27.8 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Peringati HPN 2023, Monumen Pers Nasional Surakarta Gelar Seminar Jurnalistik Kepada Mahasiswa

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada 9 Februari 2023, Monumen Pers Nasional Surakarta bekerja sama dengan Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia Sumatera Utara (PWI Sumut) dan Universitas Sumatera Utara (USU) menggelar seminar bagi pers mahasiswa, dengan Tema, ‘Semangat Jurnalistik Pers Mahasiswa dan Intervensi Kampus’, di Kampus FISIP USU, Jalan Dr Mansyur Medan, Rabu (8/2/2023).

Hal ini bertujuan, agar mahasiswa yang nantinya ingin berkecimpung di dunia pers, dapat menjadi jurnalis yang bukan hanya pintar dari keahlian (skill) semata, tetapi juga beretika dan bermartabat.

Hadir dalam acara tersebut, Dirjen IKP Kemenkominfo Usman Kansong, Kepala Monumen Pers (Monpers) Surakarta Widodo Hastjaryo, Rektor USU Prof Dr Muryanto Amin, Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya, Ketua PWI Sumut Farianda Putra Sinik, Dekan FISIP USU Dr Hatta Ridho, Ketua Prodi Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIP USU Iskandar Zulkarnain, dan pers mahasiswa (Persma) dari USU, Unimed, UINSU serta kampus lainnya di Medan.

Dirjen IKP Kemenkominfo Usman Kansong menyoroti kasus yang pernah terjadi di Kampus USU. Di mana pada saat itu terjadi polemik antara Persma Suara USU dan pihak rektorat USU.

Persma Suara USU, lanjut Usman, yang memfasilitasi adalah pihak kampus, sementara di satu sisi tidak boleh mengintervensi. Di sini letak dilemanya. Sebab, ada cerpen di Suara USU yang secara simbolis mempromosikan komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), kemudian rektor aktif pada masa itu memberhentikan redaksinya. Lslu, redaksinya menggugah ke pengadilan. Saat itu di Jakarta juga membahas hal tersebut.

“Kita berharap hal ini tidak terjadi lagi, sebenarnya bisa dibicarakan karena kita adalah keluarga besar USU. Jangan sampai ke jalur hukum, hingga pecat memecat. Jika seperti itu memang merupakan intervensi,” ujarnya.

Menurutnya, hubungan antara kampus dan pers kampus seperti Pemerintah dengan pers Indonesia. Dalam hal ini, Pemerintah memfasilitasi kebebasan pers. UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, mungkin adalah satu-satunya yang tidak punya turunan. Tidak punya peraturan Pemerintah, Presiden dan peraturan-peraturan lainnya, kecuali peraturan Dewan Pers.

Dijelaskannya, Dewan Pers adalah lembaga independen yang bertugas mengawasi, memastikan kebebasan pers dan menjaga kelangsungan hidup pers. Pemerintah memfasilitasi antara lain melalui regulasi.

“Kita sedang merancang regulasi Perpres, bekerja sama platform digital dan media untuk mendukung jurnalis berkualitas. Dan naskahnya sudah dikirim ke Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dan Mensesneg. Mudah-mudahan dalam waktu dekat disetujui. Seharusnya hubungannya seperti itu, pers yang dinamis. Karena itu kita memberikan pemahaman kepada mahasiswa, bahwa Persma adalah menjadi wadah untuk belajar menjadi pers, mengenal pers dan juga sebagai ajang belajar menulis. “Sehingga nantinya dapat menjadi pers yang profesional,” harapnya.

Usman pun tak lupa mengenalkan Monumen Pers Nasional Surakarta. Dia mengajak mahasiswa di Kota Medan agar menyempatkan waktunya berkunjung kesana, yang juga tempat lahirnya PWI dan bapak penyiaran, yang namanya Radio Kambing.

“Gedungnya heritage, benar-benar bersejarah. Selain itu, di sana juga menyimpan koran-koran tua. Bahkan yang terbit di tahun 1800 an. Yang banyak kesana justru mahasiswa sejarah, karena itu saya berharap juga Persma dari Sumut dapat berkunjung kesana,” harapnya.

Di akhir sambutannya, Usman pun mengutip pernyataan Pramoedya Ananta Toer. “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Monumen Pers Nasional Surakarta, Widodo Hastjaryo mengatakan, di Monumen Pers Nasional Surakarta terdapat koran tertua, yakni terbitan tahun 1820 dalam Bahasa Belanda, selain itu juga ada koleksi koran dari masing-masing penerbit yang mengirimkan ke Monumen Pers, salah satunya Harian Pikiran Rakyat Bandung.

“Jadi potret perjalanan bangsa Indonesia dari zaman dulu hingga saat ini ada tersimpan di Monumen Pers. Kita juga meminta setiap media di Indonesia untuk mengirimkan korannya dan kita ganti ongkos kirimnya. Tetapi kita sayangkan, hingga saat ini belum ada dari Sumut yang mengirimkan korannya ke Monumen Pers Nasional,” ungkapnya.

Disinggung strateginya dalam meyosialisasikan Monumen Pers Nasional, Widodo menyebutkan, biasanya Pemerintahan Daerah (Pemda) di Surakarta mengajak media untuk melakukan kunjungan jurnalis ke Monumen Pers Nasional. Selain itu, pihaknya juga mengenalkan sifat ramah anak, sehingga yang berkunjung kesana, dari anak PAUD hingga SD. Dan masuknya tidak dikenakan biaya (gratis).

“Mereka juga kita biasakan membaca koran. Itu yang kita tanamkan dengan mengedukasikan belajar membudayakan membaca sejak usia dini. Tetapi hingga saat ini, banyak yang berkunjung adalah mahasiswa, sebab Monumen Pers juga menjadi wadah riset,” imbuhnya.

Widodo juga berpesan kepada pers di Sumut, agar lebih mengenal lagi perjalanan jurnalis Indonesia yang lahir di Monumen Pers Nasional. “Kita juga memotivasi para jurnalis agar tetap semangat, bermartabat dan menjadi pers yang merdeka,” pungkasnya.

Ketua PWI Sumut, Farianda Putra Sinik menambahkan, ke depan pihaknya akan melakukan kerja sama dengan mahasiswa. Sebab, mahasiswa ini banyak yang handal menulis dan memiliki ketertarikan yang luar biasa terhadap media, namun belum kelihatan.

“Kita berharap mereka dapat bisa lebih bagus lagi dalam penyajian jurnalistiknya. Karena kami ingin, wartawan itu selain pintar, beretika juga bermartabat. Sehingga akan kita isi nantinya dengan pelatihan-pelatihan, workshop agar orientasi mahasiswa-mahasiswa ini nantinya tidak buruk dan dapat menjadi wartawan profesional,” harapnya.

Farianda juga tak lupa berpesan kepada para jurnalis, khususnya di Sumut, agar tetap semangat dalam kondisi apapun. “Mari kita tetap semangat, yang menjaga orientasi ini adalah kita bukan orang lain, hargai kode etik, moralitas dijaga, mudah-mudahan pelaksanaan jurnalistik kita pasti baik,” katanya sembari menuturkan, bahwa peserta yang hadir di acara HPN 2023 di Medan, sedikitnya 7.000 orang yang tersebar di berbagai titik di Kota Medan.

Wakil Ketua Dewan Pers, Agung Dharmajaya menegaskan, selama ini Pemerintah telah memberikan kebebasan yang mutlak terkait kemerdekaan dan kebebasan pers. “Jadi harus diakui sebenarnya kurang bebas apa pers Indonesia ini. Saat ini yang terpenting dan menjadi tantangannya ke depan adalah, tumbuhnya media yang begitu banyak, maka harus tumbuh juga tanggung jawab sebagai timbal balik dari berita yang dibuat. Ini penting, sebab tanggung jawab media bukan hanya memberikan informasi kepada publik tetapi juga ada unsur edukasi dan utamanya memberikan informasi yang benar dan baik,” tegasnya.

Disinggung soal sulitnya keterbukaan informasi dan konfirmasi dari pejabat publik, Agung meminta jurnalis agar tetap istiqomah, artinya kaidah dan prinsip jurnalistiknya jelas. Pihaknya mendorong kompetensi serta perilaku wartawan yang harus dijaga, sebab dampak dari pemberitaan itu menjadi sangat penting.

“Kita tidak menampik kekerasan yang dialami wartawan di lapangan. Maka itu kita juga memberikan pemahaman kepada perusahaan pers agar dapat memberikan pelatihan kepada wartawannya. Yang terpenting wartawan agar dapat menjaga etikanya selama bekerja,” harapnya.

Dekan FISIP USU, Dr Hatta Ridho menyatakan, bahwa sesuai dengan Tema HPN 2023, Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat, maka calon jurnalis muda dari kampus USU harus dibekali hal tersebut. “Mungkin hard skill nya sudah bagus, namun soft skill nya seperti sikap dan etika, ini yang harus dibekali dan USU memberikan fasilitas ekstrakulikulernya untuk itu di setiap Sabtu. Karena itu, kita sangat mengapresiasi Dewan Pers dan PWI memberikan pengetahuan tersebut untuk mahasiswa kita,” ujarnya. (dwi/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada 9 Februari 2023, Monumen Pers Nasional Surakarta bekerja sama dengan Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia Sumatera Utara (PWI Sumut) dan Universitas Sumatera Utara (USU) menggelar seminar bagi pers mahasiswa, dengan Tema, ‘Semangat Jurnalistik Pers Mahasiswa dan Intervensi Kampus’, di Kampus FISIP USU, Jalan Dr Mansyur Medan, Rabu (8/2/2023).

Hal ini bertujuan, agar mahasiswa yang nantinya ingin berkecimpung di dunia pers, dapat menjadi jurnalis yang bukan hanya pintar dari keahlian (skill) semata, tetapi juga beretika dan bermartabat.

Hadir dalam acara tersebut, Dirjen IKP Kemenkominfo Usman Kansong, Kepala Monumen Pers (Monpers) Surakarta Widodo Hastjaryo, Rektor USU Prof Dr Muryanto Amin, Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya, Ketua PWI Sumut Farianda Putra Sinik, Dekan FISIP USU Dr Hatta Ridho, Ketua Prodi Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIP USU Iskandar Zulkarnain, dan pers mahasiswa (Persma) dari USU, Unimed, UINSU serta kampus lainnya di Medan.

Dirjen IKP Kemenkominfo Usman Kansong menyoroti kasus yang pernah terjadi di Kampus USU. Di mana pada saat itu terjadi polemik antara Persma Suara USU dan pihak rektorat USU.

Persma Suara USU, lanjut Usman, yang memfasilitasi adalah pihak kampus, sementara di satu sisi tidak boleh mengintervensi. Di sini letak dilemanya. Sebab, ada cerpen di Suara USU yang secara simbolis mempromosikan komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), kemudian rektor aktif pada masa itu memberhentikan redaksinya. Lslu, redaksinya menggugah ke pengadilan. Saat itu di Jakarta juga membahas hal tersebut.

“Kita berharap hal ini tidak terjadi lagi, sebenarnya bisa dibicarakan karena kita adalah keluarga besar USU. Jangan sampai ke jalur hukum, hingga pecat memecat. Jika seperti itu memang merupakan intervensi,” ujarnya.

Menurutnya, hubungan antara kampus dan pers kampus seperti Pemerintah dengan pers Indonesia. Dalam hal ini, Pemerintah memfasilitasi kebebasan pers. UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, mungkin adalah satu-satunya yang tidak punya turunan. Tidak punya peraturan Pemerintah, Presiden dan peraturan-peraturan lainnya, kecuali peraturan Dewan Pers.

Dijelaskannya, Dewan Pers adalah lembaga independen yang bertugas mengawasi, memastikan kebebasan pers dan menjaga kelangsungan hidup pers. Pemerintah memfasilitasi antara lain melalui regulasi.

“Kita sedang merancang regulasi Perpres, bekerja sama platform digital dan media untuk mendukung jurnalis berkualitas. Dan naskahnya sudah dikirim ke Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dan Mensesneg. Mudah-mudahan dalam waktu dekat disetujui. Seharusnya hubungannya seperti itu, pers yang dinamis. Karena itu kita memberikan pemahaman kepada mahasiswa, bahwa Persma adalah menjadi wadah untuk belajar menjadi pers, mengenal pers dan juga sebagai ajang belajar menulis. “Sehingga nantinya dapat menjadi pers yang profesional,” harapnya.

Usman pun tak lupa mengenalkan Monumen Pers Nasional Surakarta. Dia mengajak mahasiswa di Kota Medan agar menyempatkan waktunya berkunjung kesana, yang juga tempat lahirnya PWI dan bapak penyiaran, yang namanya Radio Kambing.

“Gedungnya heritage, benar-benar bersejarah. Selain itu, di sana juga menyimpan koran-koran tua. Bahkan yang terbit di tahun 1800 an. Yang banyak kesana justru mahasiswa sejarah, karena itu saya berharap juga Persma dari Sumut dapat berkunjung kesana,” harapnya.

Di akhir sambutannya, Usman pun mengutip pernyataan Pramoedya Ananta Toer. “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Monumen Pers Nasional Surakarta, Widodo Hastjaryo mengatakan, di Monumen Pers Nasional Surakarta terdapat koran tertua, yakni terbitan tahun 1820 dalam Bahasa Belanda, selain itu juga ada koleksi koran dari masing-masing penerbit yang mengirimkan ke Monumen Pers, salah satunya Harian Pikiran Rakyat Bandung.

“Jadi potret perjalanan bangsa Indonesia dari zaman dulu hingga saat ini ada tersimpan di Monumen Pers. Kita juga meminta setiap media di Indonesia untuk mengirimkan korannya dan kita ganti ongkos kirimnya. Tetapi kita sayangkan, hingga saat ini belum ada dari Sumut yang mengirimkan korannya ke Monumen Pers Nasional,” ungkapnya.

Disinggung strateginya dalam meyosialisasikan Monumen Pers Nasional, Widodo menyebutkan, biasanya Pemerintahan Daerah (Pemda) di Surakarta mengajak media untuk melakukan kunjungan jurnalis ke Monumen Pers Nasional. Selain itu, pihaknya juga mengenalkan sifat ramah anak, sehingga yang berkunjung kesana, dari anak PAUD hingga SD. Dan masuknya tidak dikenakan biaya (gratis).

“Mereka juga kita biasakan membaca koran. Itu yang kita tanamkan dengan mengedukasikan belajar membudayakan membaca sejak usia dini. Tetapi hingga saat ini, banyak yang berkunjung adalah mahasiswa, sebab Monumen Pers juga menjadi wadah riset,” imbuhnya.

Widodo juga berpesan kepada pers di Sumut, agar lebih mengenal lagi perjalanan jurnalis Indonesia yang lahir di Monumen Pers Nasional. “Kita juga memotivasi para jurnalis agar tetap semangat, bermartabat dan menjadi pers yang merdeka,” pungkasnya.

Ketua PWI Sumut, Farianda Putra Sinik menambahkan, ke depan pihaknya akan melakukan kerja sama dengan mahasiswa. Sebab, mahasiswa ini banyak yang handal menulis dan memiliki ketertarikan yang luar biasa terhadap media, namun belum kelihatan.

“Kita berharap mereka dapat bisa lebih bagus lagi dalam penyajian jurnalistiknya. Karena kami ingin, wartawan itu selain pintar, beretika juga bermartabat. Sehingga akan kita isi nantinya dengan pelatihan-pelatihan, workshop agar orientasi mahasiswa-mahasiswa ini nantinya tidak buruk dan dapat menjadi wartawan profesional,” harapnya.

Farianda juga tak lupa berpesan kepada para jurnalis, khususnya di Sumut, agar tetap semangat dalam kondisi apapun. “Mari kita tetap semangat, yang menjaga orientasi ini adalah kita bukan orang lain, hargai kode etik, moralitas dijaga, mudah-mudahan pelaksanaan jurnalistik kita pasti baik,” katanya sembari menuturkan, bahwa peserta yang hadir di acara HPN 2023 di Medan, sedikitnya 7.000 orang yang tersebar di berbagai titik di Kota Medan.

Wakil Ketua Dewan Pers, Agung Dharmajaya menegaskan, selama ini Pemerintah telah memberikan kebebasan yang mutlak terkait kemerdekaan dan kebebasan pers. “Jadi harus diakui sebenarnya kurang bebas apa pers Indonesia ini. Saat ini yang terpenting dan menjadi tantangannya ke depan adalah, tumbuhnya media yang begitu banyak, maka harus tumbuh juga tanggung jawab sebagai timbal balik dari berita yang dibuat. Ini penting, sebab tanggung jawab media bukan hanya memberikan informasi kepada publik tetapi juga ada unsur edukasi dan utamanya memberikan informasi yang benar dan baik,” tegasnya.

Disinggung soal sulitnya keterbukaan informasi dan konfirmasi dari pejabat publik, Agung meminta jurnalis agar tetap istiqomah, artinya kaidah dan prinsip jurnalistiknya jelas. Pihaknya mendorong kompetensi serta perilaku wartawan yang harus dijaga, sebab dampak dari pemberitaan itu menjadi sangat penting.

“Kita tidak menampik kekerasan yang dialami wartawan di lapangan. Maka itu kita juga memberikan pemahaman kepada perusahaan pers agar dapat memberikan pelatihan kepada wartawannya. Yang terpenting wartawan agar dapat menjaga etikanya selama bekerja,” harapnya.

Dekan FISIP USU, Dr Hatta Ridho menyatakan, bahwa sesuai dengan Tema HPN 2023, Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat, maka calon jurnalis muda dari kampus USU harus dibekali hal tersebut. “Mungkin hard skill nya sudah bagus, namun soft skill nya seperti sikap dan etika, ini yang harus dibekali dan USU memberikan fasilitas ekstrakulikulernya untuk itu di setiap Sabtu. Karena itu, kita sangat mengapresiasi Dewan Pers dan PWI memberikan pengetahuan tersebut untuk mahasiswa kita,” ujarnya. (dwi/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/