22.6 C
Medan
Monday, January 20, 2025

Urip, si Manusia Seribu Kutil Pernah Nikah, Lalu Cerai

Sementara, Menkes Nila F Moeloek belum tahu soal kasus warga Tangerang bernama Urip yang membutuhkan pengobatan. Urip tak punya cukup uang untuk mengobati tubuhnya yang penuh dengan benjolan.

“Saya belum dapat laporan,” terang Nila di Bareskrim Polri, Jumat (5/2).

Pun begitu, Khofifah mengatakan kunci pengobatan Urip ada pada BPJS dan pemerintah daerah. “Sekarang penting ke BPJS karena ini wilayah pelayanan kesehatan. Pemerintah daerah juga lebih aktif, itulah tugas daerah,” kata Khofifah.

Dijelaskannya, Dinas Sosial daerah setempat juga bisa turut bekerja sama mengkaji bantuan yang bisa diberikan.

“Kita harus mencari payung hukum kalau kita memberikan bantuan tidak menyalahi SOP,” ujarnya.

Menurutnya, Urip masih bisa dibantu karena tercatat sebagai pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS). Politisi PKB ini menegaskan seluruh pengobatan bisa ditanggung kecuali yang terkait gaya hidup dan kosmetik.

Karena itu, ia menyarankan adanya peran aktif pemerintah daerah bekerja sama dengan instansi terkait untuk mengkaji bantuan yang bisa diberikan bantuan. “Yang enggak bisa dicover (pemerintah) lifestyle, misalnya drug, rokok. Selain itu bisa,” pungkasnya.

Lurah Pasir Jaya Bagus Soleh menjelaskan Urip adalah pemegang kartu multiguna dari Kota Tangerang dan kini pindah KIS karena peraturan berubah. Namun, ia belum dapat kartu KIS karena belum datang ke kelurahan untuk mengurus kartu.

Warga Membantu Urip
Tetangga Urip, Aspi (58), mengaku kenal dengan Urip yang akrab disapa Uwa. Menurut Aspi, Urip dulunya normal namun lama kelamaan benjolan di tubuhnya semakin banyak.

“Saya kenal Uwa dari 1981. Dia dulu normal tapi sekarang (benjolannya) lebih gede,” kata Aspi.

Aspi mengatakan, awalnya Urip bekerja sebagai petani membantu kakaknya. Sedang saat musim paceklik, Urip membantu-bantu di rumah ibu Aspi.

“Uwa dulu ikut ibu saya terus pisah semenjak ibu saya meninggal. Dia bangun kontrakan sendiri di atas tanah ibu saya. Uangnya dari hasil mengatur lalu lintas. Kalau saya masak ya saya ngasih, semenjak ibu saya meninggal,” tutur Aspi.

Kakaknya Urip dua hari sekali datang untuk menengoknya sambil membawa nasi. Bila kakaknya tidak datang, Urip membeli makanan matang.

Meski Urip menderita banyak benjolan, warga tidak meledeknya. Warga mengerti penyakit Urip tidak menular. “Kalau lagi nyampur warga sini ya biasa saja, kumpul-kumpul. Suka kasih uang anak saya kalau lagi ada rezeki,” kata Aspi.

Aspi bercerita bahwa Urip pernah berobat. Namun putus di tengah jalan karena tidak ada biaya dan tidak ada bantuan pemerintah. Keluarga Urip juga tidak bisa mengantar ke RS karena sibuk mengais rezeki.

“Keluarganya kan sama-sama orang susah. Kalau kata orang Sunda ‘korek-korek cok’ seperti ayam, nyari makan baru dipatok,” terangnya.(bbs/ala)

Sementara, Menkes Nila F Moeloek belum tahu soal kasus warga Tangerang bernama Urip yang membutuhkan pengobatan. Urip tak punya cukup uang untuk mengobati tubuhnya yang penuh dengan benjolan.

“Saya belum dapat laporan,” terang Nila di Bareskrim Polri, Jumat (5/2).

Pun begitu, Khofifah mengatakan kunci pengobatan Urip ada pada BPJS dan pemerintah daerah. “Sekarang penting ke BPJS karena ini wilayah pelayanan kesehatan. Pemerintah daerah juga lebih aktif, itulah tugas daerah,” kata Khofifah.

Dijelaskannya, Dinas Sosial daerah setempat juga bisa turut bekerja sama mengkaji bantuan yang bisa diberikan.

“Kita harus mencari payung hukum kalau kita memberikan bantuan tidak menyalahi SOP,” ujarnya.

Menurutnya, Urip masih bisa dibantu karena tercatat sebagai pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS). Politisi PKB ini menegaskan seluruh pengobatan bisa ditanggung kecuali yang terkait gaya hidup dan kosmetik.

Karena itu, ia menyarankan adanya peran aktif pemerintah daerah bekerja sama dengan instansi terkait untuk mengkaji bantuan yang bisa diberikan bantuan. “Yang enggak bisa dicover (pemerintah) lifestyle, misalnya drug, rokok. Selain itu bisa,” pungkasnya.

Lurah Pasir Jaya Bagus Soleh menjelaskan Urip adalah pemegang kartu multiguna dari Kota Tangerang dan kini pindah KIS karena peraturan berubah. Namun, ia belum dapat kartu KIS karena belum datang ke kelurahan untuk mengurus kartu.

Warga Membantu Urip
Tetangga Urip, Aspi (58), mengaku kenal dengan Urip yang akrab disapa Uwa. Menurut Aspi, Urip dulunya normal namun lama kelamaan benjolan di tubuhnya semakin banyak.

“Saya kenal Uwa dari 1981. Dia dulu normal tapi sekarang (benjolannya) lebih gede,” kata Aspi.

Aspi mengatakan, awalnya Urip bekerja sebagai petani membantu kakaknya. Sedang saat musim paceklik, Urip membantu-bantu di rumah ibu Aspi.

“Uwa dulu ikut ibu saya terus pisah semenjak ibu saya meninggal. Dia bangun kontrakan sendiri di atas tanah ibu saya. Uangnya dari hasil mengatur lalu lintas. Kalau saya masak ya saya ngasih, semenjak ibu saya meninggal,” tutur Aspi.

Kakaknya Urip dua hari sekali datang untuk menengoknya sambil membawa nasi. Bila kakaknya tidak datang, Urip membeli makanan matang.

Meski Urip menderita banyak benjolan, warga tidak meledeknya. Warga mengerti penyakit Urip tidak menular. “Kalau lagi nyampur warga sini ya biasa saja, kumpul-kumpul. Suka kasih uang anak saya kalau lagi ada rezeki,” kata Aspi.

Aspi bercerita bahwa Urip pernah berobat. Namun putus di tengah jalan karena tidak ada biaya dan tidak ada bantuan pemerintah. Keluarga Urip juga tidak bisa mengantar ke RS karena sibuk mengais rezeki.

“Keluarganya kan sama-sama orang susah. Kalau kata orang Sunda ‘korek-korek cok’ seperti ayam, nyari makan baru dipatok,” terangnya.(bbs/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/