MEDAN, SUMUTPOS.CO – Seluruh air Danau Toba sudah tercemar. Bahkan, pencemaran air Danau Toba telah mengancam kehidupan masyarakat di kawasan danau terbesar di Asia Tenggara itu. Mulai dari hilangnya potensi ekonomi hingga air yang tidak bisa lagi digunakan apalagi dikonsumsi.
Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) di ruang Komisi D DPRD Sumut, Selasa (5/3). RDP yang direncanakan untuk mendorong pembentukan Panitia Khusus Pencernaan Danau Toba tersebut dihadiri Bupati Karo Terkelin Brahmana, Wakil Bupati Samosir Juang Sinaga, Sekda Dairi dan perwakilan Pemkab Simalungun Pemkab Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, dan Toba Samosir.
Ketua DPP Perkumpulan Horas Bangso Batak (HBB), Lamsiang Sitompul yang hadir di RDP itu mengatakan, saat ini air Danau Toba sudah sangat tercemar oleh keramba jaring apung (KJA) yang banyak beroperasi di perairan itu. Ia juga menilai, Pemerintah Kabupaten Toba Samosir selama ini tidak ada melakukan kajian apapun. “Dulunya orang bisa berenang dan bisa juga untuk minum air Danau Toba itu, tetapi sekarang apa yang ada? Bau sudah sangat terasa dan tercemar. Bupati lalai dalam hal penindakan ini,” katanya.
Ia juga meminta kepada DPRD Sumut segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk sesegera mungkin melakukan penelitian terhadap tercemar perairan Danau Toba. Kemudian, ia dengan puluhan warga yang tergabung dalam yayasan itu juga sudah membuat laporan ke Polda Sumut tetapi tidak juga ditanggapi. “Kami minta segera mungkin bentuk Pansus pencemaran Danau Toba. Kami sudah adukan ke Polda tahun 2017 tidak juga ditanggapi,” kata dia.
Dia juga mengungkapkan, pencemaran air Danau Toba saat ini juga telah mengancam kehidupan masyarakat di kawasan danau vulkanik tersebut. Mulai dari hilangnya potensi ekonomi hingga air yang tidak bisa lagi digunakan berenang atau dikonsumsi. “Itu sebabnya seluruh perusahaan di kawasan Danau Toba yang menimbulkan pencemaran harus dihentikan izin usahanya,” tegas Lamsiang.
Berdasarkan penelusuran Horas Bangso Batak (HBB) dan Yayasan Pecinta Danau Toba (YPDT) serta elemen pemerhati lingkungan, keberadaan Taman Simalem Resort (TSR) juga ikut andil mencemari Danau Toba. Hasil penelurusan mereka, keberadaan limbah TSR ikut mencemari air Danau Toba yang masuk ke wilayah Kabupaten Karo, yaitu Tongging Kecamatan Merek sekitarnya.
Hal senada juga disampaikan, perwakilan Gerakan Masyarakat Perduli Danau Toba, Remember Manik. Dikatakannya, pemerintah lalai dalam mengawasi pihak perusahaan. Lalainya pemerintah ini terlihat dari masih bebasnya pihak perusahaan mengangkut dan membiarkan truk-truk pengangkut pakan ikan yang digunakan untuk memberi makan hingga membuat air tercemar. “Dimana pengawasan pemerintah? Semua kebablasan. Terutama pemerintah malas dan bobrok,” ucapnya. Dia juga sepakat meminta kepada DPRD Sumut sesegera mungkin membentuk pansus.
Tercemarnya air Danau Toba juga diakui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumatera Utara. Kepala Bidang Tata Guna Lingkungan dan Amdal DLH Sumut, Sugiatno yang hadir dalam RDP tersebut mengatakan, seluruh air Danau Toba sudah tercemar. Namun Pencemarannya masih dalam tingkat sedang.
Menurutnya, kondisi tersebut ditemukan berdasarkan penelitian yang dilakukan hingga 2012. Kesimpulan penelitian itu pula yang kemudian dijadikan dasar pembuatan surat keputusan Gubernur Sumut tahun 2017 tentang daya tampung dan daya dukung Danau Toba terhadap usaha budi daya ikan sebesar 10.000 ton/tahun. “Hanya saja, sayangnya keputusan itu belum diaplikasikan,” kata Sugiatno.
Wakil Bupati Samosir Juang Sinaga mengatakan, dalam berbagai bentuk di Samosir sudah dilakukan sejumlah upaya agar situasi pencemaran di Danau Toba dapat dihentikan. Di antaranya mengutip eceng gondok, upaya bersih-bersih dan sebagainya. Pencemaran air Danau Toba menurutnya sudah terhitung parah, hanya bisa dihentikan jika semua kepala daerah bersama masyarakat di kawasan Danau Toba kompak.