Paulus mengatakan, juga mendapat informasi, sebelum menembak adik iparnya, Fahrizal sempat menodongkan pistol kearah ibunya. Selain itu, katanya, Fahrizal juga mengaku tidak menyesali perbuatannya. “Anehnya saat di interogasi, dia (Fahrizal) tidak menyesalinya. Dia santai aja. Tetapi setelah bertemu dengan anak dan istrinya barulah dia mulai menitikkan air mata. Kalau dari catatan yang diperoleh tersangka adalah alumni 2003 dan masuk katagori baik serta cukup menonjol dari jabatan,” terangnya.
Terpisah, Teguh Riyono, paman dari Fahrizal menyebutkan kedatangan Fahrizal dan istrinya ke Medan untuk melihat ibunya yang tengah sakit. Fahrizal sempat bertegur sapa dengan tetangga. “Pulang dari Lombok ke Medan, dia lihat mamak sakit. Sudah dari situ ada cerita lain-lain, kita nggak tau,” kata Teguh Riyono.
Menurut Teguh, selama ini hubungan Fahrizal dengan Jumingan tak pernah ada masalah. Fahrizal pun dikenal sebagai sosok yang baik dan tidak pernah ada masalah keluarga. Teguh masih tak menyangka bila Fahrizal yang menembak adik iparnya sendiri. “Memang baiklah dia. Selama ini nggak ada masalah apa-apa dia (Fahrizal). Selama ini hubungan dengan korban bagus dia. Nggak pernah cekcok. Entah kenapa timbul ini, saya pun nggak tahu,” tandasnya.
Sementara Elly yang akrab disapa Wak Kartini (60), ibu Kompol Fahrizal, tak kuasa menghadapi kenyataan pahit yang dihadapinya. Ia harus kehilangan nyawa menantunya, sementara anaknya, kini harus mendekam di penjara.
Menghadapi para pelayat yang datang ke rumahnya di Jalan Tirtosari, Gang Keluarga, No 14, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, Kamis (5/4), ia hanya terduduk lesu berderai air mata. “Sudahlah, sudah,” kata Elly sesunggukan kepada para pelayat.
Air matanya terus berderai. Ia duduk di sisi tempat yang disiapkan untuk pembaringan terakhir sang menantu. Jenazah sang menantu yang masih berada di RS Bhayangkara Polda Sumut rencananya akan disemayamkan di rumah duka sebelum diberangkatkan ke tempat orangtuanya di Kisaran.