30.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Harapan Penderita Kanker Payudara Pupus

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Langkah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tentang pengobatan pasien kanker payudara memicu kontroversi.

BPJS Kesehatan tiba-tiba saja menyatakan bahwa obat trustuzumab tidak efektif untuk terapi kanker payudara stadium lanjut. Padahal, saat ini, kanker payudara tercatat dalam 10 penyebab utama kematian perempuan Indonesia.

Langkah BPJS Kesehatan ini memicu pertanyaan dan kekecewaan dari dunia kedokteran dan organisasi pasien kanker.

“Saya bukan dokter, saya hanyalah seorang penyintas kanker payudara, tapi saya tahu persis bagaimana manfaat obat trastuzumab bagi para pasien kanker payudara. Pasien kanker payudara di berbagai negara menggunakan obat itu, lalu mengapa tiba-tiba BPJS Kesehatan menganggap obat tersebut tidak efektif? Hal ini sama halnya dengan menghalangi hak pasien,” tanya Ketua Cancer Information and Support Center Aryanthi Baramuli.

Yanthi menjelaskan bahwa Trastuzumab masuk dalam daftar obat esensial WHO, yang artinya obat tersebut dianggap diperlukan dalam sistem perawatan kesehatan dasar, dianggap paling efektif dan aman untuk kondisi yang memerlukan prioritas penanganan.

“Menghentikan pemberian obat trastuzumab yang selama ini efektif mengobati pasien kanker payudara sama saja meruntuhkan harapan pasien kanker payudara untuk sembuh. Saya berharap agar semua pihak terutama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan dapat duduk bersama mencari solusi,” tambah Yanthi.

Masalah ini berawal dari pernyataan Asisten Deputi Bidang Utilisasi dan Antifraud Rujukan BPJS Kesehatan Elsa Novelia dalam seminar 28 Februari lalu.

Dia menyatakan bahwa obat utama yang dibutuhkan untuk pengobatan pasien kanker payudara stadium lanjut trastuzumab akan dihentikan oleh BPJS Kesehatan.

Elsa menegaskan bahwa terhitung 1 April 2018 pasien kanker payudara tak akan lagi mendapatkan trastuzumab. BPJS Kesehatan menganggap obat tersebut tidak efektif.

Sementara Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin) Cabang DKI Jakarta Dr Ronald Hukom, SpPD KHOM menyatakan obat trastuzumab dalam mengobati pasien kanker payudara sudah teruji.

“Trastuzumab merupakan standar terapi dan satu-satunya pilihan terapi lini pertama untuk jenis kanker payudara dengan HER2 positif. Setahu saya obat ini sudah disetujui BPOM sejak 2003 dan telah membantu banyak pasien kanker payudara dalam proses penyembuhannya,” ucap Ronald yang sehari-hari berpraktek di Rumah Sakit Pusat Kanker Dharmais Jakarta.

Selama ini BPJS dalam berbagai kesempatan menyebutkan bahwa kanker mengambil porsi pembiayaan yang sangat besar dan dalam kesempatan lain BPJS Kesehatan menyampaikan sinyal masalah keuangan yang dihadapi. Beberapa kalangan khawatir BPJS Kesehatan akan mengambil jalan pintas demi menyelesaikan masalah keuangannya.

“Jangan sampai karena masalah keuangan yang dihadapi membuat BPJS Kesehatan mengambil jalan pintas dengan membiarkan pasien kanker mati perlahan karena tak mendapatkan obat,” sebut Nita Nursepti, dari organisasi pasien kanker Think Survive.

Karena itu, Nita meminta pemerintah untuk memberikan perhatian serius terkait langkah yang akan diambil BPJS Kesehatan ini.(chi/jpnn/ram)

 

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Langkah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tentang pengobatan pasien kanker payudara memicu kontroversi.

BPJS Kesehatan tiba-tiba saja menyatakan bahwa obat trustuzumab tidak efektif untuk terapi kanker payudara stadium lanjut. Padahal, saat ini, kanker payudara tercatat dalam 10 penyebab utama kematian perempuan Indonesia.

Langkah BPJS Kesehatan ini memicu pertanyaan dan kekecewaan dari dunia kedokteran dan organisasi pasien kanker.

“Saya bukan dokter, saya hanyalah seorang penyintas kanker payudara, tapi saya tahu persis bagaimana manfaat obat trastuzumab bagi para pasien kanker payudara. Pasien kanker payudara di berbagai negara menggunakan obat itu, lalu mengapa tiba-tiba BPJS Kesehatan menganggap obat tersebut tidak efektif? Hal ini sama halnya dengan menghalangi hak pasien,” tanya Ketua Cancer Information and Support Center Aryanthi Baramuli.

Yanthi menjelaskan bahwa Trastuzumab masuk dalam daftar obat esensial WHO, yang artinya obat tersebut dianggap diperlukan dalam sistem perawatan kesehatan dasar, dianggap paling efektif dan aman untuk kondisi yang memerlukan prioritas penanganan.

“Menghentikan pemberian obat trastuzumab yang selama ini efektif mengobati pasien kanker payudara sama saja meruntuhkan harapan pasien kanker payudara untuk sembuh. Saya berharap agar semua pihak terutama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan dapat duduk bersama mencari solusi,” tambah Yanthi.

Masalah ini berawal dari pernyataan Asisten Deputi Bidang Utilisasi dan Antifraud Rujukan BPJS Kesehatan Elsa Novelia dalam seminar 28 Februari lalu.

Dia menyatakan bahwa obat utama yang dibutuhkan untuk pengobatan pasien kanker payudara stadium lanjut trastuzumab akan dihentikan oleh BPJS Kesehatan.

Elsa menegaskan bahwa terhitung 1 April 2018 pasien kanker payudara tak akan lagi mendapatkan trastuzumab. BPJS Kesehatan menganggap obat tersebut tidak efektif.

Sementara Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin) Cabang DKI Jakarta Dr Ronald Hukom, SpPD KHOM menyatakan obat trastuzumab dalam mengobati pasien kanker payudara sudah teruji.

“Trastuzumab merupakan standar terapi dan satu-satunya pilihan terapi lini pertama untuk jenis kanker payudara dengan HER2 positif. Setahu saya obat ini sudah disetujui BPOM sejak 2003 dan telah membantu banyak pasien kanker payudara dalam proses penyembuhannya,” ucap Ronald yang sehari-hari berpraktek di Rumah Sakit Pusat Kanker Dharmais Jakarta.

Selama ini BPJS dalam berbagai kesempatan menyebutkan bahwa kanker mengambil porsi pembiayaan yang sangat besar dan dalam kesempatan lain BPJS Kesehatan menyampaikan sinyal masalah keuangan yang dihadapi. Beberapa kalangan khawatir BPJS Kesehatan akan mengambil jalan pintas demi menyelesaikan masalah keuangannya.

“Jangan sampai karena masalah keuangan yang dihadapi membuat BPJS Kesehatan mengambil jalan pintas dengan membiarkan pasien kanker mati perlahan karena tak mendapatkan obat,” sebut Nita Nursepti, dari organisasi pasien kanker Think Survive.

Karena itu, Nita meminta pemerintah untuk memberikan perhatian serius terkait langkah yang akan diambil BPJS Kesehatan ini.(chi/jpnn/ram)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/