih baik, langsung tanya dengan yang bersangkutan di Biro Binsos dan Biro Keuangan saja ya. Takutnya, salah pula saya kalau memberi statemen,” katanya.


Anggota DPRD Sumut lainnya, Syamsul Hilal, lebih menyoroti hubungan pemeriksaan KPK tersebut dengan kelanjutan proses hukum Syamsul Arifin. Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini yakin, pemeriksaan dua pejabat di Pemprovsu itu akan menguak tabir dugaan kasus korupsi yang terjadi di dua biro paling basah di Pempropsu tersebut. Proses pemeriksaan juga akan memberikan korelasi positif terhadap perjalanan kasus yang menimpa Gubsu Syamsul Arifin.

“Kita menghargai proses pemeriksaan yang dilakukan KPK. Dengan adanya pemeriksaan tersebut, akan memberi jalan terang atas penanganan masalah yang dihadapi Gubsu,” ujar politisi senior PDI P ini.

Syamsul Hilal juga menuturkan, proses pemeriksaan terhadap dua pejabat Pempropsu bisa menandakan, KPK tengah menelusuri uang pengembalian dari Gubsu Syamsul Arifin sebesar Rp62 miliar terhadap KPK.

—————
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut, Elfenda Ananda menyahuti, langkah KPK untuk melakukan pengumpulan keterangan dan data sudah cukup baik. Dia berharap hasilnya dipublikasikan ke media massa. Supaya, anggaran bisa terawasi dan sebagai perhatian bagi pemohon bantuan, oknum-oknum di pegawai Pemprov serta para mafia bansos.

“Saya sudah sangat banyak mendapatkan laporan potongan 20 sampai 60 persen per proposal, itu sudah lama terjadi. Kemudian, ada yang mendahulukan anggaran terlebih dahulu. Inikan sudah tidak benar dan tidak mengarah yang sesuai,” paparnya.

Prihal tindak lanjut pemeriksaannya, dia minta KPK lebih gigih mengejar dan mengecek alokasinya. Sebab, BPK RI sendiri menemukan banyak dana sosial yang sulit dipertanggungjawabkan.


Kejatisu: Masih Lidik
Di sisi lain, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) mengaku masih mengurut kasus dugaan korupsi dana Bantuan Bosial (Bansos) Pempropsu senilai Rp215,17 miliar di Pemprovsu.

Pernyataan tersebut dilontarkan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Erbindo Saragih, pada wartawan Jumat (4/3) di Jalan AH Nasution Medan. “Saya di Pidsus yang tangani kasus itu (dugaan korupsi Bansos, Red) masih di intel. Kasus itu belum sampai pada kita, bagian pidana khusus,’’ tegas Erbindo singkat.

Kasi Pidsus Kejatisu Jufri SH juga mengatakan hal yang sama. “Kasus itu masih dilidik di bidang intel. Belum dilimpahkan pada kita,’’ tegas Jufri.
Sementara itu Kasi Penkum/Humas Kejatisu Edi Irsan Tarigan tidak bersedia memberikan jawaban. (ari/ril/rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/