27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Capai Rp517.500 per Gram Pedagang Tahan Emas, Warga Ramai Menjual

MEDAN-Kenaikan harga emas yang berkarat 99,9 persen (london) bukan hanya berpengaruh pada masyarakat saja. Tetapi, pedagang emas juga merasakan dampak. Ketika warga ramai menjual emas, para pedagang malah menyimpan barang dagangannya.

Ridho, pedagang emas di Pusat Pasar, mengaku menahan emas adalah cara untuk menjaga keseimbangan. Politik menahan emas ini, biasanya akan dilakukan oleh para pemilik toko emas yang tidak terlalu besar saat harga emas tidak stabil seperti saat ini.

“Kalau kita jual, maka kita harus beli lagi. Sementara harga tidak stabil, jadi lebih baik kita tahan. Lagian, kalau naik seperti ini, penjualanan (mas) London juga akan turun kok,” ujar Ridho, kemarin.

Menurutnya, sejak awal 2012 sebenarnya masyarakat sudah terbiasa dengan harga fluktuaktif ini. Tetapi, karena emas merupakan salah satu alat investasi maka akan tetap dicari oleh masyarakat.

“Jadi, jangan heran bila harganya sampai jutaan pun, emas akan tetap dicari,” ungkapnya.

Harga naik turun inilah yang membuat para pemilik toko melakukan kontrak dengan grosir emas dalam penjualan. “Dalam kontrak kita jelaskan jam dan kapan kita akan belanja. Kalau tidak, harga naik begitu menjadi sebuah momok bagi kita sendiri,” ungkap Ridho.
Harga per Gram Mencapai Rp517.500

Sementara itu, harga emas kembali mengalami kenaikan pada pembukaan Selasa pagi (4/9) kemarin. Padahal, harga penutupan pada Senin sore hanya Rp516,500 per gram. Pada penutupan Selasa sore (4/9) kemarin harga emas mencapai Rp517,500 per gram. Kenaikan harga emas tersebut membuat masyarakat lebih memilih untuk menjual emas dibandingkan dengan membeli.

Menurut pedagang emas di pasar Pringgan Medan, Edi Suranta sudah menjadi kebudayaan di masyarakat menjual emas saat harga naik. Dengan harapan akan mendapat untung dari penjualanan logam mulia tersebut. “Hari ini saja (Selasa) ada masyarakat yang menjual emas meningkat hingga 40 persen. Ya itu dia, mereka berharap agar dapat untung nantinya,” ujarnya.

“Sebenarnya, keuntungannya balik tidak balik. Karena kalau mereka mau beli lagi, kan harga sudah tinggi. Jadi, kalau mau jual harus dipikir masak-masak lah,” tambahnya.

Menurut pengamat ekonomi dari Unimed, harga naik dan masyarakat menjual disebut sebagai investasi Abnormal Return. Dimana masyarakat bukan menganggap emas sebagai investasi melainkan hanya sebagai traider (pedagang). “Nah, bagi masyarakat kita emas hanya sebagai hiasan. Bukan alat untuk investasi. Ini normal dan ada keuntungan untuk masyarakat, hanya saja kecil. Kecil sekali,” ungkapnya.

Lalu, bagaimana dengan para penambang emas di Batangtoru sana?

Menurut  pengamat ekonomi dari Ec-Think, Telisa Feliyanti, para penambang itu tidak akan mendapat dampak yang signifikan. “Jadi kalau penambang, itu  kecil kemungkinannya. Apalagi penambang tradisional. Kalau karyawan Aneka Tambang, bisa saja ada. Karena kalau harga bagus, bonus pada pekerja juga meningkat,” ungkapnya kepada Sumut Pos di Jakarta.

Apalagi mengingat hasil pertambangan mereka tidak bisa dipastikan kuantitasnya setiap waktu. Selain itu alasan lain, kenaikan juga diprediksi hanya bersifat temporary dan tidak akan begitu lama. Kondisi ini masih ditambah ketika harga emas naik, kecenderungan harga kebutuhan pokok juga meningkat. “Kenaikan saat ini kan itu lebih dipengaruhi perekonomian dunia yang tidak menentu. Sehingga orang memilih menginvestasikan hartanya ke emas,” ungkapnya.

Meski begitu, wanita ini juga memperkirakan kecenderungan kenaikan akan bertahan hingga sebulan terakhir. Namun setelah itu akan kembali stabil karena adanya koreksi pasar. “Karena tidak mungkin mereka yang membeli itu akan menyimpan terus emasnya. Suatu saat begitu harga tepat, mereka akan lepas. Dan otomatis suplai meningkat. Itu hukum alam, jadi paling hanya bertahan 1-2 bulan,” tegasnya.

Menurut Feliyanti, kenaikan harga emas hanya dinikmati segelintir orang saja. “Sebab ketika emas belum naik, masyarakat yang kurang mampu itu kan nggak bisa membeli emas untuk investasi. Jadi bagaimana bisa menikmatii hasilnya?” katanya.

Selain itu, dari sekitar 40 persen masyarakat kelas menengah di Indonesia hanya sebagian kecilnya yang sudah peduli menjadikan emas sebagai investasi. “Jadi paling baru 5-10 persen masyarakat kita yang sudah berinvestasi dengan emas,” pungkasnya. (ram/gir)

MEDAN-Kenaikan harga emas yang berkarat 99,9 persen (london) bukan hanya berpengaruh pada masyarakat saja. Tetapi, pedagang emas juga merasakan dampak. Ketika warga ramai menjual emas, para pedagang malah menyimpan barang dagangannya.

Ridho, pedagang emas di Pusat Pasar, mengaku menahan emas adalah cara untuk menjaga keseimbangan. Politik menahan emas ini, biasanya akan dilakukan oleh para pemilik toko emas yang tidak terlalu besar saat harga emas tidak stabil seperti saat ini.

“Kalau kita jual, maka kita harus beli lagi. Sementara harga tidak stabil, jadi lebih baik kita tahan. Lagian, kalau naik seperti ini, penjualanan (mas) London juga akan turun kok,” ujar Ridho, kemarin.

Menurutnya, sejak awal 2012 sebenarnya masyarakat sudah terbiasa dengan harga fluktuaktif ini. Tetapi, karena emas merupakan salah satu alat investasi maka akan tetap dicari oleh masyarakat.

“Jadi, jangan heran bila harganya sampai jutaan pun, emas akan tetap dicari,” ungkapnya.

Harga naik turun inilah yang membuat para pemilik toko melakukan kontrak dengan grosir emas dalam penjualan. “Dalam kontrak kita jelaskan jam dan kapan kita akan belanja. Kalau tidak, harga naik begitu menjadi sebuah momok bagi kita sendiri,” ungkap Ridho.
Harga per Gram Mencapai Rp517.500

Sementara itu, harga emas kembali mengalami kenaikan pada pembukaan Selasa pagi (4/9) kemarin. Padahal, harga penutupan pada Senin sore hanya Rp516,500 per gram. Pada penutupan Selasa sore (4/9) kemarin harga emas mencapai Rp517,500 per gram. Kenaikan harga emas tersebut membuat masyarakat lebih memilih untuk menjual emas dibandingkan dengan membeli.

Menurut pedagang emas di pasar Pringgan Medan, Edi Suranta sudah menjadi kebudayaan di masyarakat menjual emas saat harga naik. Dengan harapan akan mendapat untung dari penjualanan logam mulia tersebut. “Hari ini saja (Selasa) ada masyarakat yang menjual emas meningkat hingga 40 persen. Ya itu dia, mereka berharap agar dapat untung nantinya,” ujarnya.

“Sebenarnya, keuntungannya balik tidak balik. Karena kalau mereka mau beli lagi, kan harga sudah tinggi. Jadi, kalau mau jual harus dipikir masak-masak lah,” tambahnya.

Menurut pengamat ekonomi dari Unimed, harga naik dan masyarakat menjual disebut sebagai investasi Abnormal Return. Dimana masyarakat bukan menganggap emas sebagai investasi melainkan hanya sebagai traider (pedagang). “Nah, bagi masyarakat kita emas hanya sebagai hiasan. Bukan alat untuk investasi. Ini normal dan ada keuntungan untuk masyarakat, hanya saja kecil. Kecil sekali,” ungkapnya.

Lalu, bagaimana dengan para penambang emas di Batangtoru sana?

Menurut  pengamat ekonomi dari Ec-Think, Telisa Feliyanti, para penambang itu tidak akan mendapat dampak yang signifikan. “Jadi kalau penambang, itu  kecil kemungkinannya. Apalagi penambang tradisional. Kalau karyawan Aneka Tambang, bisa saja ada. Karena kalau harga bagus, bonus pada pekerja juga meningkat,” ungkapnya kepada Sumut Pos di Jakarta.

Apalagi mengingat hasil pertambangan mereka tidak bisa dipastikan kuantitasnya setiap waktu. Selain itu alasan lain, kenaikan juga diprediksi hanya bersifat temporary dan tidak akan begitu lama. Kondisi ini masih ditambah ketika harga emas naik, kecenderungan harga kebutuhan pokok juga meningkat. “Kenaikan saat ini kan itu lebih dipengaruhi perekonomian dunia yang tidak menentu. Sehingga orang memilih menginvestasikan hartanya ke emas,” ungkapnya.

Meski begitu, wanita ini juga memperkirakan kecenderungan kenaikan akan bertahan hingga sebulan terakhir. Namun setelah itu akan kembali stabil karena adanya koreksi pasar. “Karena tidak mungkin mereka yang membeli itu akan menyimpan terus emasnya. Suatu saat begitu harga tepat, mereka akan lepas. Dan otomatis suplai meningkat. Itu hukum alam, jadi paling hanya bertahan 1-2 bulan,” tegasnya.

Menurut Feliyanti, kenaikan harga emas hanya dinikmati segelintir orang saja. “Sebab ketika emas belum naik, masyarakat yang kurang mampu itu kan nggak bisa membeli emas untuk investasi. Jadi bagaimana bisa menikmatii hasilnya?” katanya.

Selain itu, dari sekitar 40 persen masyarakat kelas menengah di Indonesia hanya sebagian kecilnya yang sudah peduli menjadikan emas sebagai investasi. “Jadi paling baru 5-10 persen masyarakat kita yang sudah berinvestasi dengan emas,” pungkasnya. (ram/gir)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/