Tadi Malam Kapoldasu Mencak-mencak Marahi Anggota
MEDAN-Tadi malam suasana mencekam terjadi di Kantor Gubernur Sumatera Utara di Jalan Pangeran Diponegoro, Medan. Buruh yang sejak pagi beraksi menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut mengepung kantor tersebut.
Suasana semakin mencekam setelah pagar Kantor Gubsu berhasil dirobohkan oleh para buruh. Sekira pukul 19.20 tadi malam, terdengar banyak terikan-teriakan menghujat yang dilontarkan para buruh. Tidak itu saja, polisi yang sudah bertugas sejak pagi di tempat itu pun jadi emosi. Tidak hanya polisi berpangkat rendah, Kepala Polisi Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu) Irjen Pol Wisjnu Amat Satro pun terlihat tidak bisa menyembunyikan amarahnya.
Terbukti, secara terbuka Kapoldasu tampak memarahi Wakil Direktur (Wadir) Sabhara Poldasu, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Johannes. “Tak bisa kau atur anggotamu,” bentak Wisjnu kepada AKBP Johannes.
“Siap, siap, siap!” balas AKBP Johannes.
Tidak hanya sampai di situ saja, amarah Wisjnu merembet ke personel polisi lainnya. Tanpa terkecuali para polisi wanita (polwan) yang terlihat tidak dalam keadaan bersiap. “Polwan-polwan, baris semua. Cek-cek, yang bukan anggota, yang tidak pakai pakaian dinas periksa semua,” hardik Wisjnu.
Bentakan dari Wisjnu itu, sontak membuat para personel polisi yang ada di dekatnya, terlebih lagi para polwan langsung berlarian dan bergegas membuat barisan di bagian belakang pos pengamanan (Pospam) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Sumatera Utara (Provsu).
Sebenarnya, Wisjnu tersulut ketika pintu gerbang Kantor Gubsu yang berdekatan dengan pagar Masjid Agung Medan berhasil dirobohkan massa buruh, pada sekira pukul 19.06 WIB. Saat itu, Wisjnu tengah memberi instruksi kepada para bawahannya di halaman Kantor Gubsu. Mendengar suara rubuhnya pintu gerbang Kantor Gubsu, dengan spontan para personel polisi berlarian menuju arah pintu gerbang yang rubuh tersebut. Termasuk para personel polisi yang tengah diberi instruksi oleh Wisjnu.
Wisjnu terdengar sempat berteriak untuk melarang para bawahannya terpancing emosi. “Tahan, tahan,” teriak Wisjnu. Sayangnya, perintah spontanitas itu seolah tidak didengar para bawahannya yang terus berlari menuju pintu pagar yang rubuh.
Saat itu juga, personel polisi dari satuan Polisi Anti Huru-Hara (PHH) yang awalnya tampak santai duduk di halaman Kantor Gubsu, langsung beranjak dan bergegas memakai perlengkapannya seperti helm, pentungan dan perisai serta bersiap. Suasana langsung mencekam. Teriakan buruh menghujat pejabat dibalas teriakan satuan PHH.
Kapoldasu: Saya juga Lapar ….
Tak ingin berlarut, Wisjnu langsung menghadapi para buruh. Upaya Wisjnu meminta agar para buruh bersabar tak dipedulikan. Setiap Wisjnu hendak memberi imbauan dengan pengeras suara atau toa, saat itu pula terdengar teriakan-teriakan penolakan dari para buruh.
Atas hal itu, Wisjnu mulai terlihat naik pitam dan menyahuti teriakan-teriakan para buruh tersebut dengan kalimat-kalimat menghardik. “Kalau kalian main kekerasan, saya sikat kalian. Kalau kalian main kasar, kita juga kena. Sabar, satu-satu bicara. Kalau kalian lapar, saya juga lapar. Kalau kalian capek, saya juga capek. Kalian tahu saya juga dari pagi bersama kalian,” tegas Wisjnu.
Sesaat mengatakan itu, masih terdengar teriakan para buruh. Wisjnu kembali berang dan mempersilahkan buruh yang berteriak untuk maju ke depan dan mengeluarkan pernyataannya. Sayangnya, tidak ada satu pun para buruh yang maju.
“Jangan hanya cakap di situ, kemari kalau cakap. Biar kalian ngomong dulu, biar saya dengarkan. Di sini ngomongnya, jangan teriak-teriak begitu,” tukas Wisjnu lagi.
Sesaat menunggu dengan memberi waktu massa aksi, namun tidak satu pun yang maju memberikan pernyataan, Wisjnu langsung mengambil alih peran untuk memberi tanggapan kepada para buruh. “Jangan macam anak kecil, sini ngomong di sini. Kalian mau tidur di sini sampai lecet, silahkan. Saya tunggu. Silahkan bicara sampai puas. Ini negara hukum. Tadi, perwakilan sudah berbicara dengan Gubsu (Gatot, Red) dan Pak Gubsu tetap belum bisa memberi jawaban. Saya sudah coba memfasilitasi ini. Kalau saya bisa putuskan, tapi saya tidak punya kewenangan itu. Kalau Pak Gubsu tetap dengan upah Rp1.375.000, ya kita tunggu. Nanti usaha lagi,” kata Wisjnu.
Setelah itu, Wisjnu masuk ke area halaman Kantor Gubsu. Massa aksi tampak mulai beringsut meninggalkan lokasi demo di Jalan Pangeran Diponegoro, pada sekira pukul 19.50 WIB. Namun, massa aksi melalui salah seorang oratornya dengan pengeras suara menegaskan, hari ini (6/12), buruh akan mengerahkan lebih banyak massa untuk kembali menggelar aksi dengan tuntutan yang sama. Bahkan, buruh mengancam, akan bertahan di Kantor Gubsu hingga tuntutan mereka dipenuhi.
Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Provsu, Bukit Tambunan sesaat sebelum rubuhnya pintu gerbang Kantor Gubsu, ketika ditanya wartawan menyebutkan tuntutan para buruh belum bisa dikabulkan. Karena Plt Gubsu, Gatot Pujo Nugroho masih tidak bersedia menaikan UMP Sumut 2013 yang telah ditetapkan diubah lagi sesuai tuntutan para buruh.
Rapat pembahasan tuntutan para buruh di gedung Kantor Gubsu lama, berjalan alot dari siang menjelang sore, pada sekira pukul 14.30 WIB hingga usai Maghrib dengan keputusan tetap pada penetapan UMP Sumut 2013 sebesar Rp1.375.000.
Lalu-lintas Medan Lumpuh
Sebelumnya, ribuan buruh yang menuntut penetapan UMP Sumut 2013 sebesar Rp2.200.000 serta penghapusan sistem buruh kontrak, Rabu (5/12) siang, tumpah di Medan. Aksi ini pun berhasil melumpuhkan arus lalu-lintas.
Walaupun kondisi aman dan terkendali, di bawah pengawalan 4.600 personel, tetap saja kemacetan tak terelakkan. Apalagi aksi buruh terjadi di beberapa lokasi berbeda seperti di Bandara Polonia Medan, Kantor DPRD Sumut, dan kantor Gubsu. Untuk menghindari kemacetan panjang, banyak pengguna kendaraan memilih jalan alternatif.
“Aduh bang, hampir dua jam aku terjebak kemacetan saat iringan massa buruh yang bergerak ke inti kota,” ucap Samuel seorang pengguna jalan yang mengaku terjebak kemacetan di tengah lautan massa buruh.
Aksi buruh ini ditengarai oleh kenaikan Upah Minumum Provinsi yang hanya Rp70 ribu dari Rp1.305.000. Buruh menganggap tak layak UMP sebesar itu, mereka pun menuntut UMP Rp2.200.000.
Ribuan buruh dari berbagai aliansi di Kabupaten Deliserdang tumpah di Lapangan Garuda Kecamatan Tanjung Morawa menggelar aksi penolakan revisi penatapan UMP berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor:188.44/648/KPTS/2012 yang dianggap belum berpihak kepada buruh. Untuk itu, diminta kepada Plt Gubsu, Gatot Pujo Nugroho, kembali melakukan perubahan UMP yang sudah ditetapkan sebesar Rp1.305.000 dan menjadi Rp1.375.000.
“Tuntutan kami satu, yaitu agar Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho menandatangani UMP 2012 Rp2,2 juta, seperti di daerah lain,” kata Bambang Hermanto, kordinator aksi.
Buruh yang bergeser menuju Jalur Lintas Sumatera (Jalinsum), semula berencana bergabung dengan buruh dari daerah lainnya di Kota Medan, namun jadwal itu berubah. Dengan mengendarai sepeda motor dan beberapa mobil komando, massa buruh berkonvoi menuju Jalinsum, tepatnya di depan Tol Belmera (Belawan, Medan, Tanjung Morawa), massa langsung memblokir pintu tol tersebut.
Kemacetan arus lalu lintas pun tidak terelakan. Begitu juga dengan arus kendaraan di jalur tol Belmera juga lumpuh total. Kendaraan yang datang dari arah Kota Medan melalui jalur tol, tidak bisa keluar dari pintu tol Tanjungmorawa.
Sedangkan, kendaraan yang akan masuk ke pintu tol Tanjungmorawa, harus dialihkan ke Jalur Arteri menuju Kota Medan. Dibantu petugas Kepolisian dari Satlantas Polres Deliserdang, yang terus mengupayakan arus kendaraan tetap berjalan dalam kondisi padat merayap.
Kepala Biro Operasional Poldasu, Kombes Pol Iwan Hary Sugiarto, menyatakan cukup banyak buruh dari Deliserdang yang masuk ke Medan. Para buruh diangkut truk dan bus, sebagian lagi konvoi menggunakan sepeda motor. “Kalau truk sekira 8 truk. Kalau bus 6 unit,” ujarnya tadi malam.
Sedangkan untuk buruh yang berasal dari sejumlah pabrik di Kawasan Industri Medan (KIM) dengan titik kumpul di Jalan Pulau Sumatera hingga ke KIM 1, saat menuju ke kantor Gubsu dan DPRD Sumut, membuat situasi jalanan Kol Yos Sudarso Medan macet total hingga 1 km lebih, persisnya di Pulo Brayan akibat iringan buruh dari KIM ke kawasan Glugur.
Meski iringan mendapatkan pengawalan ketat oleh aparat kepolisian, tetap saja jalanan macet bahkan sejumlah pabrik diantaranya PT Musi Mas disoraki untuk maksud mengajak buruhnya ikut berdemo. Dengan membawa sejumlah spanduk maupun bendera dari berbagai elemen organisasi buruh, akan bergabung bersama buruh lainnya di Kota Medan.
Sekitar pukul 14.00 WIB, massa buruh akhirnya membubarkan diri dari pintu masuk bandara. Massa kemudian bergerak menuju kantor Gubsu di Jl Pangeran Diponegoro, untuk meneruskan aksinya.
Di sisi lain, Upah Minimum Kota (UMK) Medan diputuskan sebesar Rp1.460.00 perbulan, untuk pekerja yang masa kerjanya 0 sampai 1 tahun. Dan, keputusan itu sudah disampaikan ke Plt Gubsu. “Hari ini kita sampaikan, dipastikan hari sudah kita antar ke Provsu lah, semua sudah disiapkan, “ucap Robert Tambunan Ketua Dewan Pengupah Kota Medan.
Sebelumnya, Wali Kota Medan Drs.H Rahudman Harahap MM menjelaskan masih ada Upah Minimum Sektor Kota (UMSK). Jumlahnya bisa lebih dari Rp1.700.000 perbulan, untuk pekerja yang masa kerjanya lebih dari 1 tahun.
“Inilah sementara usulan yang kita sampaikan kepada Gubernur untuk ditetapkan sebagai UMK. Besok (hari ini) usulan itu sudah kita sampaikan,” kata Wali Kota.
Nmaun, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan sangat mengesalkan penetapan upah minimum kota (UMK) Kota Medan 2013 tersebut. “Kenapa Dewan Pengupahan mau menyepakati perjanjian ini, semestinya hal ini tidak perlu disepakati. Seharusnya mereka peduli kepada nasib buruh, yang saat ini membutukan biaya besar untuk mengurus rumah tangganya,” kata anggota DPRD Medan dari partai Buruh fraksi Medan Bersatu, Juliaman Damanik, kemarin.
Menurutnya, dengan penetapan UMK sebesar Rp1.460.000 tidak cukup untuk mengurus rumah tangga sepereti biaya sewa rumah, air dan biaya pendidikan sekolah anak. “Sebaiknya, sebelum memutuskan penetapan UMK, Dewan pengupahan harus berkoordinasi dengan berbagai elemen buruh dan partai buruh. Sehingga tidak begitu saja menetapkannya,” ungkapnya. (ari/mag-12/gus)