26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Belasan Pengungsi Rohingya di Medan Berharap Jadi WNI

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Para pengungsi Rohingya melakukan salat berjamaah di tempat pengungsian Beraspati Jalan Jamin Ginting Medan, Selasa (05/8). Para pengungsi berharap keluarga diterima menjadi WNI.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Imigran etnis Rohingya yang berada di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan sangat berharap menjadi warga negera (WN) Indonesia. Pasalnya, kekejaman sadis yang pernah dirasakan masih menyimpan trauma bagi imigran Rohingya yang berada di Belawan.

Harapan para imigran Rohingya berjumlah 27 orang di Belawan dapat diberikan status kehidupan menjadi warga negara Indonesia. “Kami ingin sekali menjadi warga negara Indonesia, kalau kami nanti dideportasi ke Myanmar, lebih baik kami memilih mati saja,” kata Muhammad Jabar yang mahir berbahasa Indonesia, Selasa (5/9).

Keinginannya menjadi warga Indonesia, kata Jabar, mengingat dirinya yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah tewas dibantai. Untuk itu, dirinya ingin mempunyai keturunan dan bebes hidup di negara untuk mencari nafkah.

“Saya tidak ada siapa – siapa lagi. Tidak mungkin saya sampai mati hidup di sini, saya ingin berkeluarga dan ingin punya status kewarganegaraan. Saya berharap pemerintah Indonesia dapat menerima kami semua menjadi warga negara Indonesia,” ungkap pria berusia 38 tahun ini.

Diungkapkan imigran yang sudah berada 5 tahun di Indonesia, selama berada di Rudenim, kebutuhan makan dan fasilitas lain mereka peroleh, hanya saja, mereka ingin hidup bebas dan berbaur dengan masyarakat.

“Kami ini bukan orang jahat, kami ini korban kekejaman pemerintah, berilah kami bebas agar bisa hidup dengan orang lain. Kami tahu, untuk menjadi warga negara Indonesia pasti tidak bisa, tapi kami berharap itu bisa terjadi,” pinta Jabar dihadapan teman-temannya.

Disinggung apakah diantara mereka ada yang sudah berumah tangga selama berada di Rudenim, Jabar mengaku tidak ada, karena untuk menikah sangat sulit dilakukan. “Kami memang ada yang sudah berkeluarga, itu karena kabur bersama keluarga. Tapi, sesama kami orang Rohingya, kami belum ada yang menikah, kami juga ingin punya keturunan, tapi dengan kondisi kami sebagai pendatang gelap sangat sulit,” kata Jabar.

Beda dengan Mussrof, dirinya yang masih berusia 22 tahun sangat menginginkan bekerja dan bebas hidup dengan masyarakat. “Saya hanya ingin kerja, walaupun negara Indonesia tidak bisa mengakui kami, tapi berikan kami pekerjaan, agar kami bisa berpenghasilan,” harapan Mussrof.

Selama berada di Rudenim, kata Mussrof, belum ada kegiatan yang mereka hasilkan untuk bisa menambah kebutuhan uang bagi mereka. Hanya saja, kegiatan yang bersifat ketrampilan.

“Kami di sini memang ada belajar seni, olah raga dan lainnya, tapi kepandaian kami tidak bisa kamu gunakan untuk bekerja, kami ingin sekali bekerja,” kata Mussrof.

Terpisah, Kepala Rudenim Belawan, Abdul Karim SH MH mengatakan, selama imigran Rohingya belum ada yang menikah, mereka tidak diberikan bebas untuk bekerja dan berbaur dengan masyarakat.

“Mereka ini masih dalam pengawasan. Jadi, mereka hanya bisa menerima ketrampilan yang telah kita berikan. Begitu juga, untuk menjadi warga negara Indonesi itu tidak bisa dilakukan, yang jelas mereka tetap kita layani dengan layak,” ungkap Abdul Karim.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Para pengungsi Rohingya melakukan salat berjamaah di tempat pengungsian Beraspati Jalan Jamin Ginting Medan, Selasa (05/8). Para pengungsi berharap keluarga diterima menjadi WNI.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Imigran etnis Rohingya yang berada di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan sangat berharap menjadi warga negera (WN) Indonesia. Pasalnya, kekejaman sadis yang pernah dirasakan masih menyimpan trauma bagi imigran Rohingya yang berada di Belawan.

Harapan para imigran Rohingya berjumlah 27 orang di Belawan dapat diberikan status kehidupan menjadi warga negara Indonesia. “Kami ingin sekali menjadi warga negara Indonesia, kalau kami nanti dideportasi ke Myanmar, lebih baik kami memilih mati saja,” kata Muhammad Jabar yang mahir berbahasa Indonesia, Selasa (5/9).

Keinginannya menjadi warga Indonesia, kata Jabar, mengingat dirinya yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah tewas dibantai. Untuk itu, dirinya ingin mempunyai keturunan dan bebes hidup di negara untuk mencari nafkah.

“Saya tidak ada siapa – siapa lagi. Tidak mungkin saya sampai mati hidup di sini, saya ingin berkeluarga dan ingin punya status kewarganegaraan. Saya berharap pemerintah Indonesia dapat menerima kami semua menjadi warga negara Indonesia,” ungkap pria berusia 38 tahun ini.

Diungkapkan imigran yang sudah berada 5 tahun di Indonesia, selama berada di Rudenim, kebutuhan makan dan fasilitas lain mereka peroleh, hanya saja, mereka ingin hidup bebas dan berbaur dengan masyarakat.

“Kami ini bukan orang jahat, kami ini korban kekejaman pemerintah, berilah kami bebas agar bisa hidup dengan orang lain. Kami tahu, untuk menjadi warga negara Indonesia pasti tidak bisa, tapi kami berharap itu bisa terjadi,” pinta Jabar dihadapan teman-temannya.

Disinggung apakah diantara mereka ada yang sudah berumah tangga selama berada di Rudenim, Jabar mengaku tidak ada, karena untuk menikah sangat sulit dilakukan. “Kami memang ada yang sudah berkeluarga, itu karena kabur bersama keluarga. Tapi, sesama kami orang Rohingya, kami belum ada yang menikah, kami juga ingin punya keturunan, tapi dengan kondisi kami sebagai pendatang gelap sangat sulit,” kata Jabar.

Beda dengan Mussrof, dirinya yang masih berusia 22 tahun sangat menginginkan bekerja dan bebas hidup dengan masyarakat. “Saya hanya ingin kerja, walaupun negara Indonesia tidak bisa mengakui kami, tapi berikan kami pekerjaan, agar kami bisa berpenghasilan,” harapan Mussrof.

Selama berada di Rudenim, kata Mussrof, belum ada kegiatan yang mereka hasilkan untuk bisa menambah kebutuhan uang bagi mereka. Hanya saja, kegiatan yang bersifat ketrampilan.

“Kami di sini memang ada belajar seni, olah raga dan lainnya, tapi kepandaian kami tidak bisa kamu gunakan untuk bekerja, kami ingin sekali bekerja,” kata Mussrof.

Terpisah, Kepala Rudenim Belawan, Abdul Karim SH MH mengatakan, selama imigran Rohingya belum ada yang menikah, mereka tidak diberikan bebas untuk bekerja dan berbaur dengan masyarakat.

“Mereka ini masih dalam pengawasan. Jadi, mereka hanya bisa menerima ketrampilan yang telah kita berikan. Begitu juga, untuk menjadi warga negara Indonesi itu tidak bisa dilakukan, yang jelas mereka tetap kita layani dengan layak,” ungkap Abdul Karim.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/