26.7 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Raja Anita Menangis Diboyong ke Lapas

DPO Dugaan Korupsi Dana Bansos Serahkan Diri

MEDAN- Setelah dua bulan menghilang, Raja Anita (45) salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Sekda Pemprovsu Tahun Anggaran (TA) 2010 menyerahkan diri. Kemarin, dia mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) di Jalan AH Nasution Medann

TANGIS: Tersangka kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Raja Anita (baju pink) berusaha menutup wajahnya  tangannya saat diabadikan fotografer  Kejatisu Jalan AH Nasution Medan, Kamis (4/10). //TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
TANGIS: Tersangka kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Raja Anita (baju pink) berusaha menutup wajahnya dengan tangannya saat diabadikan fotografer di Kejatisu Jalan AH Nasution Medan, Kamis (4/10). //TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Hasilnya, usai menjalani pemeriksaan hingga lima jam di ruang penyidik, Raja Anita yang didampingi kuasa hukumnya langsung diboyong ke Lapas Wanita Tanjung Gusta Medan. Raja Anita yang merupakan mantan Staf Biro Keuangan Sekda Pemprovsu TA 2010 ini mendatangi Kejatisu sekitar pukul 10.30 WIB didampingi kuasa hukumnya SM Hasugian. Wanita yang telah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) itu langsung diperiksa secara intensif oleh penyidik Kejatisu hingga pukul 17.00 WIB.

Raja Anita sempat menangis ketika melihat para wartawan yang terus standby di depan ruangan penyidik untuk memotret dirinya. Bahkan, saat beberapa langkah keluar dari ruang penyidik menuju toilet, Raja Anita yang mengenakan kemeja tangan panjang berwarna merah jambu dan celana jeans itu langsung menghindar dengan menutup wajahnya dan kembali masuk ke ruang penyidik.

Kasi Penkum Kejatisu, Marcos Simaremare mengatakan Raja Anita yang menjalani pemeriksaan di ruang penyidik mengaku selama ini sakit. Meski begitu, Raja Anita terlihat sehat atau tidak sakit seperti yang diakuinya selama ini. Sebelumnya, tersangka mangkir dari panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Panggilan ketiga atau terakhir dilakukan 27 Juli 2012 lalu. Namun yang bersangkutan ternyata kabur.

Penyidik pun sempat memantau keberadaanya di Kantor Pemprovsu maupun di kediamannya Jalan Menteng Raya, Kecamatan Medan Denai. “Tidak tahu lari ke mana. Hanya saja berdasarkan surat sakit yang dikeluarkan RSD Ibnu Saleh dia hanya butuh istirahat. Sakitnya tidak jelas. Dia menyerahkan diri, bukan ditangkap. Dia datang sekira pukul 10.30 WIB,” ucap Marcos Simaremare.

Mantan Kasi Intel Kejari Tarutung ini mengungkapkan, dua hari sebelum menyerahkan diri, kuasa hukum Raja Anita mendatangi penyidik untuk meminta penangguhan penahanan. Namun, permohonanya ditolak karena tersangka harus dihadirkan. Penyidik tidak mau hanya menerima alasan begitu saja. Penyidik butuh kehadiran dan semuanya harus jelas. Raja Anita sendiri merupakan satu-satunya tersangka yang paling tidak kooperatif.

“Kalau dibantarkan alasannya apa? Kalau sakit, sakitnya apa? Dia ke mana? Harus dihadirkan. Sebab, keterangannya perlu karena berbenturan dengan tersangka lain dan ingin mencari tersangka baru. Tidak bisa alasan begitu saja. Sampai sekarang kondisinya sehat,” ungkapnya.

Marcos menambahkan, Raja Anita disangkakan pasal berlapis karena melanggar Pasal 2,3,8,9 UU No20/2001 tentang tindak pidana korupsi. Dalam kasus tersebut, peranan Raja Anita memotong dana Bansos antara 30 persen-60 persen terhadap 17 yayasan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp255 juta. Jumlah itu berdasarkan bantuan yang dipotongnya sendiri dari 17 yayasan tersebut.

Sementara itu, sikap “overacting” ditunjukkan beberapa pegawai Kejatisu yang melakukan pengawalan ketika membawa Raja Anita saat hendak diboyong ke mobil yang akan membawanya menuju Lapas Wanita Tanjung Gusta Medan. Pengawalan tidak seperti biasanya. Puluhan staf dikerahkan untuk mengawal perempuan yang selama dua bulan itu melarikan diri.

Pegawai Kejatisu juga dinilai menghalangi kinerja wartawan dan fotografer yang meliput saat Raja Anita dibawa memasuki mobil. Mereka menarik, menolak, dan menyikut para awak media. Akibatnya fotografer SINDO, Boy Kadri Tarigan terjatuh. Sedangkan lensa milik Awot, fotografer Medan Bisnis lepas dari badan kamera. Bukan itu saja, beberapa wartawan yang berusaha mengabadikan Raja Anita yang saat itu menangis tersedu-sedu pun dihalangi.

Keributan pun tidak terhindarkan. Beberapa awak media langsung mendatangi pegawai Kejatisu yang menghalangi kinerja wartawan. “Apa maksud kau menghalangi kerja kami. Kau kerja, kami kerja. Gak pernah kami ngalangin kelen ya,” teriak Awot dengan nada tinggi.

Marcos Simaremare mengatakan, staf Kejatisu tidak ada bermaksud  menghalangi kinerja wartawan. Pengamanan yang banyak untuk memudahkan kerja saja. “Tidak ada maksud kami menggangu kinerja wartawan,” ucapnya singkat. (far)

DPO Dugaan Korupsi Dana Bansos Serahkan Diri

MEDAN- Setelah dua bulan menghilang, Raja Anita (45) salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Sekda Pemprovsu Tahun Anggaran (TA) 2010 menyerahkan diri. Kemarin, dia mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) di Jalan AH Nasution Medann

TANGIS: Tersangka kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Raja Anita (baju pink) berusaha menutup wajahnya  tangannya saat diabadikan fotografer  Kejatisu Jalan AH Nasution Medan, Kamis (4/10). //TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
TANGIS: Tersangka kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Raja Anita (baju pink) berusaha menutup wajahnya dengan tangannya saat diabadikan fotografer di Kejatisu Jalan AH Nasution Medan, Kamis (4/10). //TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Hasilnya, usai menjalani pemeriksaan hingga lima jam di ruang penyidik, Raja Anita yang didampingi kuasa hukumnya langsung diboyong ke Lapas Wanita Tanjung Gusta Medan. Raja Anita yang merupakan mantan Staf Biro Keuangan Sekda Pemprovsu TA 2010 ini mendatangi Kejatisu sekitar pukul 10.30 WIB didampingi kuasa hukumnya SM Hasugian. Wanita yang telah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) itu langsung diperiksa secara intensif oleh penyidik Kejatisu hingga pukul 17.00 WIB.

Raja Anita sempat menangis ketika melihat para wartawan yang terus standby di depan ruangan penyidik untuk memotret dirinya. Bahkan, saat beberapa langkah keluar dari ruang penyidik menuju toilet, Raja Anita yang mengenakan kemeja tangan panjang berwarna merah jambu dan celana jeans itu langsung menghindar dengan menutup wajahnya dan kembali masuk ke ruang penyidik.

Kasi Penkum Kejatisu, Marcos Simaremare mengatakan Raja Anita yang menjalani pemeriksaan di ruang penyidik mengaku selama ini sakit. Meski begitu, Raja Anita terlihat sehat atau tidak sakit seperti yang diakuinya selama ini. Sebelumnya, tersangka mangkir dari panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Panggilan ketiga atau terakhir dilakukan 27 Juli 2012 lalu. Namun yang bersangkutan ternyata kabur.

Penyidik pun sempat memantau keberadaanya di Kantor Pemprovsu maupun di kediamannya Jalan Menteng Raya, Kecamatan Medan Denai. “Tidak tahu lari ke mana. Hanya saja berdasarkan surat sakit yang dikeluarkan RSD Ibnu Saleh dia hanya butuh istirahat. Sakitnya tidak jelas. Dia menyerahkan diri, bukan ditangkap. Dia datang sekira pukul 10.30 WIB,” ucap Marcos Simaremare.

Mantan Kasi Intel Kejari Tarutung ini mengungkapkan, dua hari sebelum menyerahkan diri, kuasa hukum Raja Anita mendatangi penyidik untuk meminta penangguhan penahanan. Namun, permohonanya ditolak karena tersangka harus dihadirkan. Penyidik tidak mau hanya menerima alasan begitu saja. Penyidik butuh kehadiran dan semuanya harus jelas. Raja Anita sendiri merupakan satu-satunya tersangka yang paling tidak kooperatif.

“Kalau dibantarkan alasannya apa? Kalau sakit, sakitnya apa? Dia ke mana? Harus dihadirkan. Sebab, keterangannya perlu karena berbenturan dengan tersangka lain dan ingin mencari tersangka baru. Tidak bisa alasan begitu saja. Sampai sekarang kondisinya sehat,” ungkapnya.

Marcos menambahkan, Raja Anita disangkakan pasal berlapis karena melanggar Pasal 2,3,8,9 UU No20/2001 tentang tindak pidana korupsi. Dalam kasus tersebut, peranan Raja Anita memotong dana Bansos antara 30 persen-60 persen terhadap 17 yayasan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp255 juta. Jumlah itu berdasarkan bantuan yang dipotongnya sendiri dari 17 yayasan tersebut.

Sementara itu, sikap “overacting” ditunjukkan beberapa pegawai Kejatisu yang melakukan pengawalan ketika membawa Raja Anita saat hendak diboyong ke mobil yang akan membawanya menuju Lapas Wanita Tanjung Gusta Medan. Pengawalan tidak seperti biasanya. Puluhan staf dikerahkan untuk mengawal perempuan yang selama dua bulan itu melarikan diri.

Pegawai Kejatisu juga dinilai menghalangi kinerja wartawan dan fotografer yang meliput saat Raja Anita dibawa memasuki mobil. Mereka menarik, menolak, dan menyikut para awak media. Akibatnya fotografer SINDO, Boy Kadri Tarigan terjatuh. Sedangkan lensa milik Awot, fotografer Medan Bisnis lepas dari badan kamera. Bukan itu saja, beberapa wartawan yang berusaha mengabadikan Raja Anita yang saat itu menangis tersedu-sedu pun dihalangi.

Keributan pun tidak terhindarkan. Beberapa awak media langsung mendatangi pegawai Kejatisu yang menghalangi kinerja wartawan. “Apa maksud kau menghalangi kerja kami. Kau kerja, kami kerja. Gak pernah kami ngalangin kelen ya,” teriak Awot dengan nada tinggi.

Marcos Simaremare mengatakan, staf Kejatisu tidak ada bermaksud  menghalangi kinerja wartawan. Pengamanan yang banyak untuk memudahkan kerja saja. “Tidak ada maksud kami menggangu kinerja wartawan,” ucapnya singkat. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/