35 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Buruh Ancam Gugat PP 78 ke MA, Depeda Sumut: Silahkan Saja…

LONGMARCH: Buruh melakukan aksi teatrikal di Bundaran Majestik Jalan Gatot Subroto Medan, baru-baru ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumatera Utara kembali menegaskan tidak mempersoalkan upaya gugatan elemen buruh di Sumut, paskapenetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) ataupun UMK 2019 oleh Gubernur Edy Rahmayadi.

Ketua Depeda Sumut Maruli Silitonga mengatakan, hal itu adalah hak dan aspirasi elemen buruh yang patut untuk diapresiasi. “Kalau (gugatan) diarahkan ke Mahkamah Agung, berarti akan ada pengujian atas sebuah regulasi. Ya, itu tidak masalah buat kami. Silahkan saja, karena itu hak mereka. Nantikan diuji di sana,” katanya menjawab Sumut Pos, Selasa (4/12), menyikapi Aliansi Pekerja/Buruh Daerah Sumut (APBD-SU) yang akan mengajukan gugatan judicial review ke MA terkait PP No.78/2015 dan Permenaker No.15/2018.

Menurutnya, kedua regulasi tersebut datangnya dari pemerintah pusat dan berlaku nasional. Artinya sangat wajar bila dibawa keranah MA untuk kembali dilakukan uji publik, lantaran ada nada dan suara ketidakpuasan dari elemen masyarakat.

“PP 78 kan produknya pemerintah pusat. Jadi kalau memang mau diuji materinya, ya di sanalah tempatnya. Jangan pula di daerah, karena bukan kewenangan kami sebab kami hanya menjalankan apa yang menjadi keputusan pusat,” katanya.

Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Sumut ini menambahkan, apa yang menjadi keputusan pusat itu pulalah lantas mereka implementasikan selaku perpanjangan tangan di daerah.

“Artinya apa yang bisa kami laksanakan, akan kami laksanakan. Dan itu jadi tanggung jawab kami juga, kan. Jadi kalau mau uji materi memang ke pusat. Sepanjang langkah yang mau mereka lakukan itu sesuai prosedur hukum, tentu sah-sah saja,” pungkasnya.

Hal senada disampaikan Anggota Depeda Kota Medan dari unsur buruh, Usaha Tarigan. Kata dia, tidak mungkin pihaknya ikut menggugat karena mereka berada dalam Depeda. “Justru kalau jadi gugatan dilayangkan, kamilah tergugatnya nanti. Jadi ya silahkan saja kawan-kawan melakukannya,” katanya.

Ketua Federasi Serikat Buruh Kimia Farmasi dan Kesehatan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSB KIKES KSBSI) ini menilai, pihaknya sudah menawarkan solusi kepada Pemko Medan melalui Dinas Ketenagakerjaan untuk membuat program yang berpihak bagi kaum buruh.

Sebab, kata Tarigan, dengan kondisi saat ini tidak mungkin besaran UMK ditetapkan diatas nilai inflasi maupun pertumbuhan ekonomi nasional. “Faktanya KHL (Kehidupan Hidup Layak) pun dibawah UMK. Lalu inflasi dan pertumbuhan ekonomi Kota Medan juga dibawah nasional. Lantas apa dasarnya? Berbeda seperti 2017 dimana pertumbuhan ekonomi Kota Medan di atas nasional, makanya punya dasar kuat untuk menggugat,” katanya.

Makanya, lanjut dia, pihaknya mencari solusi lain dengan minta ke wali kota supaya dibuat pasar murah untuk buruh. “Tinggal faktor kemauan pemerintah saja untuk merealisasikannya. Apalagi di Jakarta program itu sudah jalan,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, APBD-SU bakal mengajukan gugatan berupa judicial review ke MA terkait PP No.78/2015 dan Permenaker No.15/2018. Regulasi itu mereka anggap telah merugikan buruh dalam mendapatkan upah layak. Alasan lainnya dikarenakan kedua peraturan tersebut sangat bertentangan dengan UU No.13 Tahun 2003.  Selain itu, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan real buruh yang ada di Sumut. Ditambah lagi, kebijakan itu menghilangkan hak buruh terutama di bidang sektoral. (prn/ila)

LONGMARCH: Buruh melakukan aksi teatrikal di Bundaran Majestik Jalan Gatot Subroto Medan, baru-baru ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) Sumatera Utara kembali menegaskan tidak mempersoalkan upaya gugatan elemen buruh di Sumut, paskapenetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) ataupun UMK 2019 oleh Gubernur Edy Rahmayadi.

Ketua Depeda Sumut Maruli Silitonga mengatakan, hal itu adalah hak dan aspirasi elemen buruh yang patut untuk diapresiasi. “Kalau (gugatan) diarahkan ke Mahkamah Agung, berarti akan ada pengujian atas sebuah regulasi. Ya, itu tidak masalah buat kami. Silahkan saja, karena itu hak mereka. Nantikan diuji di sana,” katanya menjawab Sumut Pos, Selasa (4/12), menyikapi Aliansi Pekerja/Buruh Daerah Sumut (APBD-SU) yang akan mengajukan gugatan judicial review ke MA terkait PP No.78/2015 dan Permenaker No.15/2018.

Menurutnya, kedua regulasi tersebut datangnya dari pemerintah pusat dan berlaku nasional. Artinya sangat wajar bila dibawa keranah MA untuk kembali dilakukan uji publik, lantaran ada nada dan suara ketidakpuasan dari elemen masyarakat.

“PP 78 kan produknya pemerintah pusat. Jadi kalau memang mau diuji materinya, ya di sanalah tempatnya. Jangan pula di daerah, karena bukan kewenangan kami sebab kami hanya menjalankan apa yang menjadi keputusan pusat,” katanya.

Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Sumut ini menambahkan, apa yang menjadi keputusan pusat itu pulalah lantas mereka implementasikan selaku perpanjangan tangan di daerah.

“Artinya apa yang bisa kami laksanakan, akan kami laksanakan. Dan itu jadi tanggung jawab kami juga, kan. Jadi kalau mau uji materi memang ke pusat. Sepanjang langkah yang mau mereka lakukan itu sesuai prosedur hukum, tentu sah-sah saja,” pungkasnya.

Hal senada disampaikan Anggota Depeda Kota Medan dari unsur buruh, Usaha Tarigan. Kata dia, tidak mungkin pihaknya ikut menggugat karena mereka berada dalam Depeda. “Justru kalau jadi gugatan dilayangkan, kamilah tergugatnya nanti. Jadi ya silahkan saja kawan-kawan melakukannya,” katanya.

Ketua Federasi Serikat Buruh Kimia Farmasi dan Kesehatan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSB KIKES KSBSI) ini menilai, pihaknya sudah menawarkan solusi kepada Pemko Medan melalui Dinas Ketenagakerjaan untuk membuat program yang berpihak bagi kaum buruh.

Sebab, kata Tarigan, dengan kondisi saat ini tidak mungkin besaran UMK ditetapkan diatas nilai inflasi maupun pertumbuhan ekonomi nasional. “Faktanya KHL (Kehidupan Hidup Layak) pun dibawah UMK. Lalu inflasi dan pertumbuhan ekonomi Kota Medan juga dibawah nasional. Lantas apa dasarnya? Berbeda seperti 2017 dimana pertumbuhan ekonomi Kota Medan di atas nasional, makanya punya dasar kuat untuk menggugat,” katanya.

Makanya, lanjut dia, pihaknya mencari solusi lain dengan minta ke wali kota supaya dibuat pasar murah untuk buruh. “Tinggal faktor kemauan pemerintah saja untuk merealisasikannya. Apalagi di Jakarta program itu sudah jalan,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, APBD-SU bakal mengajukan gugatan berupa judicial review ke MA terkait PP No.78/2015 dan Permenaker No.15/2018. Regulasi itu mereka anggap telah merugikan buruh dalam mendapatkan upah layak. Alasan lainnya dikarenakan kedua peraturan tersebut sangat bertentangan dengan UU No.13 Tahun 2003.  Selain itu, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan real buruh yang ada di Sumut. Ditambah lagi, kebijakan itu menghilangkan hak buruh terutama di bidang sektoral. (prn/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/