26.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Keluarga Pasien Tuntut Tanggung Jawab Dokter

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus meninggal dunianya Fathir Arif Siahaan, bayi di bawah lima tahun (balita), berusia 2,7 tahun yang diduga akibat korban malapraktik di Rumah Sakit Umum (RSU) Muhammadiyah Jalan Mandala Bypass belum juga tuntas.

Pihak keluarga pasien bahkan menganggap pihak rumah sakit sengaja mengulur waktu untuk menyelesaikan kasus ini dengan membatalkan beberapa kali pertemuan Ayah Fathir, Arifin Siahaan menegaskan, manajemen RSU Muhammadiyah jangan lagi menunda-nunda untuk menentukan sikap mereka terkait persoalan ini. Apabila terus mengulur waktu dengan berbagai alasan, maka Arifin akan membawa perkara ini ke jalur hukum.

“Kita tidak main-main untuk meminta pertanggungjawaban oknum dokter di rumah sakit itu terhadap anak kami, dan kami siap menempuh jalur hukum. Jadi, jangan lagi mengulur-ulur waktu untuk mengambil keputusan,” ujar Arifin, Minggu (4/8).

Menurut Arifin, setelah beberapa kali dibatalkan pertemuan oleh pihak rumah sakit, mereka kemudian menjanjikan bertemu pada Selasa (6/8).

Informasinya, pertemuan dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB. “Saya harap pertemuan nanti membawa kabar baik,” ucap Arifin.

Ia menyebutkan, apapun hasil keputusan RSU Muhammadiyah nantinya maka harus bertanggung jawab atas perbuatan oknum dokternya. Selain itu, juga harus mengakui kesalahan yang telah dibuat. “Saya sudah mendesak dokter yang merawat anak saya ketika Fathir dibawa ke rumah sakit untuk diopname. Akan tetapi, tetap tidak dilakukan,” tukas dia.

Sebelumnya, Direktur RSU Muhammadiyah, dr Reza mengaku keputusan belum bisa diambil karena harus menunggu persetujuan rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Sebab, rumah sakit yang dipimpinnya kini berada dalam naungan UMSU. Reza juga mengaku, pihaknya ingin mengambil keputusan yang terbaik. Oleh karena itu, membutuhkan proses dan waktu. “Direncanakan pertemuan akan dilakukan pada Selasa (6/8) sekira pukul 15.00 WIB,” akunya.

Disinggung mengenai sanksi terhadap dokter yang diduga melakukan malapraktik, Reza belum bisa memastikan. Kata dia, hal itu juga harus dibahas dengan pihak rektorat UMSU. “Belum, belum bisa disampaikan dan masih menunggu. Nanti akan disampaikan pada pertemuan nanti,” tandasnya.

Sementara, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Medan, dr Wijaya Juwarna menyarankan agar masalah ini diselesaikan secara internal. Artinya, kedua belah pihak, yakni keluarga pasien dan pihak RSU Muhammadiyah duduk bersama mencari solusi yang terbaik. “Sebaiknya diselesaikan dengan pihak rumah sakit yang bersangkutan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah ke pihak luar, apakah itu ke IDI atau lembaga lainnya,” ujar dia.

Menurut Wijaya, setiap rumah sakit memiliki Komite Medik yang secara internal membahas bagaimana pelayanan kedokteran atau kesehatan. Nantinya, komite tersebut akan membahas persoalan yang terjadi. Apakah sudah sesuai pelayanan yang dilakukan dengan prosedur tetap (protap) atau tidak? Kemudian, apakah dokter yang melayani pasien sudah kompeten atau tidak?

“Itulah yang bisa kita tanggapi, karena kita belum mengetahui secara pasti bagaimana persoalan sebenarnya yang terjadi. Kita juga tidak bisa terlalu jauh karena ada lembaga Komite Medik,” sebutnya.

Ditanya apabila keluarga pasien melaporkan masalah itu kepada IDI Medan? Wijaya mempersilahkan dan nantinya lembaga Majelis Kode Etik Kedokteran yang akan menangani. “Apabila ada laporan yang terkait tentang kode etik kedokteran atau dugaan malapraktik maka akan dibahas. Untuk itu, semua pihak yang berhubungan dengan laporan tersebut akan ditelusuri (diminta keterangan),” tukasnya.

Lebih lanjuh Wijaya mengataka, yang dibilang malapraktik itu, pelayanan yang dilakukan tidak sesuai protap. Akan tetapi, jika dilakukan sesuai dengan protap ternyata pasien cacat atau meninggal dunia maka bukan malapraktik.

“Kontrak dokter terhadap pasiennya adalah upaya untuk mengobati penyakit bukan hasil. Sebab, kalau hasil di luar kehendak karena Tuhan yang menentukan. Artinya, apabila ada pasien yang sudah diberikan pengobatan dengan upaya semaksimal mungkin namun ternyata meninggal dunia, maka hal itu bukan termasuk malapraktik,” pungkasnya. (ris/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus meninggal dunianya Fathir Arif Siahaan, bayi di bawah lima tahun (balita), berusia 2,7 tahun yang diduga akibat korban malapraktik di Rumah Sakit Umum (RSU) Muhammadiyah Jalan Mandala Bypass belum juga tuntas.

Pihak keluarga pasien bahkan menganggap pihak rumah sakit sengaja mengulur waktu untuk menyelesaikan kasus ini dengan membatalkan beberapa kali pertemuan Ayah Fathir, Arifin Siahaan menegaskan, manajemen RSU Muhammadiyah jangan lagi menunda-nunda untuk menentukan sikap mereka terkait persoalan ini. Apabila terus mengulur waktu dengan berbagai alasan, maka Arifin akan membawa perkara ini ke jalur hukum.

“Kita tidak main-main untuk meminta pertanggungjawaban oknum dokter di rumah sakit itu terhadap anak kami, dan kami siap menempuh jalur hukum. Jadi, jangan lagi mengulur-ulur waktu untuk mengambil keputusan,” ujar Arifin, Minggu (4/8).

Menurut Arifin, setelah beberapa kali dibatalkan pertemuan oleh pihak rumah sakit, mereka kemudian menjanjikan bertemu pada Selasa (6/8).

Informasinya, pertemuan dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB. “Saya harap pertemuan nanti membawa kabar baik,” ucap Arifin.

Ia menyebutkan, apapun hasil keputusan RSU Muhammadiyah nantinya maka harus bertanggung jawab atas perbuatan oknum dokternya. Selain itu, juga harus mengakui kesalahan yang telah dibuat. “Saya sudah mendesak dokter yang merawat anak saya ketika Fathir dibawa ke rumah sakit untuk diopname. Akan tetapi, tetap tidak dilakukan,” tukas dia.

Sebelumnya, Direktur RSU Muhammadiyah, dr Reza mengaku keputusan belum bisa diambil karena harus menunggu persetujuan rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Sebab, rumah sakit yang dipimpinnya kini berada dalam naungan UMSU. Reza juga mengaku, pihaknya ingin mengambil keputusan yang terbaik. Oleh karena itu, membutuhkan proses dan waktu. “Direncanakan pertemuan akan dilakukan pada Selasa (6/8) sekira pukul 15.00 WIB,” akunya.

Disinggung mengenai sanksi terhadap dokter yang diduga melakukan malapraktik, Reza belum bisa memastikan. Kata dia, hal itu juga harus dibahas dengan pihak rektorat UMSU. “Belum, belum bisa disampaikan dan masih menunggu. Nanti akan disampaikan pada pertemuan nanti,” tandasnya.

Sementara, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Medan, dr Wijaya Juwarna menyarankan agar masalah ini diselesaikan secara internal. Artinya, kedua belah pihak, yakni keluarga pasien dan pihak RSU Muhammadiyah duduk bersama mencari solusi yang terbaik. “Sebaiknya diselesaikan dengan pihak rumah sakit yang bersangkutan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah ke pihak luar, apakah itu ke IDI atau lembaga lainnya,” ujar dia.

Menurut Wijaya, setiap rumah sakit memiliki Komite Medik yang secara internal membahas bagaimana pelayanan kedokteran atau kesehatan. Nantinya, komite tersebut akan membahas persoalan yang terjadi. Apakah sudah sesuai pelayanan yang dilakukan dengan prosedur tetap (protap) atau tidak? Kemudian, apakah dokter yang melayani pasien sudah kompeten atau tidak?

“Itulah yang bisa kita tanggapi, karena kita belum mengetahui secara pasti bagaimana persoalan sebenarnya yang terjadi. Kita juga tidak bisa terlalu jauh karena ada lembaga Komite Medik,” sebutnya.

Ditanya apabila keluarga pasien melaporkan masalah itu kepada IDI Medan? Wijaya mempersilahkan dan nantinya lembaga Majelis Kode Etik Kedokteran yang akan menangani. “Apabila ada laporan yang terkait tentang kode etik kedokteran atau dugaan malapraktik maka akan dibahas. Untuk itu, semua pihak yang berhubungan dengan laporan tersebut akan ditelusuri (diminta keterangan),” tukasnya.

Lebih lanjuh Wijaya mengataka, yang dibilang malapraktik itu, pelayanan yang dilakukan tidak sesuai protap. Akan tetapi, jika dilakukan sesuai dengan protap ternyata pasien cacat atau meninggal dunia maka bukan malapraktik.

“Kontrak dokter terhadap pasiennya adalah upaya untuk mengobati penyakit bukan hasil. Sebab, kalau hasil di luar kehendak karena Tuhan yang menentukan. Artinya, apabila ada pasien yang sudah diberikan pengobatan dengan upaya semaksimal mungkin namun ternyata meninggal dunia, maka hal itu bukan termasuk malapraktik,” pungkasnya. (ris/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/