Penyidikan Dugaan Korupsi Proyek SIR Rp7,7 Miliar di Pirngadi
MEDAN-Kejatisu terus mengulur waktu pe netapan tersangka kasus dugaan korupsi dana Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR) di RSUD dr Pirngadi Medan senilai Rp7,7 miliar. Alasannya, lambatnya penetapan status tersangka disebabkan masih panjangnya proses penyidikan.
“Semuanya masih dalam proses penyidikan. Karena untuk menetapkan siapa tersangkanya tidak mudah. Tentunya ada langkah-langkah penyidik. Jadi tidak bisa diperkirakan kapan penentuan tersangkanya,” ujar Kasi Penkum Kejatisu, Marcos Simaremare, Kamis (5/7).
Bukan itu saja, Marcos berkelit bahwa dari 30 orang yang menjalani pemeriksaan, belum satupun dari pihak PT Buana yang merupakan rekanan dalam pengelolaan SIR di tahun 2009 dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.
“Sebelumnya, dari 30 orang yang dipanggil sebagai saksi untuk dimintai keterangannya hanya dari pihak RSUD dr Pirngadi Medan, bukan dari pihak PT Buana. Jadi mereka memang belum ada dipanggil,” ujarnya lagi.
Menurutnya, belum dipanggilnya seorangpun dari pihak PT Buana disebabkan teknis pemeriksaan tim penyidik Kejatisu. Hingga kini, untuk pemanggilan orang-orang yang terlibat dalam dugaan korupsi SIR di RSUD dr Pirngadi dari pihak PT Buana pun belum dijadwalkan.
“Dirut PT Buana belum dipanggil. Kan nggak semua dirutnya yang kita panggil. Belum ada dijadwalkan untuk pemanggilan. Masih ada teknisnya. Tim Penyidik tentunya lebih tahu siapa yang paling layak dipanggil. Tidak semua dipanggil. Siapa pelaksana teknisnya. Pasti ada mekanismenya,” elaknya lagi.
Lanjut Marcos, ada langkah penyidik kenapa PT Buana yang paling akhir dipanggil. “Semua harus dipersiapkan. Tentunya ada yang dikonfrontir kepada pihak rekanan. Harus ada data valid diperoleh agar tidak ada debat kusir nantinya antara tim penyidik dengan rekanan,” urainya.
Sambungnya, saat ini, pihak Kejatisu menunggu hasil akhir dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengetahui berapa jumlah pastinya kerugian negara. Kemudian, akan dibahas lagi dan di sinkronkan dengan data lain. Untuk selanjutnya diketahui siapa yang paling bertanggungjawab dalam kasus korupsi tersebut.
“Jadi prosesnya memang panjang. Saat ini menunggu finalisasi dari BPK supaya diketahui berapa kerugian negara. Tahap selanjutnya dibuat perhitungan akhir dari kerugian negara. Jadi penyidik berpatokan pada hasil akhir. Karena temuan dari hasil investigasi sifatnya sementara,” terangnya.
Sebelumnya, informasi yang diperoleh dari salah seorang sumber Kejatisu mengatakan penyidik Kejatisu tengah membidik 2 pejabat yang terlibat dalam penandatanganan kontrak pengelolaan SIR di tahun 2009 diantaranya mantan Wakil Direktur RSUD dr Pirngadi Medan dan Direktur PT Buana.
“Tersangkanya tentu saja mengarah ke pejabat yang menandatangani berkas kontrak pengelolaan SIR tersebut. Kalau ditanyakan siapa, ya mantan Wakil Direktur RSUD dr Pirngadi Medan dan Direktur PT Buana lah,” terang salah seorang sumber di Kejatisu kepada Sumut Pos.
Dikatakannya, penetapan status tersangka hanya tinggal menunggu waktu yang tepat.
“Penetapan tersangkanya sebentar lagi. Tinggal menunggu waktu saja. Karena penyidik juga tidak akan tergesa-gesa menetapkan siapa tersangkanya. Tentunya masih ada yang harus dilengkapi,” ujarnya lagi.
Sebelumnya, Kejatisu melakukan pemeriksaan dan penyidikan terhadap 20 orang. Mereka yang diperiksa pejabat dari RSUD dr Pirngadi Medan dan PT Buana. Pemeriksaan itu terkait perkara dugaan korupsi pengelolaan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR) senilai Rp7,7 miliar.
Salah satu pejabat yang diperiksa adalah dr Nasrullah Anas, Kepala Instalasi, Bendahara dan Wakil Direktur RSUD Pirngadi Medan. Mereka diperiksa terkait korupsi dana sebesar Rp7,7 miliar pada anggaran 2009-2010 yang bersumber dari swakelola.
Dalam kasus SIR ini RSUD dr Pirngadi bekerjasama dengan PT Buana dalam pengelolaan SIR. Sistem ini dibangun untuk mengetahui transaksi di setiap instalasi di rumah sakit milik pemerintah. Dalam sistem kerjasamanya pengelola SIR bagi hasil sebesar 7 persen dari omset .Tahun 2010 sistem berhenti tapi bagi hasil terus berlangsung. (far)