25.6 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Giliran Guru Agama Dipungli

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DUGAAN PUNGLI SERTIFIKASI GURU AGAMA_Sejumlah guru agama Kristen yang mengajar di kota Medan berbincang seusai melapor ke Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut di Jalan Majapahit Medan, Senin (27/2). Mereka melaporkan kasus dugaan pungli dana sertifikasi guru yang dilakukan seorang oknum PNS di jajaran kantor Kementerian Agama Medan.

SUMUTPOS.CO – Pelaku pungutan liar (pungli) seakan tak ada kapok-kapoknya. Meski sudah banyak yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT), namun masih ada saja oknum pejabat di pemerintahan yang melakukan pungli. Kali ini, giliran guru-guru Agama Kristen Protestan di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenang) yang menjadi korban.

Kemarin (27/2) siang, sejumlah guru Agama Kristen Protestan dari berbagai sekolah negeri dan swasta mendatangi Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut, Jalan Mojopahit Medan. Mereka mengaku kerap mengalami praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum di Kemenag Kota Medan. Praktik pungli tersebut dilakukan pada saat proses pengurusan dana sertifikasi.

Menurut seorang guru yang namanya enggan dikorankan, pungli dilakukan oknum Kepala Seksi (Kasi) Binmas Kristen Kemenag Medan berinisial HJS. Besaran pungli tidak ditentukan atau bervariasi.

“Jadi, ketika dana sertifikasi sudah cair, mereka minta laporan pertangung jawaban. Di situlah, kami dimintai kutipan-kutipan,” sebut SJB, guru Agama Protestan yang mengajar di salah satu SMK Negeri Medan.

Tak hanya para rekan seprofesinya, kata SJB, suaminya yang juga guru di SMK Negeri Medan, SS, juga mengalami hal yang sama. Bahkan, pungli yang dilakukan terhadap suaminya terbilang cukup besar.

“Suami saya pernah dipotong dana sertifikasinya. Seharusnya mendapatkan sertifikasi Rp30 juta, tapi dipotong biaya administrasi Rp2 juta. Jadi, suami saya hanya terima Rp28 juta,” ungkap dia yang mengaku dana sertifikasinya belum dikeluarkan selama 11 bulan.

Guru Agama Protestan lainnya, RS menuturkan, selain diminta uang saat dana sertifikasi cair, juga diminta ketika pengurusan proses sertifikasi. Selama pengurusan berkas sertifikasi yang dilakukan triwulan atau tiga bulan sekali, dikutip sebesar Rp100 ribu per guru.

“Orang yang mengutipnya dari Binmas Kemenag Medan (HJS, red), sewaktu sedang proses pengurusan sebesar Rp100 ribu per orang. Kalau sudah cair, dikutip lagi tetapi seikhlasnya. Kebetulan, angkatan kami yang lulus sertifikasi tahun 2015 ada 18 orang, dan sepakat memberikan Rp300 ribu per orang,” beber RS, guru SD Negeri di Medan Denai.

Ia menyebutkan, uang yang dikutip sewaktu pengurusan sertifikasi alasannya untuk biaya administrasi. Bayangkan saja, kalau ada puluhan bahkan ratusan guru yang diminta Rp100 ribu per orang, sudah berapa jumlahnya.

“Alasan mereka untuk biaya administrasi. Saya heran, kok besar sekali biaya administrari yang diminta,” ucapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, tak hanya kutipan-kutipan, para guru juga mengeluhkan dana sertifikasi yang belum dicairkan. Dana sertifikasi yang belum diterima para guru Agama Protestan tersebut, bervariasi sejak tahun 2016.

“Kalau saya 11 bulan belum cair, sejak April 2016 hingga Februari 2017. Makanya, saya bingung juga kenapa dana sertifikasi belum cair. Sementara guru agama lainnya (Katolik dan Islam, red) sudah cair,” cetus RS.

Dia mengaku, kalau dihitung keseluruhan dana sertifikasi yang belum diterimanya selama 11 bulan totalnya mencapai Rp33 jutaan. Sebab, dirinya menerima gaji pokok setiap bulannya sekitar Rp3 jutaan.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DUGAAN PUNGLI SERTIFIKASI GURU AGAMA_Sejumlah guru agama Kristen yang mengajar di kota Medan berbincang seusai melapor ke Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut di Jalan Majapahit Medan, Senin (27/2). Mereka melaporkan kasus dugaan pungli dana sertifikasi guru yang dilakukan seorang oknum PNS di jajaran kantor Kementerian Agama Medan.

SUMUTPOS.CO – Pelaku pungutan liar (pungli) seakan tak ada kapok-kapoknya. Meski sudah banyak yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT), namun masih ada saja oknum pejabat di pemerintahan yang melakukan pungli. Kali ini, giliran guru-guru Agama Kristen Protestan di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenang) yang menjadi korban.

Kemarin (27/2) siang, sejumlah guru Agama Kristen Protestan dari berbagai sekolah negeri dan swasta mendatangi Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut, Jalan Mojopahit Medan. Mereka mengaku kerap mengalami praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum di Kemenag Kota Medan. Praktik pungli tersebut dilakukan pada saat proses pengurusan dana sertifikasi.

Menurut seorang guru yang namanya enggan dikorankan, pungli dilakukan oknum Kepala Seksi (Kasi) Binmas Kristen Kemenag Medan berinisial HJS. Besaran pungli tidak ditentukan atau bervariasi.

“Jadi, ketika dana sertifikasi sudah cair, mereka minta laporan pertangung jawaban. Di situlah, kami dimintai kutipan-kutipan,” sebut SJB, guru Agama Protestan yang mengajar di salah satu SMK Negeri Medan.

Tak hanya para rekan seprofesinya, kata SJB, suaminya yang juga guru di SMK Negeri Medan, SS, juga mengalami hal yang sama. Bahkan, pungli yang dilakukan terhadap suaminya terbilang cukup besar.

“Suami saya pernah dipotong dana sertifikasinya. Seharusnya mendapatkan sertifikasi Rp30 juta, tapi dipotong biaya administrasi Rp2 juta. Jadi, suami saya hanya terima Rp28 juta,” ungkap dia yang mengaku dana sertifikasinya belum dikeluarkan selama 11 bulan.

Guru Agama Protestan lainnya, RS menuturkan, selain diminta uang saat dana sertifikasi cair, juga diminta ketika pengurusan proses sertifikasi. Selama pengurusan berkas sertifikasi yang dilakukan triwulan atau tiga bulan sekali, dikutip sebesar Rp100 ribu per guru.

“Orang yang mengutipnya dari Binmas Kemenag Medan (HJS, red), sewaktu sedang proses pengurusan sebesar Rp100 ribu per orang. Kalau sudah cair, dikutip lagi tetapi seikhlasnya. Kebetulan, angkatan kami yang lulus sertifikasi tahun 2015 ada 18 orang, dan sepakat memberikan Rp300 ribu per orang,” beber RS, guru SD Negeri di Medan Denai.

Ia menyebutkan, uang yang dikutip sewaktu pengurusan sertifikasi alasannya untuk biaya administrasi. Bayangkan saja, kalau ada puluhan bahkan ratusan guru yang diminta Rp100 ribu per orang, sudah berapa jumlahnya.

“Alasan mereka untuk biaya administrasi. Saya heran, kok besar sekali biaya administrari yang diminta,” ucapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, tak hanya kutipan-kutipan, para guru juga mengeluhkan dana sertifikasi yang belum dicairkan. Dana sertifikasi yang belum diterima para guru Agama Protestan tersebut, bervariasi sejak tahun 2016.

“Kalau saya 11 bulan belum cair, sejak April 2016 hingga Februari 2017. Makanya, saya bingung juga kenapa dana sertifikasi belum cair. Sementara guru agama lainnya (Katolik dan Islam, red) sudah cair,” cetus RS.

Dia mengaku, kalau dihitung keseluruhan dana sertifikasi yang belum diterimanya selama 11 bulan totalnya mencapai Rp33 jutaan. Sebab, dirinya menerima gaji pokok setiap bulannya sekitar Rp3 jutaan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/