MEDAN-PT Pembangunan Perumahan (PP) mengakui telah menjual lahan Sirkuit Road Race Jalan Pancing kepada PT Binatama Babura Makmur senilai Rp19 miliar. Penjualan tersebut dilakukan pada 6 Mei 1997. Dan, PT Binatama Babura Makmur kemudian menjual lahan tersebut kepada PT Mutiara Development.
Hal ini terungkap pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Sumatera Utara, Selasa (5/2). Rapat ini dipimpin Ketua Komisi E DPRD Sumut Zulkifli Husein, didam pingi Ketua Komisi A Isma Fadli Pulungan dan Ketua Komisi C H Zulkarnaen ST.
“Ya, PT Pembangunan Perumahan telah menjual tersebut kepada PT Binatama Babura Makmur seluas 6 hektar dengan nilai Rp19 miliar,” ujar perwakilan PT PP, Agung Yuriadi.
Penjualan ini dilakukan masa kepemimpinan Direktur Daryatmo dan Kepala Cabang PT PP Supriadi. Keduanya pun kini telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Oleh PT Binatama Babura Makmur, lahan tersebut pun kembali dijual kepada PT Mutiara Development, melalui akta jual beli nomor 193 tertanggal 29 April 2011. Dasar itu jugalah yang membuat Badan Pertanahan Negara (BPN) Deliserdang mengeluarkan sertifikat. “Kita mengeluarkan sertifikat karena PT Mutiara Development menyertakan akta jual beli,” kata Kabid Hak Tanah BPN Deliserdang, Robinson Simanjuntak.
Menurut Robinson, PT PP sudah memecah tanah tersebut menjadi beberapa bagian. Termasuk di dalamnya tanah milik Yayasan Hangkang dan Yayasan Pendidikan Metodist. Dan, untuk lahan seluas 6 hektare tersebut, PT PP sudah menjual kepada PT Binatama dengan akta nomor 93 tertanggal 10 Desember 1996. “Oleh PT Binatama, tanah itu dijual kepada PT Mutiara,” ucapnya.
Perwakilan PT Binatama Babura Makmur yang hadir pada saat itu juga mengakui telah membeli lahan itu dari PT PP. Dia bahkan mengkritisi sikap Pemprovsu yang kurang tegas. Namun, ketika Zulkifli Husein bertanya kenapa PT Binatama kenapa tidak memprotes saat mengetahui sirkuit bakal dibangun di lahan tersebut, perwakilan Binatama mengatakan saat itu sertifikat masih diproses.
Zulkifli Husein juga bertanya kepada pihak PT Mutiara Development, kenapa tidak bertanya tentang sirkuit saat membeli lahan itu pada tahun 2011 lalu. “Setahu saya, sirkuit itu sudah berdiri pada tahun 2011 lalu, kenapa PT Mutiara tidak bertanya?” tanya politisi dari Partai Amanat Nasional tersebut.
Direktur PT Mutiara Development Ali Ihsan juga mengatakan, semula mereka menduga bahwa sirkuit tersebut bukan bagian dari lahan yang dibeli tersebut. Namun, setelah mengetahui bahwa lahan sirkuit itu juga termasuk dalam jual beli tersebut, terpaksa mereka tetap mengambil. “Terlanjur sudah dibayar, Pak,” elak Ali Ihsan.
Berdasarkan keterangan-keterangan dari berbagai pihak tersebut, termasuk PTPN II dan Dispora Sumut, DPRD Sumut akhirnya memutuskan untuk menstanvas kegiatan di lahan tersebut, hingga ditemukan suatu solusi. Sayangnya, RDP tersebut kembali tidak dihadiri Biro Perlengkapan dan Aset Pemprovsu, sebagai kunci permasalah lahan itu.
Penegasan status Dirut PT PP Daryatno dan Kacab Sumut PT PP Supriadi sebagai tersangka kembali diungkapkan Kasi Penkum Kejati Sumut, Marcos Simaremare. “D Dirut PT PP dan S Kacab PT PP Sumut. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka prihal dugaan korupsi penjualan aset negara yang berlokasi di Jalan Pancing/Williem Iskandar, Desa Medan Estate, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang, pada tahun 1997,” urai Marcos Simaremare, Selasa (5/2).
Disebutkan Marcos, penyidik belum melakukan pemeriksaan terhadap kedua tersangka. “Penetapan tersangka itu adalah hasil kesimpulan penyidikan. Dua tersangka sudah pernah dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi tetapi untuk status tersangka belum kita panggil. Saksi lain antara lain pihak BPN Deliserdang juga pernah kami panggil,” ucapnya.
Disebutkan Marcos, untuk jumlah real kerugian negara dalam perkara ini, dirinya belum bisa memastikan. Sebab audit masih dilakukan oleh pihak BPKP Perwakilan Sumut. Akan tetapi kerugian negara menyangkut lahan yang luasnya kurang lebih 20 hektar. Penyidikan perkara itu tergolong cepat. Namun, penyidik Kejati Sumut belum menetapkan tersangka dari pihak Pemprovsu ataupun pengembang yang membeli lahan tersebut. Alasannya, perkara ini masih berjalan dan terus bergulir. “Memang penyidikannya cepat. Untuk tersangka baru, tunggu saja nanti, karena penyidikannya kan masih berlangsung,” ungkap Marcos.
Ditanganinya perkara ini mulai dari penyelidikan pada September 2012 dan naik ke tingkat penyidikan pada akhir tahun. Kasus itu diusut berdasarkan informasi dari masyarakat dan personel intelijen Kejaksaan. Selain itu, pihaknya mengaku informasi diperoleh dari pemberitaan selama ini di Medan terkait perkara tersebut yang sering muncul. Penyidik pun telah memanggil 15 orang saksi yang berasal dari pihak swasta dan sebagian dari BPN.
“Yang menjadi masalah adalah PT PP ini kan BUMN. Untuk saat ini pengalihan lahan dari Pemprovsu ke PT PP okelah kita anggap sesuai prosedur dan PP dianggap tidak jelas kenapa bisa lahan menjadi milik swasta. Itu yang sedang kita kaji dan bagaimana perpindahan sebenarnya,” urainya. (far/mag-7)