31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Dua Minggu Dirawat di RS Adam Malik, Mahasiswi Kedokteran USU Suspect Difteri Berobat Jalan

dr Restuti Hidayani S, SpPD Dokter Penanggung Jawab Pasien

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua mahasiswi Fakultas Kedokteran (FK) USU asal Malaysia, LW (21) dan U (21), yang diduga terkena difteri atau suspect difteri, akhirnya dibolehkan pulang. Kedua mahasiswi ini sempat dirawat hampir dua minggu di RSUP Haji Adam Malik, Medan.

Kasubbag Humas RSUP Haji Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak, mengatakan mereka pulang pada Kamis (3/10) sore sekitar pukul 17.00 WIB. “Keduanya dibolehkan pulang karena kondisinya terus membaik. Pun begitu, keduanya masih harus tetap minum obat sesuai resep dokter. Mereka juga dalam pengawasan sampai benar-benar sembuh,” ucapnya, Jumat (4/10).

dr Restuti Hidayani Saragih SpPD selaku Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) pasien suspect difteri RSUP Haji Adam Malik mengatakan hal yang sama. “Keduanya sudah PBJ (Pulang Berobat Jalan), karena kondisinya sudah membaik. Sebab, responnya sesuai dengan yang diharapkan saat terapi difteri ketika menjalani perawatan,” ujarnya.

Menurut dr Restuti, sebelum dibolehkan pulang ke rumah, kedua pasien itu terlebih dahulu diberikan antibiotik. “Ada dua jenis antibiotik yang bisa diberikan kepada pasien, boleh yang disuntikkan ke bagian paha dan boleh juga berbentuk pil. Ini tergantung dari penilaian dokter yang merawatnya,” kata dia.

Ketika berada di rumah nantinya, sambung dr Restuti, pasien tetap harus minum antibiotik selama 14 hari. Antibiotik tersebut jenis eritromisin berbentuk pil atau cairan untuk diminum. Selain itu, pasien juga diwajibkan berada di dalam rumah saja, dan mengurangi kontak dengan orang lain di luar. Hal ini untuk menghindari agar orang lain tertular.

“Kedua pasien tersebut mau tidak mau harus di rumah untuk istirahat, sama seperti orang yang baru sembuh dirawat karena terkena penyakit tipes. Jadi, ketika di rumah bukan berarti bisa langsung melakukan aktivitas di luar rumah, misalnya sekolah (kuliah) dan lain sebagainya,” sebut dr Restuti.

Ia melanjutkan, pasien ini juga dipantau oleh dinas kesehatan kabupaten/kota terkait dan provinsi karena bertanggung jawab melakukan pemantauan kondisinya.

Disinggung apakah tidak membahayakan terhadap orang lain dalam arti bisa menularkan, dr Restuti tidak menjawab secara pasti. “Yang bisa menularkan difteri adalah pasien itu sendiri dan carrier atau pembawa (sehat tapi bisa menularkan),” jawabnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, masa penularan penyakit ini terjadi pada H-10 sampai dengan H+2. Artinya, 10 hari sebelum mulai timbulnya gejala. Sedangkan H+2 adalah waktu pasien mendapatkan terapi oleh dokter.

Contohnya, pasien mulai mengalami gejala difteri pada tanggal 20. Lantas, tanggal 19 merupakan hari terakhir pasien sehat dan dikurangi 10 hari. Maka, tanggal 9 merupakan masa penularan. “Dokter, perawat serta orang-orang yang kontak erat dengan pasien, harus mendapatkan vaksinasi yaitu imunisasi. Kemudian, terapi pencegahan salah satunya diberi antibiotik eritromisin minimal 7 hari,” terang dr Restuti.

Tak hanya itu, lanjut dia, sebagian dari orang yang kontak erat itu juga diperiksa tenggorokannya. Tujuannya, untuk melihat apakah carrier. “Artinya, orang ini tak sakit dan tak ada gejala namun berpotensi bisa menularkan bakteri.

Namun demikian, harus menunggu hasil uji swab (sampel) laboratorium. Jika positif, maka orang tersebut carrier. Orang ini tidak sakit tetapi bisa menularkan. Makanya, setiap orang yang kontak erat dengan pasien suspect difteri harus minum antibiotik eritromisin selain vaksinasi,” tandasnya.

Diketahui, LW dan U merupakan teman satu kos Nurul Arifah Ahmad Ali (20), mahasiswi FK USU asal Malaysia yang meninggal dunia karena suspect difteri pada Sabtu bulan lalu (21/9). Keduanya mulai dirawat di RSUP Haji Adam Malik tak lama setelah Nurul masuk ke rumah sakit tersebut pada Jumat (20/9).

LW dan U mengalami gejala yang hampir sama yaitu demam dan rasa sakit menelan. Namun, dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, satu kasus ada ditemukan selaput putih di langit-langit mulutnya dan satu lagi hanya kemerahan saja. (ris)

dr Restuti Hidayani S, SpPD Dokter Penanggung Jawab Pasien

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua mahasiswi Fakultas Kedokteran (FK) USU asal Malaysia, LW (21) dan U (21), yang diduga terkena difteri atau suspect difteri, akhirnya dibolehkan pulang. Kedua mahasiswi ini sempat dirawat hampir dua minggu di RSUP Haji Adam Malik, Medan.

Kasubbag Humas RSUP Haji Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak, mengatakan mereka pulang pada Kamis (3/10) sore sekitar pukul 17.00 WIB. “Keduanya dibolehkan pulang karena kondisinya terus membaik. Pun begitu, keduanya masih harus tetap minum obat sesuai resep dokter. Mereka juga dalam pengawasan sampai benar-benar sembuh,” ucapnya, Jumat (4/10).

dr Restuti Hidayani Saragih SpPD selaku Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) pasien suspect difteri RSUP Haji Adam Malik mengatakan hal yang sama. “Keduanya sudah PBJ (Pulang Berobat Jalan), karena kondisinya sudah membaik. Sebab, responnya sesuai dengan yang diharapkan saat terapi difteri ketika menjalani perawatan,” ujarnya.

Menurut dr Restuti, sebelum dibolehkan pulang ke rumah, kedua pasien itu terlebih dahulu diberikan antibiotik. “Ada dua jenis antibiotik yang bisa diberikan kepada pasien, boleh yang disuntikkan ke bagian paha dan boleh juga berbentuk pil. Ini tergantung dari penilaian dokter yang merawatnya,” kata dia.

Ketika berada di rumah nantinya, sambung dr Restuti, pasien tetap harus minum antibiotik selama 14 hari. Antibiotik tersebut jenis eritromisin berbentuk pil atau cairan untuk diminum. Selain itu, pasien juga diwajibkan berada di dalam rumah saja, dan mengurangi kontak dengan orang lain di luar. Hal ini untuk menghindari agar orang lain tertular.

“Kedua pasien tersebut mau tidak mau harus di rumah untuk istirahat, sama seperti orang yang baru sembuh dirawat karena terkena penyakit tipes. Jadi, ketika di rumah bukan berarti bisa langsung melakukan aktivitas di luar rumah, misalnya sekolah (kuliah) dan lain sebagainya,” sebut dr Restuti.

Ia melanjutkan, pasien ini juga dipantau oleh dinas kesehatan kabupaten/kota terkait dan provinsi karena bertanggung jawab melakukan pemantauan kondisinya.

Disinggung apakah tidak membahayakan terhadap orang lain dalam arti bisa menularkan, dr Restuti tidak menjawab secara pasti. “Yang bisa menularkan difteri adalah pasien itu sendiri dan carrier atau pembawa (sehat tapi bisa menularkan),” jawabnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, masa penularan penyakit ini terjadi pada H-10 sampai dengan H+2. Artinya, 10 hari sebelum mulai timbulnya gejala. Sedangkan H+2 adalah waktu pasien mendapatkan terapi oleh dokter.

Contohnya, pasien mulai mengalami gejala difteri pada tanggal 20. Lantas, tanggal 19 merupakan hari terakhir pasien sehat dan dikurangi 10 hari. Maka, tanggal 9 merupakan masa penularan. “Dokter, perawat serta orang-orang yang kontak erat dengan pasien, harus mendapatkan vaksinasi yaitu imunisasi. Kemudian, terapi pencegahan salah satunya diberi antibiotik eritromisin minimal 7 hari,” terang dr Restuti.

Tak hanya itu, lanjut dia, sebagian dari orang yang kontak erat itu juga diperiksa tenggorokannya. Tujuannya, untuk melihat apakah carrier. “Artinya, orang ini tak sakit dan tak ada gejala namun berpotensi bisa menularkan bakteri.

Namun demikian, harus menunggu hasil uji swab (sampel) laboratorium. Jika positif, maka orang tersebut carrier. Orang ini tidak sakit tetapi bisa menularkan. Makanya, setiap orang yang kontak erat dengan pasien suspect difteri harus minum antibiotik eritromisin selain vaksinasi,” tandasnya.

Diketahui, LW dan U merupakan teman satu kos Nurul Arifah Ahmad Ali (20), mahasiswi FK USU asal Malaysia yang meninggal dunia karena suspect difteri pada Sabtu bulan lalu (21/9). Keduanya mulai dirawat di RSUP Haji Adam Malik tak lama setelah Nurul masuk ke rumah sakit tersebut pada Jumat (20/9).

LW dan U mengalami gejala yang hampir sama yaitu demam dan rasa sakit menelan. Namun, dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, satu kasus ada ditemukan selaput putih di langit-langit mulutnya dan satu lagi hanya kemerahan saja. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/