
Warga Rohingya asal Myanmar di Rumah Deteksi Imigrasi (Rudenim) Belawan, Senin (4/9). Mereka masih trauma atas teror yang dilakukan Pemerintah Myanmar terhadap keluarga mereka.
Humas Kanwil Kemenkuham Sumut, Josua Ginting menyebutkan, ada 437 orang etnis Rohingya Myanmar yang bermukim di Sumatera Utara. Mereka tersebar di tujuh lokasi penampungan, yakni di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Belawan sebanyak 20 orang, Hotel Pelanggi 93 orang, Hotel Top In 61 orang, YPAP 72 orang, Hotel Graha Ayura 2 orang, Hotel Beraspati 127, dan Hotel Pelanggi Andaman 62 orang.
Josua Ginting menjelaskan, saat ini Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang menjadi tempat penampungan dari penanganan para korban konflik di Rakhine, Myanmar. “Untuk mencapai tujuan para pengungsi itu (Australia, Red), tergantung dari IOM sebagai fasilitator untuk mengirim mereka tujuan untuk mencari suaka,” jelas Josua Ginting.
Karenanya, Josua mengaku belum tahu kapan imigran Rohingua ini akan diberangkat ke negara tujuan. Soalnya, belum ada kordinasi lanjut dari IOM saat ini. “Tergantung IOM lah. Karena, IOM menjadi fasilitas untuk tujuan negara mereka mencari suaka,” jelas Josua.
Selama di penampungan, lanjut Josua, para pengungsi itu sudah melakukan aktivitas seperti biasa, pada umum warga pribumi. Termasuk anak-anak korban kekejaman pemerintah Myanmar itu, sudah bersekolah di sekolah terdekat dari lokasi pengungsian. Dari sebagian mereka juga sudah bisa berbahasa Indonesia. “Untuk opersional semuanya ditanggung IOM, kita cuma memberika lokasi untuk penampung di tanah air ini untuk sementara,” ujarnya.
Namun sayangnya, para imigran pencari suaka ini tidak dilatih dengan keterampilan oleh pihak Kemenkuham Sumut, Pemprov Sumut dan Pemko Medan. Setiap harinya, mereka tidak memiliki aktivitas dalam hal ketrampilan. “Tidak ada, belum ada fasilitas itu. Kita juga mengawasi mereka saja selama 24 jam keberadaan mereka dan ngapaian,” pungkasnya.
Sementara itu, Muhammad Habi (23), seorang pengungsi yang sudah menetap di penampungan Hotel Beraspati, Medan, bercerita bagaimana para militer Myanmar membantai kaum ibu dan anak-anak di Myanmar dengan kezam dan tidak manusiawi.
“Saya sudah lihat, bagaimana, bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak mati di sana. Kalaupun hidup di sana tidak ada makanan,” ungkap Habi, kemarin.
Atas konflik tersebut, Habi tak bosan-bosan memanjatkan doa kepada Allah untuk keselamatan saudaranya di Myanmar atas kekejaman militer Myanmar. Dia bercerita bagaimana dia tidak bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha selama tinggal di Myanmar. “Saya menyaksikan bagaimana mereka (Militer) melakukan aksi membakar rumah dan perkampungan rumah saya itu,” tuturnya.
Saat ini, suhu konflik antara Etnis Rohingya dengan pemerintah Myanmar sedang memanas. Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sedang gencar membahas solusi konflik Rohingya.(fac/gus)

