MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kuasa hukum keturunan Raja Deli X menduga ada permainan pihak tertentu dalam polemik pembebasan lahan jalan tol Medan-Binjai khususnya di seksi 1, Tanjungmulia, Medan Deli. Kecurigaan itu terlihat dari tidak dilibatkannya Tengku Azan Khan, Tengku Awaluddin Taufq, dan Tengku Isywari yang merupakan keturunan Raja Deli ke-10 selaku pemegang grant sultan.
Afrizon Alwi SH MH selaku kuasa hukum keturunan Raja Deli X mengatakan, dalam perkara sengkata lahan ini diduga ada permainan pihak tertentu. Kecurigaannya itu terlihat jelas dari pemanggilan tim penyelesaian lahan tentang ganti rugi terhadap warga pemegang SHM.
“Pemanggilannya melalui iklan di surat kabar, tapi kenapa klien saya tidak tercantum namanya. Yang dilibatkan hanya 16 warga pemegang sertifikat tanah BPN yang diduga dasar alas hak tanahnya tidak jelas,” ungkap Afrizon kepada Sumut Pos, Rabu (4/10).
Anehnya, lanjut dia, di antara pemegang sertifikat yang dikeluarkan BPN Medan dan Sumut, ditenggarai terdapat dua warga negara asing (WNA). Oleh sebab itu, kliennya melakukan gugatan atas lahan itu. “Gelar perkara di BPN Pusat, jelas diterangkan jika alas hak grant sultan klien saya dinyatakan sah, sementara sertifikat yang beredar selain ini cacat secara yuridis. Tapi sepertinya BPN Medan mengangkangi keputusan itu,” bebernya lagi.
Dia juga menduga, sejumlah pihak yang mengklaim tanah tersebut yang memegang sertifikat hak milik (SHM), adalah SHM bodong. “Ada 8 SHM bodong. Saat gelar perkara di BPN Pusat pada 16 Juni 2011 lalu, terdapat 16 SHM bodong yang dibuat tanpa alas hak yang sah sebagaimana milik para pengugat,” ungkapnya.
Afrizon juga membenarkan kalau ada 400 KK yang bermukim di atas lahan itu. Namun, pihak pengembang dan pembangunan jalan tol Medan-Binjai telah salah memberikan ganti rugi. Kenapa pihak yang tidak memilik hak atas lahan itu dipanggil tim penyelesaian lahan tentang ganti rugi, sementara kliennya sebagai pemilik sah lahan itu tidak. “Kita di sini mendukung program pembangunan nasional. Namun, harus sesuailah. Di sini pemilik tanah adalah pengungat. Janganlah salah memberikan ganti rugi atas lahan itu,” harapnya.
Menurutnya, lahan yang terkena pembebasan untuk pembangunan jalan tol Medan-Binjai itu seluas 40 hektar, dikali Rp2 juta permeter. “Jadinya totalnya sekitar Rp400 miliar lebih. Kita harapkan ganti rugi sesuai dengan pemilik lahan tersebut,” katanya.
Selain itu, Afrizon juga mengungkapkan, pihaknya juga melayangkan gugatan yang sama pada lahan milik grant sultan lainnya yang terkena pembebasan lahan pembangunan tol tersebut. Gugatan kedua itu untuk grant sultan 254 atas nama Tengku Muhammad Dalik, objek sengketa seluas 30 hektar. Untuk yang terkena pembebasan jalan tol seluas 5 hektar dengan nomor gugatan : 448/PDT.G/2017/PN Medan.
“Kemudian untuk gugatan ketiga grant sultan 257 dan 258 atas nama Tengku Maimuna istri dari Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah Sultan Deli XI. No 443/PDT.G/2017/PN Medan. Karena, gugatan ini, kita layangkan untuk tergugat atas lahan secara pribadi mengklaim sebagai pemilik tanah. Sekarang masih dalam pemanggilan tergugat di PN Medan,” tandasnya.