28.9 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Ratusan Ton Sawit Membusuk

Panen Raya Pasca-Lebaran, Pabrik Kelebihan Kuota

MEDAN-Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit kembali menurun terutama di tingkat petani. Hal ini dikarenakan antrean panjang di beberapa Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di daerah Sumatera Utara. Antrean yang bisa mencapai 3 hari akan mengakibatkan TBS busuk karena kelamaan dalam truk. Diperkirakan, jumlah TBS sawit yang membusuk di berbagai daerah mencapai ratusan ton.

SAWIT: Tandan Buah Segar kelapa sawit siap diolah  pabrik.
SAWIT: Tandan Buah Segar kelapa sawit siap diolah di pabrik.

Tak pelak, hal ini membuat petani merugi. Untuk saat ini harga di kalangan petani berkisar Rp800 hingga Rp900 per kilogram.

Contohnya di kawasan Nagori Sordang Bolon, Simalungun. Usai libur Lebaran, produksi TBS di kawasan itu memang meningkat. Akibatnya, petani kesulitan menjual TBS-nya. Tidak itu saja, agen yang biasanya dengan lancar membeli TBS dari petani, sekarang menjadi pusing karena penjualan TBS di PKS juga dibatasi.

Salah satu contohnya di pabrik terdekat dari Nagori Sordang Bolon yakni PKS Tinjowan yang selama ini menerima TBS pihak ketiga (masyarakat) 150 ton per hari. Saat ini, mereka hanya menerima 50 ton per hari. Bahkan tiga hari setelah libur lebaran (25/9), PKS ini tidak menerima TBS dari pihak ketiga.
Demikian juga dengan PKS Tanah Datar, penerimaan TBS pihak ketiga di pabrik juga dikurangi dari yang sebelumnya 100 ton per hari, berkurang menjadi 50 ton per hari. Sama juga halnya dengan PKS Harkat.

Pengurangan ini disebabkan karena produksi TBS di Kebun Tinjowan dan Kebun Tanah Datar juga meningkat akibat libur lebaran. Artinya selama lima hari itu kebun tidak panen, sementara biasanya kebun tersebut setiap harinya panen TBS, sehingga pabrik kebanyakan buah.

Sedangkan di PKS Harkat bisa menampung 400 ton per hari, disebabkan pabrik ini tidak memiliki kebun. Ketiga pabrik ini sama-sama memiliki kapasitas olah 30 ton per jam. Memang kuota ini setiap harinya berubah-ubah tergantung produksi TBS dari kedua kebun tersebut. Sedangkan dari Nagori Sordang Bolon dan sekitarnya saja rata-rata TBS yang dihasilkan 1.500 ton per hari, sementara kapasitas pabrik terbatas.

Akibat minimnya kuota pihak ketiga di PKS, banyak agen yang mengeluh karena truk pengangkut TBS yang biasanya satu hari sudah bongkar di pabrik, sekarang harus antre tiga sampai empat hari. Hal ini menyebabkan buah busuk dan berdampak kepada harga yang minim terutama di tingkat petani.
“Permasalahan ini terjadi lantaran jumlah PKS yang kurang. Karena itu, solusi satu-satunya adalah dengan menambah jumlah PKS. Apkasindo (Asosiasi Petani/Pedagang Kelapa Sawit Indonesia, Red) juga sedang berupaya untuk membuat PKS yang dikelola koperasi yang bermitra dengan petani. Bantuan pemerintah juga sangat diharapkan untuk mengatasi permasalahan ini,” ujar Ketua Umum Apkasindo, Anizar Simanjuntak, kemarin.

Butuh PKS Lebih Banyak

Ditambahkannya, dengan penurunan harga ini petani merasa kesulitan untuk membayar bunga kredit di beberapa perbankan. Karena, kebanyakan para petani mendapat bantuan kredit dari perbankan, belum lagi harga pupuk terus naik dan sulit untuk didapatkan serta upah kerja tidak bisa dikurangi.
Diakuinya, kendala yang saat ini hanya terjadi di Sumut, Sumatera Selatan, dan Aceh. Sementara untuk di Riau dan Jambi keadaan masih normal.
Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sumut Laksamana Adyaksa mengakui ada beberapa wilayah di Sumut yang jumlah PKS-nya masih kurang, seperti di pantai barat. Namun, untuk wilayah tertentu, jumlah PKS sudah cukup. Bahkan ada yang berlebih.

“Di Sumut, sudah ada seratusan PKS. Regulasi pemerintah yang tidak membolehkan pembangunan PKS tanpa adanya lahan sebesar 2.000 hektar yang membatasi jumlah PKS ini. Penataan yang ditetapkan dalam regulasi ini sangat bagus dalam menjaga persaingan pembelian buah dari perusahaan dan menjaga harga untuk petani. Agar harga dapat terjaga, petani seharusnya menjual TBS langsung ke pabrik, jangan jual ijon, karena agen pasti akan mencari keuntungan,” terangnya.

Menurut Laksamana, harga TBS minggu ini sedikit lebih baik dibandingkan periode yang lalu. Dari tanaman usia muda yang harga per kilogram TBS sekitar Rp1.033/kg menjadi Rp1.113/kg di tingkat pabrik.

“Memang untuk harga rata rata bulan Juli 2012 ini adalah masih di bawah harga rata rata CPO (crude palm oil) pada bulan yang sama di tahun 2011. Namun, harga rata rata CPO di bulan Juli lebih baik juga dibandingkan bulan Juni. Dan sampai Agustus 2012 ini, harga rata rata CPO adalah tidak lebih baik dibandingkan dengan tahun 2011. Tetapi secara overall, bisnis kelapa sawit secara umum dan CPO secara khususnya adalah tetap menarik dan menjanjikan buat para pelaku usaha baik perusahaan maupun masyarakat umumnya,” ucap dia.

Harga TBS Masih Beragam

Dijelaskannya, banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga TBS dan CPO, baik faktor internal ataupun langsung berkaitan dan TBS atau CPO itu sendiri, maupun faktornya yang bersifat eksternal atau tidak terkait dengan TBS dan CPO.

“Sebagai contoh faktor internal adalah beragamnya harga TBS di setiap daerah yang sangat ditentukan dari mutu TBS itu sendiri dan keberadaan PKS yang akan menerima TBS tersebut. Dan faktornya eksternal tentunya adalah terkait dengan kondisi suplai komoditas minyak nabati lainnya,” tuturnya.
Untuk harga TBS di tingkat petani, pada awal Agustus berkisar Rp1.200 per kilogram. Pertengahan atau jelang lebaran naik menjadi Rp1.210 per kilogram. Sedangkan pada 3 September turun lagi menjadi Rp800 hingga Rp900 per kilogram.

“Harga tertinggi hanya Rp1.200 perkilogram. Ini harga tertinggi selama 4 bulan terakhir,” ungkap Laksamana.

Sementara itu, di Labuhanbatu harga TBS kelapa sawit terus mengalami penurunan. Untuk tingkat petani, mereka hanya mampu menolak dengan angka kisaran Rp700-Rp900 rupiah per kilogramnya.

Kanas misalnya, seorang warga Kelurahan Padang Matinggi, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu menuturkan saat ini harga jual TBS-nya sekitar Rp700-Rp800 rupiah per kilonya. “Wah, sekarang harganya sangat anjlok,” katanya, kemarin.

Jika sebelumnya harga jual kepada agen masih diangka kisaran Rp1.030-Rp1.050 per kilonya, kini mereka mengaku kebingungan mengelola uang hasil panen dari perkebunan sawit tersebut. “Terus turun harganya,” akunya.

Walau tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari, namun dirinya terpaksa harus memanen TBS-nya. Guna memenuhi kebutuhan setiap hari, dirinya terpaksa melakukan pemanenan 4 kali selama satu bulan. “Kalau tidak begitu, tidak cukup,” terang Kanas lagi.

Petani Siap-siap Jual Barang Berharga

Diprediksi Kanas, jika harga tetap pada posisi saat ini selama kurun waktu sebulan ke depan, tidak tertutup kemungkinan warga terpaksa menjual barang berharga yang dimiliki. “Paling tidak sepeda motor ditarik dealer, anak yang kuliah terpaksa putus atau barang yang ada dijual atau digadaikan,” prediksinya.

Ketua Apkasindo Kabupaten Labuhanbatu Aminuddin Manurung mengakui kondisi petani saat ini sudah menjerit. Untuk itu dirinya berharap kepada pemerintah daerah hingga pusat agar segera mengambil kebijakan penanggulangan kebutuhan kepada petani.
“Saat ini tidak sesuai lagi antara kebutuhan dengan hasil panen kelapa sawit. Makanya pemerintah harus mampu memberikan subsidi pupuk murah, memperbaiki insfratruktur. Karena kalau fasilitas umum itu baik, petani mungkin dapat menjual TBS-nya dengan harga tinggi,” katanya dari seberang telepon.

Kondisi ini menjadi keresahan di kalangan petani, terlebih pemerintah menerapkan pajak ekspor CPO sekitar 10 persen lebih. “Makanya sekarang masyarakat tidak lagi memupuk lahannya. Kita berharap agar perekonomian petani tidak di bawah garis rata-rata, hilangkan bea CPO itu. Karena yang merasakan dampaknya hanya petani, bukan pengusaha,” pintanya. (ram/dra/mag-16)

Panen Raya Pasca-Lebaran, Pabrik Kelebihan Kuota

MEDAN-Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit kembali menurun terutama di tingkat petani. Hal ini dikarenakan antrean panjang di beberapa Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di daerah Sumatera Utara. Antrean yang bisa mencapai 3 hari akan mengakibatkan TBS busuk karena kelamaan dalam truk. Diperkirakan, jumlah TBS sawit yang membusuk di berbagai daerah mencapai ratusan ton.

SAWIT: Tandan Buah Segar kelapa sawit siap diolah  pabrik.
SAWIT: Tandan Buah Segar kelapa sawit siap diolah di pabrik.

Tak pelak, hal ini membuat petani merugi. Untuk saat ini harga di kalangan petani berkisar Rp800 hingga Rp900 per kilogram.

Contohnya di kawasan Nagori Sordang Bolon, Simalungun. Usai libur Lebaran, produksi TBS di kawasan itu memang meningkat. Akibatnya, petani kesulitan menjual TBS-nya. Tidak itu saja, agen yang biasanya dengan lancar membeli TBS dari petani, sekarang menjadi pusing karena penjualan TBS di PKS juga dibatasi.

Salah satu contohnya di pabrik terdekat dari Nagori Sordang Bolon yakni PKS Tinjowan yang selama ini menerima TBS pihak ketiga (masyarakat) 150 ton per hari. Saat ini, mereka hanya menerima 50 ton per hari. Bahkan tiga hari setelah libur lebaran (25/9), PKS ini tidak menerima TBS dari pihak ketiga.
Demikian juga dengan PKS Tanah Datar, penerimaan TBS pihak ketiga di pabrik juga dikurangi dari yang sebelumnya 100 ton per hari, berkurang menjadi 50 ton per hari. Sama juga halnya dengan PKS Harkat.

Pengurangan ini disebabkan karena produksi TBS di Kebun Tinjowan dan Kebun Tanah Datar juga meningkat akibat libur lebaran. Artinya selama lima hari itu kebun tidak panen, sementara biasanya kebun tersebut setiap harinya panen TBS, sehingga pabrik kebanyakan buah.

Sedangkan di PKS Harkat bisa menampung 400 ton per hari, disebabkan pabrik ini tidak memiliki kebun. Ketiga pabrik ini sama-sama memiliki kapasitas olah 30 ton per jam. Memang kuota ini setiap harinya berubah-ubah tergantung produksi TBS dari kedua kebun tersebut. Sedangkan dari Nagori Sordang Bolon dan sekitarnya saja rata-rata TBS yang dihasilkan 1.500 ton per hari, sementara kapasitas pabrik terbatas.

Akibat minimnya kuota pihak ketiga di PKS, banyak agen yang mengeluh karena truk pengangkut TBS yang biasanya satu hari sudah bongkar di pabrik, sekarang harus antre tiga sampai empat hari. Hal ini menyebabkan buah busuk dan berdampak kepada harga yang minim terutama di tingkat petani.
“Permasalahan ini terjadi lantaran jumlah PKS yang kurang. Karena itu, solusi satu-satunya adalah dengan menambah jumlah PKS. Apkasindo (Asosiasi Petani/Pedagang Kelapa Sawit Indonesia, Red) juga sedang berupaya untuk membuat PKS yang dikelola koperasi yang bermitra dengan petani. Bantuan pemerintah juga sangat diharapkan untuk mengatasi permasalahan ini,” ujar Ketua Umum Apkasindo, Anizar Simanjuntak, kemarin.

Butuh PKS Lebih Banyak

Ditambahkannya, dengan penurunan harga ini petani merasa kesulitan untuk membayar bunga kredit di beberapa perbankan. Karena, kebanyakan para petani mendapat bantuan kredit dari perbankan, belum lagi harga pupuk terus naik dan sulit untuk didapatkan serta upah kerja tidak bisa dikurangi.
Diakuinya, kendala yang saat ini hanya terjadi di Sumut, Sumatera Selatan, dan Aceh. Sementara untuk di Riau dan Jambi keadaan masih normal.
Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sumut Laksamana Adyaksa mengakui ada beberapa wilayah di Sumut yang jumlah PKS-nya masih kurang, seperti di pantai barat. Namun, untuk wilayah tertentu, jumlah PKS sudah cukup. Bahkan ada yang berlebih.

“Di Sumut, sudah ada seratusan PKS. Regulasi pemerintah yang tidak membolehkan pembangunan PKS tanpa adanya lahan sebesar 2.000 hektar yang membatasi jumlah PKS ini. Penataan yang ditetapkan dalam regulasi ini sangat bagus dalam menjaga persaingan pembelian buah dari perusahaan dan menjaga harga untuk petani. Agar harga dapat terjaga, petani seharusnya menjual TBS langsung ke pabrik, jangan jual ijon, karena agen pasti akan mencari keuntungan,” terangnya.

Menurut Laksamana, harga TBS minggu ini sedikit lebih baik dibandingkan periode yang lalu. Dari tanaman usia muda yang harga per kilogram TBS sekitar Rp1.033/kg menjadi Rp1.113/kg di tingkat pabrik.

“Memang untuk harga rata rata bulan Juli 2012 ini adalah masih di bawah harga rata rata CPO (crude palm oil) pada bulan yang sama di tahun 2011. Namun, harga rata rata CPO di bulan Juli lebih baik juga dibandingkan bulan Juni. Dan sampai Agustus 2012 ini, harga rata rata CPO adalah tidak lebih baik dibandingkan dengan tahun 2011. Tetapi secara overall, bisnis kelapa sawit secara umum dan CPO secara khususnya adalah tetap menarik dan menjanjikan buat para pelaku usaha baik perusahaan maupun masyarakat umumnya,” ucap dia.

Harga TBS Masih Beragam

Dijelaskannya, banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga TBS dan CPO, baik faktor internal ataupun langsung berkaitan dan TBS atau CPO itu sendiri, maupun faktornya yang bersifat eksternal atau tidak terkait dengan TBS dan CPO.

“Sebagai contoh faktor internal adalah beragamnya harga TBS di setiap daerah yang sangat ditentukan dari mutu TBS itu sendiri dan keberadaan PKS yang akan menerima TBS tersebut. Dan faktornya eksternal tentunya adalah terkait dengan kondisi suplai komoditas minyak nabati lainnya,” tuturnya.
Untuk harga TBS di tingkat petani, pada awal Agustus berkisar Rp1.200 per kilogram. Pertengahan atau jelang lebaran naik menjadi Rp1.210 per kilogram. Sedangkan pada 3 September turun lagi menjadi Rp800 hingga Rp900 per kilogram.

“Harga tertinggi hanya Rp1.200 perkilogram. Ini harga tertinggi selama 4 bulan terakhir,” ungkap Laksamana.

Sementara itu, di Labuhanbatu harga TBS kelapa sawit terus mengalami penurunan. Untuk tingkat petani, mereka hanya mampu menolak dengan angka kisaran Rp700-Rp900 rupiah per kilogramnya.

Kanas misalnya, seorang warga Kelurahan Padang Matinggi, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu menuturkan saat ini harga jual TBS-nya sekitar Rp700-Rp800 rupiah per kilonya. “Wah, sekarang harganya sangat anjlok,” katanya, kemarin.

Jika sebelumnya harga jual kepada agen masih diangka kisaran Rp1.030-Rp1.050 per kilonya, kini mereka mengaku kebingungan mengelola uang hasil panen dari perkebunan sawit tersebut. “Terus turun harganya,” akunya.

Walau tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari, namun dirinya terpaksa harus memanen TBS-nya. Guna memenuhi kebutuhan setiap hari, dirinya terpaksa melakukan pemanenan 4 kali selama satu bulan. “Kalau tidak begitu, tidak cukup,” terang Kanas lagi.

Petani Siap-siap Jual Barang Berharga

Diprediksi Kanas, jika harga tetap pada posisi saat ini selama kurun waktu sebulan ke depan, tidak tertutup kemungkinan warga terpaksa menjual barang berharga yang dimiliki. “Paling tidak sepeda motor ditarik dealer, anak yang kuliah terpaksa putus atau barang yang ada dijual atau digadaikan,” prediksinya.

Ketua Apkasindo Kabupaten Labuhanbatu Aminuddin Manurung mengakui kondisi petani saat ini sudah menjerit. Untuk itu dirinya berharap kepada pemerintah daerah hingga pusat agar segera mengambil kebijakan penanggulangan kebutuhan kepada petani.
“Saat ini tidak sesuai lagi antara kebutuhan dengan hasil panen kelapa sawit. Makanya pemerintah harus mampu memberikan subsidi pupuk murah, memperbaiki insfratruktur. Karena kalau fasilitas umum itu baik, petani mungkin dapat menjual TBS-nya dengan harga tinggi,” katanya dari seberang telepon.

Kondisi ini menjadi keresahan di kalangan petani, terlebih pemerintah menerapkan pajak ekspor CPO sekitar 10 persen lebih. “Makanya sekarang masyarakat tidak lagi memupuk lahannya. Kita berharap agar perekonomian petani tidak di bawah garis rata-rata, hilangkan bea CPO itu. Karena yang merasakan dampaknya hanya petani, bukan pengusaha,” pintanya. (ram/dra/mag-16)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/