26.8 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Gubsu Klarifikasi Wisata Halal di Danau Toba, Edy: Itu Hoax, Fitnah

istimewa DANAU TOBA: Panorama keindahan alam Danau Toba di Balige. Masuknya Geopark Kaldera Toba membuat wisata Danau Toba bakal mendunia.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi membantah dirinya pernah melontarkan pernyataan akan membuat Danau Toba syariah. Menurut Edy, informasi yang beredar saat ini adalah hoax dan fitnah. Selaku gubernur, Edy mengaku sangat menyadari masyarakat Sumut beragam. Ada kabupaten/kota yang masyarakatnya mayoritas Muslim. Ada pula yang mayoritas Nasrani.

“APA pernah Anda dengar saya bilang mau membuat Danau Toba syariah?” tanya Edy kepada wartawan di gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (4/9).

Menurutnya, ada kesalahpahaman informasi atas apa yang disampaikannya

“Ada pihak yang salah menafsirkan, kemudian mendramatisir wisata halal, dan akhirnya menyalahkan. Ini yang menjadi masalah. Masyarakat menjadi salah menanggapinya,” ujar Edy.

Dia menjelaskan, usai kunjungan Presiden Jokowi ke Danau Toba beberapa waktu lalu, ia ditanya wartawan mengenai apa tindakannya sebagai gubernur terkait Danau Toba sebagai wisata unggulan. Edy pun menjawab, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan mengenai wisata Danau Toba.

Pertama, mengenai wisatawan mana yang paling banyak datang ke Danau Toba.

Dicontohkannya, jika wisatawan Malaysia yang paling banyak datang, segala keperluannya harus dipersiapkan. Hal itu tentu saja perlu disesuaikan dengan kebiasaan dan kebudayaan wisatawan yang datang. Sehingga wisatawan bisa nyaman dan akan kembali lagi ke Danau Toba. Begitu pula dengan bangsa lain yang datang.

Kedua, mengenai infrastuktur. Menurutnya infrasturktur sebagai konsep pariwisata haruslah disiapkan juga. “Harus siap infrastruktur akomodasi yang representatif,” kata Edy Rahmayadi, sembari menegaskan kembali, dirinya tidak pernah menyampaikan tentang rencana menerapkan wisata halal di Danau Toba.

Gubernur pun berharap kepada semua pihak agar polemik ini segera berakhir. Jika terus berlanjut dikhawatirkan akan berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat Sumut. Masyarakat pun diingatkan untuk tidak percaya dengan fitnah dan hasutan. “Jangan pernah percaya dengan hasutan dan fitnah,” tegas Edy.

Sebelumnya, saat melakukan kunjungan ke Nias, Selasa (3/9) lalu, Edy juga sudah memberikan klarifikasi tentang wisata halal ini. Mantan Pangkostrad ini menjelaskan, setiap daerah pariwisata menjadi ramai, bukan dipandang karena agama yang dianut masyarakat sekitarnya. Namun, setiap daerah wisata juga harus mempertimbangkan suatu kebutuhan wisatawan.

“Kita tidak memandang apa pun itu agamanya. Tetapi kalau ada orang Islam datang ke tempat itu, contoh di Bali, ada makanan di situ, rumah makan halal. Di Thailand yang mayoritas beragama Buddha, tapi di situ ada rumah makan halal,” jelasnya.

Menurutnya, konsep wisata yang sedang dibangun untuk mengembangkan pariwisata Danau Toba sebagai destinasi wisata internasional, juga tidak menghilangkan akar budaya masyarakat yang sudah turun-temurun di sekitar Danau Toba. “Banyak orang yang tidak memahami. Konsep wisata halal Danau Toba bukan berarti semua rumah makan di sana harus berlabel halal. Ini orang-orang belum mengerti, bahkan sampai ada yang mendramatisir. Itu dia yang menjadikan masalah,” ungkapnya.

Menurut Edy, produk halal itu bukan merupakan kewenangan pemerintah untuk memberikan penjelasan. Itu merupakan kewenangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menjelaskan, termasuk di daerah wisata lainnya. “Seperti penyelenggaran Sail Nias 2019 yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Orang-orang tidak akan datang ke Nias apabila tak ada tempat untuk makan. Kita tidak boleh mengecilkan agama apapun,” sebutnya.

Hentikan Polemik

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Kerukunan Puak Batak Bersaudara, Mayjend TNI (Purn) Sumiharjo Pakpahan mengajak masyarakat untuk tidak menyikapi polemik wisata halal dengan emosional, tanpa melihat dampak positif dari wacana tersebut.

“Jadi kita harus berpikir positif dan tidak emosional menanggapi masalah ini. Kerukunan Puak Batak Bersaudara tujuannya adalah rukun. Jika ada pernyataan seperti itu, lebih baik kita tanyakan langsung sebelum mengembangkan isu,” ungkap Sumiharjo kepada wartawan di Medan, Rabu (4/9) siang.

Temu pers itu juga dihadiri Ketua DPD Kerukunan Puak Batak Bersaudara Provinsi Sumut, Prof DR Marihot Manullang bersama jajaran pengurus lainnya.

Sumiharjo meminta kepada pihak-pihak yang bertentangan, untuk berpikir postif. Kalau tidak, akan memperkeruh suasana. Dengan polemik tersebut, yang dirugikan adalah orang Batak di Danau Toba sana.”Ini yang harus kita jaga. Jangan sampai pernyataan itu diplesetkan pihak-pihak yang berkepentingan,” ucap Sumiharjo.

Diketahui, wisata halal itu merupakan kebutuhan dan hak bagi wisatawan Muslim untuk mendapatkan fasilitas, seperti makanan dengan sajian halal dan dilengkapi tempat beribadah seperti masjid atau musala. Menurut Sumiharjo, hal itu bukan berarti akan merusak adat istiadat dan kearifan local di kawasan Danau Toba. Malah sebaliknya, akan banyak menarik kunjungan wisatawan muslim dari berbagai negara untuk berkunjung ke Danau Toba. “Jangan menanggapinya, wah akan dibuat nanti aturan halal menurut Islam, tidak. Itu tanggapan kita yang salah. Halal menurut satu agama, belum tentu halal satu agama lainnya,” jelas Sumiharjo.

Sumiharjo yang dikenal sebagai tokoh Batak yang sangat telorenasi itu, sangat memahami kebutuhan serta hak bagi seorang Muslim dalam menjalani ibadahnya. Sudah sepantasnya, danau terbesar di Asia Tenggara itu ramah dengan wisata Muslim. Apalagi, wisatawan mancanegra berkunjung ke Danau Toba didominasi warga Malaysia yang mayoritas pemeluk agama Islam.

“Kita harus menujukan kerukanan itu, kita mendidik manusia itu taat kepada agamanya. Yang Islam salat 5 waktu, salat Jumat. Kalau tidak ada rumah ibadah di sana (Danau Toba), sudah tidak ketuhanan yang maha esa itu. Makanya jangan emosial kita,” sebutnya.

Sumiharjo juga menegaskan, dirinya bukan pada posisi mendukung atau tidak atas konsep wisata halal yang disampaikan mantan Ketua Umum PSSI itu. Akan tetapi dia ingin semua harus berpikir positif dulu. “Bila hal ini cara terbaik untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kawasan Startegi Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba, Kerukanan Puak Batak Bersaudra mendukungnya, pasti masyarakat diuntungkan,” tegasnya.

Sumiharjo menambahkan, Pemprov Sumut juga harus terbuka kepada masyarakat soal wacana halal tersebut. Dengan begitu, polemik di tengah masyarakat secepat akan tuntas dan selesai. “Supaya ini tidak berkepanjangan, perlu juga membuat seminar. Undang semua toko agama, toko masyarakat, undang Pak Gubernur dan saya siap sebagai pembicara juga,” pungkasnya.

Dalam jumpa pers itu, juga dihadiri langsung oleh Ketua DPD Kerukunan Puak Batak Bersaudara Provinsi Sumut, Prof.DR. Marihot Manullang? bersama jajaran pengurus lainnya.(gus)

istimewa DANAU TOBA: Panorama keindahan alam Danau Toba di Balige. Masuknya Geopark Kaldera Toba membuat wisata Danau Toba bakal mendunia.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi membantah dirinya pernah melontarkan pernyataan akan membuat Danau Toba syariah. Menurut Edy, informasi yang beredar saat ini adalah hoax dan fitnah. Selaku gubernur, Edy mengaku sangat menyadari masyarakat Sumut beragam. Ada kabupaten/kota yang masyarakatnya mayoritas Muslim. Ada pula yang mayoritas Nasrani.

“APA pernah Anda dengar saya bilang mau membuat Danau Toba syariah?” tanya Edy kepada wartawan di gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (4/9).

Menurutnya, ada kesalahpahaman informasi atas apa yang disampaikannya

“Ada pihak yang salah menafsirkan, kemudian mendramatisir wisata halal, dan akhirnya menyalahkan. Ini yang menjadi masalah. Masyarakat menjadi salah menanggapinya,” ujar Edy.

Dia menjelaskan, usai kunjungan Presiden Jokowi ke Danau Toba beberapa waktu lalu, ia ditanya wartawan mengenai apa tindakannya sebagai gubernur terkait Danau Toba sebagai wisata unggulan. Edy pun menjawab, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan mengenai wisata Danau Toba.

Pertama, mengenai wisatawan mana yang paling banyak datang ke Danau Toba.

Dicontohkannya, jika wisatawan Malaysia yang paling banyak datang, segala keperluannya harus dipersiapkan. Hal itu tentu saja perlu disesuaikan dengan kebiasaan dan kebudayaan wisatawan yang datang. Sehingga wisatawan bisa nyaman dan akan kembali lagi ke Danau Toba. Begitu pula dengan bangsa lain yang datang.

Kedua, mengenai infrastuktur. Menurutnya infrasturktur sebagai konsep pariwisata haruslah disiapkan juga. “Harus siap infrastruktur akomodasi yang representatif,” kata Edy Rahmayadi, sembari menegaskan kembali, dirinya tidak pernah menyampaikan tentang rencana menerapkan wisata halal di Danau Toba.

Gubernur pun berharap kepada semua pihak agar polemik ini segera berakhir. Jika terus berlanjut dikhawatirkan akan berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat Sumut. Masyarakat pun diingatkan untuk tidak percaya dengan fitnah dan hasutan. “Jangan pernah percaya dengan hasutan dan fitnah,” tegas Edy.

Sebelumnya, saat melakukan kunjungan ke Nias, Selasa (3/9) lalu, Edy juga sudah memberikan klarifikasi tentang wisata halal ini. Mantan Pangkostrad ini menjelaskan, setiap daerah pariwisata menjadi ramai, bukan dipandang karena agama yang dianut masyarakat sekitarnya. Namun, setiap daerah wisata juga harus mempertimbangkan suatu kebutuhan wisatawan.

“Kita tidak memandang apa pun itu agamanya. Tetapi kalau ada orang Islam datang ke tempat itu, contoh di Bali, ada makanan di situ, rumah makan halal. Di Thailand yang mayoritas beragama Buddha, tapi di situ ada rumah makan halal,” jelasnya.

Menurutnya, konsep wisata yang sedang dibangun untuk mengembangkan pariwisata Danau Toba sebagai destinasi wisata internasional, juga tidak menghilangkan akar budaya masyarakat yang sudah turun-temurun di sekitar Danau Toba. “Banyak orang yang tidak memahami. Konsep wisata halal Danau Toba bukan berarti semua rumah makan di sana harus berlabel halal. Ini orang-orang belum mengerti, bahkan sampai ada yang mendramatisir. Itu dia yang menjadikan masalah,” ungkapnya.

Menurut Edy, produk halal itu bukan merupakan kewenangan pemerintah untuk memberikan penjelasan. Itu merupakan kewenangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menjelaskan, termasuk di daerah wisata lainnya. “Seperti penyelenggaran Sail Nias 2019 yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Orang-orang tidak akan datang ke Nias apabila tak ada tempat untuk makan. Kita tidak boleh mengecilkan agama apapun,” sebutnya.

Hentikan Polemik

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Kerukunan Puak Batak Bersaudara, Mayjend TNI (Purn) Sumiharjo Pakpahan mengajak masyarakat untuk tidak menyikapi polemik wisata halal dengan emosional, tanpa melihat dampak positif dari wacana tersebut.

“Jadi kita harus berpikir positif dan tidak emosional menanggapi masalah ini. Kerukunan Puak Batak Bersaudara tujuannya adalah rukun. Jika ada pernyataan seperti itu, lebih baik kita tanyakan langsung sebelum mengembangkan isu,” ungkap Sumiharjo kepada wartawan di Medan, Rabu (4/9) siang.

Temu pers itu juga dihadiri Ketua DPD Kerukunan Puak Batak Bersaudara Provinsi Sumut, Prof DR Marihot Manullang bersama jajaran pengurus lainnya.

Sumiharjo meminta kepada pihak-pihak yang bertentangan, untuk berpikir postif. Kalau tidak, akan memperkeruh suasana. Dengan polemik tersebut, yang dirugikan adalah orang Batak di Danau Toba sana.”Ini yang harus kita jaga. Jangan sampai pernyataan itu diplesetkan pihak-pihak yang berkepentingan,” ucap Sumiharjo.

Diketahui, wisata halal itu merupakan kebutuhan dan hak bagi wisatawan Muslim untuk mendapatkan fasilitas, seperti makanan dengan sajian halal dan dilengkapi tempat beribadah seperti masjid atau musala. Menurut Sumiharjo, hal itu bukan berarti akan merusak adat istiadat dan kearifan local di kawasan Danau Toba. Malah sebaliknya, akan banyak menarik kunjungan wisatawan muslim dari berbagai negara untuk berkunjung ke Danau Toba. “Jangan menanggapinya, wah akan dibuat nanti aturan halal menurut Islam, tidak. Itu tanggapan kita yang salah. Halal menurut satu agama, belum tentu halal satu agama lainnya,” jelas Sumiharjo.

Sumiharjo yang dikenal sebagai tokoh Batak yang sangat telorenasi itu, sangat memahami kebutuhan serta hak bagi seorang Muslim dalam menjalani ibadahnya. Sudah sepantasnya, danau terbesar di Asia Tenggara itu ramah dengan wisata Muslim. Apalagi, wisatawan mancanegra berkunjung ke Danau Toba didominasi warga Malaysia yang mayoritas pemeluk agama Islam.

“Kita harus menujukan kerukanan itu, kita mendidik manusia itu taat kepada agamanya. Yang Islam salat 5 waktu, salat Jumat. Kalau tidak ada rumah ibadah di sana (Danau Toba), sudah tidak ketuhanan yang maha esa itu. Makanya jangan emosial kita,” sebutnya.

Sumiharjo juga menegaskan, dirinya bukan pada posisi mendukung atau tidak atas konsep wisata halal yang disampaikan mantan Ketua Umum PSSI itu. Akan tetapi dia ingin semua harus berpikir positif dulu. “Bila hal ini cara terbaik untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kawasan Startegi Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba, Kerukanan Puak Batak Bersaudra mendukungnya, pasti masyarakat diuntungkan,” tegasnya.

Sumiharjo menambahkan, Pemprov Sumut juga harus terbuka kepada masyarakat soal wacana halal tersebut. Dengan begitu, polemik di tengah masyarakat secepat akan tuntas dan selesai. “Supaya ini tidak berkepanjangan, perlu juga membuat seminar. Undang semua toko agama, toko masyarakat, undang Pak Gubernur dan saya siap sebagai pembicara juga,” pungkasnya.

Dalam jumpa pers itu, juga dihadiri langsung oleh Ketua DPD Kerukunan Puak Batak Bersaudara Provinsi Sumut, Prof.DR. Marihot Manullang? bersama jajaran pengurus lainnya.(gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/