25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Penyandang Disabilitas Nikmati Ini di Amerika, Bagaimana di Medan?

Foto: Dame/sumutpos.co Dr William Wiener, Dekan UNCG (berdiri ketujuh dari kiri), foto bersama Konsul AS untuk Sumatera Robert Ewing, Sekda Kota Medan Saiful Bahri, sejumlah pejabat, dan para penyandang disabilitas, usai dalam diskusi infomal di Medan, Selasa (5/4/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Dr William Wiener, Dekan UNCG (berdiri ketujuh dari kiri), foto bersama Konsul AS untuk Sumatera Robert Ewing, Sekda Kota Medan Saiful Bahri, sejumlah pejabat, dan para penyandang disabilitas, usai dalam diskusi infomal di Medan, Selasa (5/4/2016).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyandang disabilitas di Amerika Serikat menikmati berbagai kemudahan jauh lebih banyak dibanding penyandang disabilitas di Indonesia. Kemudahan itu dijamin lewat UU. Bagaimana Indonesia?
”Di USA, sebelum tahun 1990-an, sekitar 2/3 penyandang disabilitas, yakni orang yang tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa bicara, dan tidak mampu bergerak, tidak memiliki pekerjaan. Mereka juga tidak punya akses ke alat transportasi publik dan banyak fasilitas publik,” kata Dr William Wiener, Dekan University of North Carolina at Greensboro (UNCG), dalam diskusi infomal di rumah dinas konsulat AS untuk Sumatera di Medan, Selasa (5/4/2016).

Namun para penyandang disabilitas tidak berdiam diri. Mereka berjuang tanpa kenal lelah, termasuk dengan merangkak di tangga gedung DPR untuk menunjukkan bahwa para pemakai kursi roda tidak memiliki akses ke gedung itu, hingga akhirnya UU tentang Penyandang Disabilitas disahkan oleh Presiden George Bush tahun 1990-an.

Beberapa hal yang dituntut oleh para penyandang disabilitas dan disetujui pemerintah, antara lain dukungan untuk memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi, dukungan akses ke alat transportasi publik, dukungan untuk menikmati akomodasi publik antara lain fasilitas perusahaan telepon untuk para tunarungu dan tunawicara,
dan sebagainya.

”Setelah UU disahkan, saat ini para penyandang disabilitas kini sudah menikmati berbagai kemudahan, antara lain alat transportasi publik sudah direndahkan untuk mengakomodasi kursi roda, perusahaan telepon menyediakan fasilitas, SMS dan sekarang makin mudah lagi dengan internet. Kemudian gedung-gedung baru dibangun dengan mempertimbangan akses bagi penyandang disabilitas. Dan pemilik gedung lama diharapkan melakukan modifikasi untuk memecahkan halangan yang ada,” jelas William. Hanya klub pribadi dan organisasi keagamaan yang tidak diwajibkan menerapkan UU tersebut.

Foto: Dame/sumutpos.co Dr William Wiener, Dekan UNCG (berdiri tengah), saat menjawab pertanyaan peserta diskusi, bersama Konsul AS untuk Sumatera Robert Ewing dan Sekda Kota Medan Saiful Bahri, dalam diskusi infomal tentang penyandang disabilitas di Medan, Selasa (5/4/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Dr William Wiener, Dekan UNCG (berdiri tengah), saat menjawab pertanyaan peserta diskusi, bersama Konsul AS untuk Sumatera Robert Ewing dan Sekda Kota Medan Saiful Bahri, dalam diskusi infomal tentang penyandang disabilitas di Medan, Selasa (5/4/2016).

Saat ini, kebanyakan orang buta di AS memiliki beberapa pilihan untuk memudahkannya bergerak. Sebagian besar memilih menggunakan tongkat pemandu, kemudian 2 persen menggunakan anjing pemandu. Penggunaan anjing pemandu kurang populer karena menggunanya harus menyesuaikan kecepatan langkah mengikuti si anjing.

Teknologi terbaru adalah alat pemandu perjalanan menggunakan teknologi ultrasonic, yang memberikan suara jka ada benda di sekitar si pemakai. ”Tapi biayanya mahal sehingga kurang populer,” kata William.

Foto: Dame/sumutpos.co Dr William Wiener, Dekan UNCG (berdiri ketujuh dari kiri), foto bersama Konsul AS untuk Sumatera Robert Ewing, Sekda Kota Medan Saiful Bahri, sejumlah pejabat, dan para penyandang disabilitas, usai dalam diskusi infomal di Medan, Selasa (5/4/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Dr William Wiener, Dekan UNCG (berdiri ketujuh dari kiri), foto bersama Konsul AS untuk Sumatera Robert Ewing, Sekda Kota Medan Saiful Bahri, sejumlah pejabat, dan para penyandang disabilitas, usai dalam diskusi infomal di Medan, Selasa (5/4/2016).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyandang disabilitas di Amerika Serikat menikmati berbagai kemudahan jauh lebih banyak dibanding penyandang disabilitas di Indonesia. Kemudahan itu dijamin lewat UU. Bagaimana Indonesia?
”Di USA, sebelum tahun 1990-an, sekitar 2/3 penyandang disabilitas, yakni orang yang tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa bicara, dan tidak mampu bergerak, tidak memiliki pekerjaan. Mereka juga tidak punya akses ke alat transportasi publik dan banyak fasilitas publik,” kata Dr William Wiener, Dekan University of North Carolina at Greensboro (UNCG), dalam diskusi infomal di rumah dinas konsulat AS untuk Sumatera di Medan, Selasa (5/4/2016).

Namun para penyandang disabilitas tidak berdiam diri. Mereka berjuang tanpa kenal lelah, termasuk dengan merangkak di tangga gedung DPR untuk menunjukkan bahwa para pemakai kursi roda tidak memiliki akses ke gedung itu, hingga akhirnya UU tentang Penyandang Disabilitas disahkan oleh Presiden George Bush tahun 1990-an.

Beberapa hal yang dituntut oleh para penyandang disabilitas dan disetujui pemerintah, antara lain dukungan untuk memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi, dukungan akses ke alat transportasi publik, dukungan untuk menikmati akomodasi publik antara lain fasilitas perusahaan telepon untuk para tunarungu dan tunawicara,
dan sebagainya.

”Setelah UU disahkan, saat ini para penyandang disabilitas kini sudah menikmati berbagai kemudahan, antara lain alat transportasi publik sudah direndahkan untuk mengakomodasi kursi roda, perusahaan telepon menyediakan fasilitas, SMS dan sekarang makin mudah lagi dengan internet. Kemudian gedung-gedung baru dibangun dengan mempertimbangan akses bagi penyandang disabilitas. Dan pemilik gedung lama diharapkan melakukan modifikasi untuk memecahkan halangan yang ada,” jelas William. Hanya klub pribadi dan organisasi keagamaan yang tidak diwajibkan menerapkan UU tersebut.

Foto: Dame/sumutpos.co Dr William Wiener, Dekan UNCG (berdiri tengah), saat menjawab pertanyaan peserta diskusi, bersama Konsul AS untuk Sumatera Robert Ewing dan Sekda Kota Medan Saiful Bahri, dalam diskusi infomal tentang penyandang disabilitas di Medan, Selasa (5/4/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Dr William Wiener, Dekan UNCG (berdiri tengah), saat menjawab pertanyaan peserta diskusi, bersama Konsul AS untuk Sumatera Robert Ewing dan Sekda Kota Medan Saiful Bahri, dalam diskusi infomal tentang penyandang disabilitas di Medan, Selasa (5/4/2016).

Saat ini, kebanyakan orang buta di AS memiliki beberapa pilihan untuk memudahkannya bergerak. Sebagian besar memilih menggunakan tongkat pemandu, kemudian 2 persen menggunakan anjing pemandu. Penggunaan anjing pemandu kurang populer karena menggunanya harus menyesuaikan kecepatan langkah mengikuti si anjing.

Teknologi terbaru adalah alat pemandu perjalanan menggunakan teknologi ultrasonic, yang memberikan suara jka ada benda di sekitar si pemakai. ”Tapi biayanya mahal sehingga kurang populer,” kata William.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/