25.6 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Pemerintah Beri Gaji Pengurus Masjid

Tembok Kota Nanjing dibangun pada Kaisar Pertama Dinasti Ming , Zhu Yuangzhan . Tembok berdiri sepanjang 21 KM.3 Juni 2017 Tampak pengunjung masuk gerbang Tembok Kota Nanjing.. Boy Slamet/Jawa Pos

 Batasi Pengaruh Agama dalam Politik

Kebijakan mengatur perilaku pemeluk agama sudah terjadi di Tiongkok sejak lama. Termasuk pada Dinasti Ming. Meski menyuruh ulama Arab berkeliling berdakwah serta menjamin dan melindungi ulama dan masjid, Kaisar Pertama Dinasti Ming Zhu Yuanzhang juga membatasi pengaruh agama dalam politik.

Setidaknya itu terlihat dari kebijakannya terhadap suku Hui. Sekadar diketahui, sekarang suku Hui adalah salah satu suku di Tiongkok yang penduduknya mayoritas memeluk Islam. Cheng Ho juga berasal dari suku Hui.

Saat berkuasa, Dinasti Ming banyak memberikan jabatan kepada orang-orang suku Hui. ”Sebab, saat itu pejabat muslim dikenal jujur dan kompeten,” kata Zheng Zhi Hai. Karena itu, meski bukan suku yang dominan, persebaran suku Hui jauh lebih merata ketimbang suku Han, suku terbesar di Tiongkok.

Kaisar Zhu juga membuat kebijakan, suku Hui dilarang memakai pakaian, bahasa, dan nama asli mereka. Selain itu, muncul hukum perkawinan: suku Hui dilarang menikah dengan sesama suku Hui. Harus ada perkawinan antarsuku. Tapi, suku Han tetap boleh menikah dengan sesama suku Han. Akibatnya, banyak suku Hui yang mengganti nama ke nama suku Han. Termasuk identitasnya.

Selain itu, Kaisar Zhu menghapus sistem qadi atau hakim Islam. Sebelumnya Dinasti Yuan memperkenalkan adanya qadi. Seorang hakim yang mengadili masalah-masalah berdasar syariat Islam. Tentu saja untuk pemeluk Islam.

Kaisar Zhu beralasan bahwa hal itu dilakukan agar tidak ada kerancuan sistem hukum. Maka, semua masalah yang terkait pidana dan sipil disidang dan diputuskan pengadilan pemerintah. Bukan oleh qadi.

Tapi, pada intinya, kebijakan Kaisar Zhu tersebut bertujuan meredam potensi munculnya kekuatan politik yang bisa merongrong kekaisarannya. Sebab, waktu itu banyak muslim yang menduduki jabatan penting di pemerintahan. Selain itu, persebarannya merata. ”Intinya, menjauhkan politisasi agama,” ucap Zheng.

Menurut Zheng, pemikiran Kaisar Zhu memang bisa dipahami. Di satu sisi menjamin kebebasan beragama dan menjalankan ibadahnya. Di sisi lain, dia tidak mau Islam dijadikan tunggangan politik untuk berebut kekuasaan. ”Maka, dari situ muncullah sejumlah aturan yang membatasi tersebut,” tambahnya. (*/c9/nw/jpg/ril)

Tembok Kota Nanjing dibangun pada Kaisar Pertama Dinasti Ming , Zhu Yuangzhan . Tembok berdiri sepanjang 21 KM.3 Juni 2017 Tampak pengunjung masuk gerbang Tembok Kota Nanjing.. Boy Slamet/Jawa Pos

 Batasi Pengaruh Agama dalam Politik

Kebijakan mengatur perilaku pemeluk agama sudah terjadi di Tiongkok sejak lama. Termasuk pada Dinasti Ming. Meski menyuruh ulama Arab berkeliling berdakwah serta menjamin dan melindungi ulama dan masjid, Kaisar Pertama Dinasti Ming Zhu Yuanzhang juga membatasi pengaruh agama dalam politik.

Setidaknya itu terlihat dari kebijakannya terhadap suku Hui. Sekadar diketahui, sekarang suku Hui adalah salah satu suku di Tiongkok yang penduduknya mayoritas memeluk Islam. Cheng Ho juga berasal dari suku Hui.

Saat berkuasa, Dinasti Ming banyak memberikan jabatan kepada orang-orang suku Hui. ”Sebab, saat itu pejabat muslim dikenal jujur dan kompeten,” kata Zheng Zhi Hai. Karena itu, meski bukan suku yang dominan, persebaran suku Hui jauh lebih merata ketimbang suku Han, suku terbesar di Tiongkok.

Kaisar Zhu juga membuat kebijakan, suku Hui dilarang memakai pakaian, bahasa, dan nama asli mereka. Selain itu, muncul hukum perkawinan: suku Hui dilarang menikah dengan sesama suku Hui. Harus ada perkawinan antarsuku. Tapi, suku Han tetap boleh menikah dengan sesama suku Han. Akibatnya, banyak suku Hui yang mengganti nama ke nama suku Han. Termasuk identitasnya.

Selain itu, Kaisar Zhu menghapus sistem qadi atau hakim Islam. Sebelumnya Dinasti Yuan memperkenalkan adanya qadi. Seorang hakim yang mengadili masalah-masalah berdasar syariat Islam. Tentu saja untuk pemeluk Islam.

Kaisar Zhu beralasan bahwa hal itu dilakukan agar tidak ada kerancuan sistem hukum. Maka, semua masalah yang terkait pidana dan sipil disidang dan diputuskan pengadilan pemerintah. Bukan oleh qadi.

Tapi, pada intinya, kebijakan Kaisar Zhu tersebut bertujuan meredam potensi munculnya kekuatan politik yang bisa merongrong kekaisarannya. Sebab, waktu itu banyak muslim yang menduduki jabatan penting di pemerintahan. Selain itu, persebarannya merata. ”Intinya, menjauhkan politisasi agama,” ucap Zheng.

Menurut Zheng, pemikiran Kaisar Zhu memang bisa dipahami. Di satu sisi menjamin kebebasan beragama dan menjalankan ibadahnya. Di sisi lain, dia tidak mau Islam dijadikan tunggangan politik untuk berebut kekuasaan. ”Maka, dari situ muncullah sejumlah aturan yang membatasi tersebut,” tambahnya. (*/c9/nw/jpg/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/