29 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

BKKBN: Sebanyak 1.166.929 Keluarga di Sumut Beresiko Stunting

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Kependudukan Keluarga Berencana Republik Indonesia (BKKBN RI) mencatat sebanyak 1.166.929 Keluarga di Sumatera Utara (Sumut) masih berisiko Stunting.

Hal itu dikatakan Sekretaris Utama (Sestama) Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) RI, Tavip Agus Rayanto, dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sumut, di Hotel Santika Dyandra Medan, Rabu (8/2/2023).

Turut hadir dalam Rakerda tersebut, Wagubsu Musa Rajekshah, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sumut Muhammad Irzal, Wakil Bupati Nias Selatan Firman Giawa, PJ Wali Kota Tebingtinggi M Dimyati, Wakil Bupati Tapanuliutara Sarlandy Hutabarat, Wakil Bupati Labuhanbatu Utara Samsul Tanjung dan Wakil Bupati Simalungun Zonny Waldi.

“Kami mencatat di Sumut ada sebanyak 1.166.929 keluarga berisiko stunting di Sumut. Orang berisiko itu tidak otomatis stunting hanya perlu mendapat perhatian, dari data nasional ini kita lihat. Kita pilih dan definisikan siapa yang menjadi sasaran stunting maka dipersempit lagi,” ujarnya.

Dijelaskannya, data keluarga tersebut dipersempit lagi, diantaranya ada sebanyak 214.075 keluarga memiliki baduta (balita usia 0-23 bulan), 512.502 keluarga memiliki balita (usia 24-59 bulan), 199.412 keluarga tidak memiliki sumber air minum layak, 247.878 keluarga tidak memiliki jamban layak, ditambah dengan Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan 4T (Terlalu Muda Menikah, Terlalu Tua Saat Hamil, Terlalu Banyak Anak, Terlalu Dekat Jarak Kehamilannya).

“Ada sebanyak 771.218 pasangan usia subur yang terlalu banyak anak di Sumut, 35.872 pasangan yang terlalu dekat jarak kehamilannya, 489.789 pasangan yang hamil terlalu tua dan 9.137 pasangan terlalu muda,” bebernya.

Dia memaparkan, penurunan angka stunting ini tidak akan sulit bila dipecahkan bersama-sama oleh 33 Kabupaten/Kota Provinsi Sumut dengan intervensi spesifik maupun intervensi sensitif khususnya yang menyangkut nutrisi asupan gizi, pola asuh yang benar, dan lingkungan serta sanitasi yang sehat. “Kalau ini dikeroyok 33 kabupaten/kota tidak akan berat,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumut (Wagubsu) Musa Rajekshah (Ijeck) meminta seluruh pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan peran dalam menurunkan angka stunting sesuai target 14 persen di tahun 2024 mendatang.

Dia menyampaikan, masih adanya kabupaten/kota yang angka stuntingnya tinggi, karena belum semua masyarakat mendapatkan informasi lengkap terkait stunting. Ijeck mencontohkan Kabupaten Labura yang angka stuntingnya turun signifikan. Menurutnya, capaian tersebut karena adanya komitmen dari kepala daerah.

“Karena stunting ini bukan hanya masalah gizi saja, tetapi juga soal sanitasi, air bersih dan lainnya. Informasi itu penting, harus bisa sampai ke daerah, ke masyarakat seperti yang dilakukan Labuhanbatu Utara (Labura), posyandunya aktif di semua tempat, bukan sekedar ada tapi aktif. Ini perlu dicontoh,” ujarnya.

Tahun 2022, lanjutnya, berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, Sumut berhasil menurunkan angka prevalensi stunting sebesar 4,7 persen, menjadi 21,1 persen, dari sebelumnya 25,8 persen pada tahun 2021.

“Capaian yang luar biasa ini atas kerja sama antara Kepala Perwakilan BKKBN dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Mudah-mudahan kami yakin untuk tahun 2023 angka 18 persen bisa tercapai dan 2024 bisa turun 14 persen bahkan mungkin bisa di bawah itu,” sebutnya.

Ijeck juga mengingatkan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk dapat memaksimalkan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) 2023. “Tahun ini dana BOKB meningkat sekitar Rp493 miliar, jumlah ini mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp171 miliar. Dananya sudah ada, tinggal bagaimana Pemda meningkatkan perannya. Semoga tahun ini serapan dana BOKB bisa meningkat,” pungkasnya. (Dwi)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Kependudukan Keluarga Berencana Republik Indonesia (BKKBN RI) mencatat sebanyak 1.166.929 Keluarga di Sumatera Utara (Sumut) masih berisiko Stunting.

Hal itu dikatakan Sekretaris Utama (Sestama) Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) RI, Tavip Agus Rayanto, dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sumut, di Hotel Santika Dyandra Medan, Rabu (8/2/2023).

Turut hadir dalam Rakerda tersebut, Wagubsu Musa Rajekshah, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sumut Muhammad Irzal, Wakil Bupati Nias Selatan Firman Giawa, PJ Wali Kota Tebingtinggi M Dimyati, Wakil Bupati Tapanuliutara Sarlandy Hutabarat, Wakil Bupati Labuhanbatu Utara Samsul Tanjung dan Wakil Bupati Simalungun Zonny Waldi.

“Kami mencatat di Sumut ada sebanyak 1.166.929 keluarga berisiko stunting di Sumut. Orang berisiko itu tidak otomatis stunting hanya perlu mendapat perhatian, dari data nasional ini kita lihat. Kita pilih dan definisikan siapa yang menjadi sasaran stunting maka dipersempit lagi,” ujarnya.

Dijelaskannya, data keluarga tersebut dipersempit lagi, diantaranya ada sebanyak 214.075 keluarga memiliki baduta (balita usia 0-23 bulan), 512.502 keluarga memiliki balita (usia 24-59 bulan), 199.412 keluarga tidak memiliki sumber air minum layak, 247.878 keluarga tidak memiliki jamban layak, ditambah dengan Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan 4T (Terlalu Muda Menikah, Terlalu Tua Saat Hamil, Terlalu Banyak Anak, Terlalu Dekat Jarak Kehamilannya).

“Ada sebanyak 771.218 pasangan usia subur yang terlalu banyak anak di Sumut, 35.872 pasangan yang terlalu dekat jarak kehamilannya, 489.789 pasangan yang hamil terlalu tua dan 9.137 pasangan terlalu muda,” bebernya.

Dia memaparkan, penurunan angka stunting ini tidak akan sulit bila dipecahkan bersama-sama oleh 33 Kabupaten/Kota Provinsi Sumut dengan intervensi spesifik maupun intervensi sensitif khususnya yang menyangkut nutrisi asupan gizi, pola asuh yang benar, dan lingkungan serta sanitasi yang sehat. “Kalau ini dikeroyok 33 kabupaten/kota tidak akan berat,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumut (Wagubsu) Musa Rajekshah (Ijeck) meminta seluruh pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan peran dalam menurunkan angka stunting sesuai target 14 persen di tahun 2024 mendatang.

Dia menyampaikan, masih adanya kabupaten/kota yang angka stuntingnya tinggi, karena belum semua masyarakat mendapatkan informasi lengkap terkait stunting. Ijeck mencontohkan Kabupaten Labura yang angka stuntingnya turun signifikan. Menurutnya, capaian tersebut karena adanya komitmen dari kepala daerah.

“Karena stunting ini bukan hanya masalah gizi saja, tetapi juga soal sanitasi, air bersih dan lainnya. Informasi itu penting, harus bisa sampai ke daerah, ke masyarakat seperti yang dilakukan Labuhanbatu Utara (Labura), posyandunya aktif di semua tempat, bukan sekedar ada tapi aktif. Ini perlu dicontoh,” ujarnya.

Tahun 2022, lanjutnya, berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, Sumut berhasil menurunkan angka prevalensi stunting sebesar 4,7 persen, menjadi 21,1 persen, dari sebelumnya 25,8 persen pada tahun 2021.

“Capaian yang luar biasa ini atas kerja sama antara Kepala Perwakilan BKKBN dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Mudah-mudahan kami yakin untuk tahun 2023 angka 18 persen bisa tercapai dan 2024 bisa turun 14 persen bahkan mungkin bisa di bawah itu,” sebutnya.

Ijeck juga mengingatkan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk dapat memaksimalkan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) 2023. “Tahun ini dana BOKB meningkat sekitar Rp493 miliar, jumlah ini mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp171 miliar. Dananya sudah ada, tinggal bagaimana Pemda meningkatkan perannya. Semoga tahun ini serapan dana BOKB bisa meningkat,” pungkasnya. (Dwi)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/