27.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Puas Hasil Operasi, Mantan Pasien Katarak Ini Boyong 20 Warga Desa

Foto: Dame/sumutpos.co Saiful Siregar (kanan) foto bersama ibu dan istrinya, di sela-sela screening Operasi Katarak Gratis yang digelar Tambang Emas Martabe di Makodim Padangsidimpuan, Rabu (7/12/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Saiful Siregar (kanan) foto bersama ibu dan istrinya, di sela-sela screening Operasi Katarak Gratis yang digelar Tambang Emas Martabe di Makodim Padangsidimpuan, Rabu (7/12/2016).

Budaya promosi mulut ke mulut atau dalam bahasa Jawa disebut ‘gethok tular’ terbukti efektif merangkul mereka yang ‘sedikit penakut’. Seorang mantan pasien operasi katarak sukses memboyong 20 warga desa ikut operasi katarak, setelah ia promosi tentang betapa memuaskannya hasil operasi yang diterimanya.

Dame Ambarita, Sumut Pos

“Tahun lalu, banyak warga desa saya yang mendapat informasi tentang operasi katarak gratis ini. Tapi mereka takut. Hanya saya yang berani ikut,” kata Saiful Siregar, seorang petani karet yang tinggal di Desa Kutaimbaru Kecamatan Sipirok, Tapsel, saat menunggu giliran screening operasi katarak gratis “Buka Mata Lihat Indahnya Dunia” yang digelar Tambang Emas Martabe di Psp, 7-11 Desember 2016. Hari pertama ini, screening digelar di Makodim Padangsidimpuan. Hari kedua dan seterusnya, screening dan operasi dilanjutkan di RS Tentara Psp.

Pak Saiful bercerita, dirinya menderita katarak sejak dua tahun terakhir, persisnya sejak tahun 2015. Ia tidak pasti apa penyebab dirinya kena katarak. “Mungkin faktor umur,” ucapnya.

Sejak sakit, dirinya sudah mencoba berbagai macam pengobatan tradisional. Mulai dari mencuci mata dengan air rebusan daun sirih, air tebu, air garam, hingga air daun jeruk purut. Ke dokter pun sudah pernah. Tapi ia hanya diberi obat tetes mata. Hasilnya? Tidak ngefek.

Lantas, mengapa ia tidak takut ikut operasi seperti para tetangganya? “Saya memberanikan diri karena kondisi mata saya sudah parah. Saya tak bisa lagi membaca, menonton TV, bahkan tak bisa lagi mengenal para tetangga. Jadi begitu ada tawaran operasi katarak gratis, saya pikir, coba dululah. Toh hasilnya nggak mungkin lebih parah dari sekarang,” ungkapnya.

Meski berani, pria 55 tahun ini ternyata tidaklah ‘berani-berani amat’. Buktinya, meski kedua bola mata ha kena katarak, pada operasi Januari 2016 lalu dirinya minta dioperasi satu mata saja, yakni mata kanan yang kondisinya paling parah. “Jadi kalau operasinya gimana-gimana, hanya mata kanan yang jadi korban,” kekehnya geli sendiri.

Operasinya sendiri diakuinya tidak sakit. “Hanya 10 menit. Dokternya bagus dan tidak sombong. Pelayanan semua bagus,” cetusnya.

Hasil operasi ketahuan pada hari ia membuka perban mata. “Pagi itu juga penglihatan saya langsung mantap. Mata kanan saya bisa melihat jelas hingga sekarang,” lanjutnya.

Perawatan pascaoperasi dilakukan istri tercinta, Devi Pasaribu (51). Dengan telaten, ibu guru ini merawat sang suami dengan menghindarkannya dari debu, asap, dan cahaya yang menyilaukan.

“Sesuai saran paramedis, saya jaga suami agar jangan banyak menunduk. Juga perbanyak makan buah dan sayur,” cetus sang istri yang setia mendampini suami di operasi pertama dan kedua ini.

Dengan keberhasilan operasi pertama tersebut, Saiful pun penuh semangat ‘bersaksi’ pada warga desanya di Kuaimbaru hingga ke desa tetangga di Desa Bulupalung dan Desa Bagas Na Godang. Hasilnya, sekitar 20-an warga penderita katarak dari tiga desa itu jadi antusias ikut dan bertanya, kapan lagi ada operasi berikutnya. “Untuk operasi kali ini, yang mendaftar dari tiga desa itu ada 20 orang, termasuk ibu saya,” senyumnya.

Saiful sendiri mendaftar ikut operasi lanjutan untuk membuang katarak di mata kirinya. Ia yakin, hasilnya tetap semantap operasi pertama.

Foto: Dame/sumutpos.co Saiful Siregar (kanan) foto bersama ibu dan istrinya, di sela-sela screening Operasi Katarak Gratis yang digelar Tambang Emas Martabe di Makodim Padangsidimpuan, Rabu (7/12/2016).
Foto: Dame/sumutpos.co
Saiful Siregar (kanan) foto bersama ibu dan istrinya, di sela-sela screening Operasi Katarak Gratis yang digelar Tambang Emas Martabe di Makodim Padangsidimpuan, Rabu (7/12/2016).

Budaya promosi mulut ke mulut atau dalam bahasa Jawa disebut ‘gethok tular’ terbukti efektif merangkul mereka yang ‘sedikit penakut’. Seorang mantan pasien operasi katarak sukses memboyong 20 warga desa ikut operasi katarak, setelah ia promosi tentang betapa memuaskannya hasil operasi yang diterimanya.

Dame Ambarita, Sumut Pos

“Tahun lalu, banyak warga desa saya yang mendapat informasi tentang operasi katarak gratis ini. Tapi mereka takut. Hanya saya yang berani ikut,” kata Saiful Siregar, seorang petani karet yang tinggal di Desa Kutaimbaru Kecamatan Sipirok, Tapsel, saat menunggu giliran screening operasi katarak gratis “Buka Mata Lihat Indahnya Dunia” yang digelar Tambang Emas Martabe di Psp, 7-11 Desember 2016. Hari pertama ini, screening digelar di Makodim Padangsidimpuan. Hari kedua dan seterusnya, screening dan operasi dilanjutkan di RS Tentara Psp.

Pak Saiful bercerita, dirinya menderita katarak sejak dua tahun terakhir, persisnya sejak tahun 2015. Ia tidak pasti apa penyebab dirinya kena katarak. “Mungkin faktor umur,” ucapnya.

Sejak sakit, dirinya sudah mencoba berbagai macam pengobatan tradisional. Mulai dari mencuci mata dengan air rebusan daun sirih, air tebu, air garam, hingga air daun jeruk purut. Ke dokter pun sudah pernah. Tapi ia hanya diberi obat tetes mata. Hasilnya? Tidak ngefek.

Lantas, mengapa ia tidak takut ikut operasi seperti para tetangganya? “Saya memberanikan diri karena kondisi mata saya sudah parah. Saya tak bisa lagi membaca, menonton TV, bahkan tak bisa lagi mengenal para tetangga. Jadi begitu ada tawaran operasi katarak gratis, saya pikir, coba dululah. Toh hasilnya nggak mungkin lebih parah dari sekarang,” ungkapnya.

Meski berani, pria 55 tahun ini ternyata tidaklah ‘berani-berani amat’. Buktinya, meski kedua bola mata ha kena katarak, pada operasi Januari 2016 lalu dirinya minta dioperasi satu mata saja, yakni mata kanan yang kondisinya paling parah. “Jadi kalau operasinya gimana-gimana, hanya mata kanan yang jadi korban,” kekehnya geli sendiri.

Operasinya sendiri diakuinya tidak sakit. “Hanya 10 menit. Dokternya bagus dan tidak sombong. Pelayanan semua bagus,” cetusnya.

Hasil operasi ketahuan pada hari ia membuka perban mata. “Pagi itu juga penglihatan saya langsung mantap. Mata kanan saya bisa melihat jelas hingga sekarang,” lanjutnya.

Perawatan pascaoperasi dilakukan istri tercinta, Devi Pasaribu (51). Dengan telaten, ibu guru ini merawat sang suami dengan menghindarkannya dari debu, asap, dan cahaya yang menyilaukan.

“Sesuai saran paramedis, saya jaga suami agar jangan banyak menunduk. Juga perbanyak makan buah dan sayur,” cetus sang istri yang setia mendampini suami di operasi pertama dan kedua ini.

Dengan keberhasilan operasi pertama tersebut, Saiful pun penuh semangat ‘bersaksi’ pada warga desanya di Kuaimbaru hingga ke desa tetangga di Desa Bulupalung dan Desa Bagas Na Godang. Hasilnya, sekitar 20-an warga penderita katarak dari tiga desa itu jadi antusias ikut dan bertanya, kapan lagi ada operasi berikutnya. “Untuk operasi kali ini, yang mendaftar dari tiga desa itu ada 20 orang, termasuk ibu saya,” senyumnya.

Saiful sendiri mendaftar ikut operasi lanjutan untuk membuang katarak di mata kirinya. Ia yakin, hasilnya tetap semantap operasi pertama.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/