29 C
Medan
Sunday, February 23, 2025
spot_img

Wanita asal Tapsel Menang Lewat Inovasi ‘Bakso Salak’

Sry lahir dan besar di keluarga petani salak. Ayahnya, Gulma Mendrova, memiliki kebun salak. Dari salak-lah, semua kebutuhan keluarga – hingga biaya sekolah Sry dan kedua adiknya terpenuhi. Sayang, sejak tahun 2008, harga salak anjlok. Permintaan akan salak menurun. Banyak salak tak terjual. Padahal, umur salak hanya sepuluh hari saja.

“Saya kemudian berpikir, apa yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkan usaha keluarga ini,” ujarnya.

Ia pun bergabung dengan Komunitas Pemuda Pelopor, pada tahun 2013. Komunitas itu memberinya semangat untuk berani berwirausaha. Pada bulan Mei 2014, anak pertama dari tiga bersaudara ini memutuskan memulai usaha pengolahan salak.

Saat ini, usahanya telah memiliki omzet hingga Rp 35 juta per tahun. Kebunnya sering digunakan sebagai studi lapangan mahasiswa bahkan juga pernah menerima studi banding dari kota Pontianak, Kalimantan Barat. Siswa-siswi SMK juga sering magang di sana.

“Saya juga sering diminta mengisi pelatihan pengolahan buah. Buah apa saja, yang penting buah,” katanya lagi.

Ketika menerima kunjungan mahasiswa itulah, Sry mendapatkan informasi Al Ahmadi Award. Mahasiswa yang mengunjunginya menyarankannya untuk ikut. Setelah mencari informasi dan meminta restu orang tua, Sry mendaftar sebagai peserta.

Namun, jalannya ternyata tak mudah. Ayahnya jatuh sakit. Hingga kemudian meninggal, 19 November lalu. Ia ingat ayahnya pernah berpesan, ‘hanya yang bermental juara saja yang bisa menang.’ Ia memang sudah ingin menang ketika pertama kali mendaftar.

“Sekarang saya menang, piala ini saya persembahkan untuk ayah saya,” kata wanita yang masih berusia 26 tahun itu lagi.

Al Ahmadi Award se-Sumatera 2015 ini merupakan sebuah ajang apresiasi bagi para wirausahawan. Ajang ini tidak pernah absen digelar sejak tahun 2012 lalu. Tahun ini menjadi tahun keempat.

Direktur Eksekutif Batam Pos Entrepreneur School (BPES) Lisya Anggraini mengatakan, pelaksanaan Al Ahmadi Award tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Pertama, lingkup peserta yang diperluas hingga seluruh provinsi Sumatera. Dan, kedua, puncak acara yang tidak hanya dikemas dalam dengan acara seminar saja. Melainkan juga sebuah temu bisnis dengan para wirausahawan dari Malaysia dan Singapura.

Perbedaan ternyata juga muncul dari pemenang. Tahun ini, tidak ada satupun orang Batam, ataupun Kepulauan Riau yang memenangi ajang ini. Lisya turut menyayangkan.

“Penilaian para juri itu sudah kuat. Kami tidak bisa mengurangi atau menambahkan,” kata Lisya seusai acara.

Panitia, kata Lisya, harus fair. Sebab, kejujuran merupakan satu sikap bisnis yang harus dimiliki para wirausahawan. BPES berusaha tetap menjunjung sikap itu.

Persaingan tahun ini memang sangat ketat. Dari total 300 peserta, hanya delapan peserta saja yang bisa ditetapkan sebagai pemenang. Namun, ia memastikan, predikat juara hanya satu dari sekian banyak hal yang bisa didapat dari kompetisi ini. Inti kompetisi ini justru ada pada jaringan bisnis. Dengan mengikuti kegiatan ini, para peserta dapat berkenalan dengan wirausahawan lain dari daerah lain se-Sumatera. Juga berkenalan dengan para dewan juri. Peserta dapat memanfaatkan kompetisi ini untuk mengembangkan bisnisnya.

“Ya saya harapkan, hasil kompetisi tahun ini dapat mendorong para wirausahawan Batam atau Kepri untuk lebih mengembangkan bisnisnya,” ujarnya.

Hadir pada kesempatan itu, Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Dia mengatakan gerakan ini sudah sangat besar sekarang. “Saya sekarang percayanya sampai tingkat 4. Karena BPES ini sudah mau, bisa, dan menghasilkan ajang seperti ini. Ke depan ditingkatkan ke taraf nasional, ” tutur bos Jawa Pos Group itu. (ceu/jpg/ril)

Sry lahir dan besar di keluarga petani salak. Ayahnya, Gulma Mendrova, memiliki kebun salak. Dari salak-lah, semua kebutuhan keluarga – hingga biaya sekolah Sry dan kedua adiknya terpenuhi. Sayang, sejak tahun 2008, harga salak anjlok. Permintaan akan salak menurun. Banyak salak tak terjual. Padahal, umur salak hanya sepuluh hari saja.

“Saya kemudian berpikir, apa yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkan usaha keluarga ini,” ujarnya.

Ia pun bergabung dengan Komunitas Pemuda Pelopor, pada tahun 2013. Komunitas itu memberinya semangat untuk berani berwirausaha. Pada bulan Mei 2014, anak pertama dari tiga bersaudara ini memutuskan memulai usaha pengolahan salak.

Saat ini, usahanya telah memiliki omzet hingga Rp 35 juta per tahun. Kebunnya sering digunakan sebagai studi lapangan mahasiswa bahkan juga pernah menerima studi banding dari kota Pontianak, Kalimantan Barat. Siswa-siswi SMK juga sering magang di sana.

“Saya juga sering diminta mengisi pelatihan pengolahan buah. Buah apa saja, yang penting buah,” katanya lagi.

Ketika menerima kunjungan mahasiswa itulah, Sry mendapatkan informasi Al Ahmadi Award. Mahasiswa yang mengunjunginya menyarankannya untuk ikut. Setelah mencari informasi dan meminta restu orang tua, Sry mendaftar sebagai peserta.

Namun, jalannya ternyata tak mudah. Ayahnya jatuh sakit. Hingga kemudian meninggal, 19 November lalu. Ia ingat ayahnya pernah berpesan, ‘hanya yang bermental juara saja yang bisa menang.’ Ia memang sudah ingin menang ketika pertama kali mendaftar.

“Sekarang saya menang, piala ini saya persembahkan untuk ayah saya,” kata wanita yang masih berusia 26 tahun itu lagi.

Al Ahmadi Award se-Sumatera 2015 ini merupakan sebuah ajang apresiasi bagi para wirausahawan. Ajang ini tidak pernah absen digelar sejak tahun 2012 lalu. Tahun ini menjadi tahun keempat.

Direktur Eksekutif Batam Pos Entrepreneur School (BPES) Lisya Anggraini mengatakan, pelaksanaan Al Ahmadi Award tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Pertama, lingkup peserta yang diperluas hingga seluruh provinsi Sumatera. Dan, kedua, puncak acara yang tidak hanya dikemas dalam dengan acara seminar saja. Melainkan juga sebuah temu bisnis dengan para wirausahawan dari Malaysia dan Singapura.

Perbedaan ternyata juga muncul dari pemenang. Tahun ini, tidak ada satupun orang Batam, ataupun Kepulauan Riau yang memenangi ajang ini. Lisya turut menyayangkan.

“Penilaian para juri itu sudah kuat. Kami tidak bisa mengurangi atau menambahkan,” kata Lisya seusai acara.

Panitia, kata Lisya, harus fair. Sebab, kejujuran merupakan satu sikap bisnis yang harus dimiliki para wirausahawan. BPES berusaha tetap menjunjung sikap itu.

Persaingan tahun ini memang sangat ketat. Dari total 300 peserta, hanya delapan peserta saja yang bisa ditetapkan sebagai pemenang. Namun, ia memastikan, predikat juara hanya satu dari sekian banyak hal yang bisa didapat dari kompetisi ini. Inti kompetisi ini justru ada pada jaringan bisnis. Dengan mengikuti kegiatan ini, para peserta dapat berkenalan dengan wirausahawan lain dari daerah lain se-Sumatera. Juga berkenalan dengan para dewan juri. Peserta dapat memanfaatkan kompetisi ini untuk mengembangkan bisnisnya.

“Ya saya harapkan, hasil kompetisi tahun ini dapat mendorong para wirausahawan Batam atau Kepri untuk lebih mengembangkan bisnisnya,” ujarnya.

Hadir pada kesempatan itu, Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Dia mengatakan gerakan ini sudah sangat besar sekarang. “Saya sekarang percayanya sampai tingkat 4. Karena BPES ini sudah mau, bisa, dan menghasilkan ajang seperti ini. Ke depan ditingkatkan ke taraf nasional, ” tutur bos Jawa Pos Group itu. (ceu/jpg/ril)

spot_img

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru

/