Mendadak Perda IMB Diparipurnakan
Di sisi lain, ada hal menarik yang terjadi diinternal DPRD Medan. Sebab, tanpa masuk ke dalam program legislasi daerah (Prolegda) 2015, Peraturan Daerah (Perda) No 5 Tahun tahun 2012 masuk ke dalam agenda sidang paripurna 21 April mendatang agenda nota pengantar kepala daerah untuk revisi Perda tersebut.
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Medan, Herri Zulkarnain menegaskan bahwa sidang paripurna penyampaian nota pengantar atas revisi Perda retribusi SIMB itu ditunda. Sebab revisi Perda tersebut belum melalui pembahasan Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Medan.
“Kenapa bisa seperti itu, kan belum ada dibahas melalui Banleg, kita minta paripurnanya dibatalkan,” jelas Herri kepada wartawan di ruang Fraksi Demokrat lantai 3 gedung DPRD Medan, Selasa (7/4) sore.
Dijelaskan Herri, seluruh Prolegda yang masuk dan akan dibahas nantinya menjadi sebuah produk hukum dalam tahun berjalan, harus terlebih dahulu melalui Banleg. Setelah diakomodir oleh Banleg, barulah diambil kesepakatan dan persetujuan bersama oleh DPRD dan Pemko terhadap produk hukum yang akan dibahas.
“Pemko Medan seharusnya menghormati mekanisme dalam pengajuan sebuah produk hukum. Janganlah sesuka hati saja mengajukannya tanpa melalui prosedur sebagaimana mestinya dalam pengajuan sebuah Perda maupun revisi,” bilangnya.
Disinggung mengenai kemungkinan masuknya agenda Revisi Perda No 5 tahun 2012 tentang retribusi IMB terkait dengan Centre Point. Herri enggan berspekulasi lebih jauh. “Saya tidak mau berandai-andai,” sebut Bendahara DPC Partai Demokrat Medan itu.
Apabila revisi Perda retribusi IMB mendesak, kenapa Pemko Medan tidak memasukkan kedalam Prolegda 2015 serta mengajukan permohonan kepada DPRD.Jangan tiba-tiba muncul untuk diparipurnakan, sementara tidak termasuk dalam Prolegda.”Ini yang sangat kita sesalkan,”bilangnya.
DPRD, tambah Herri, juga harus mengikuti mekanisme ataupun sistem sebagaimana mestinya. “Hal ini perlu, agar lembaga DPRD mempunyai kewibawaan. Jangan semua digampangkan, sementara mekanisme tidak diindahkan,” katanya.
Diketahui, DPRD Kota Medan bersama Pemko Medan dalam sidang paripurna, Senin (9/2) lalu menyetujui 21 Ranperda masuk dalam Prolegda tahun 2015 untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Perda sebagai payung hukum bagi Pemko Medan.
Pemko Bergeming
Sementara itu, Pemko Medan bergeming dengan somasi yang dilayangkan Kesultanan Deli terkait tanah di Jalan Jawa Kelurahan Gang Buntu Kecamatan Medan Timur. Bahkan, pihak kesultanan ditantang untuk melanjutkan persoalan ini ke ranah hukum.
“Kenapa baru sekarang baru mengklaim itu tanahnya, kenapa tidak dari dulu. Kalau merasa keberatan dengan apa yang Pemko Medan lakukan silahkan tempuh langkah hukum,” kata Asisten Umum Setda Medan, Ikhwan Habibi Daulay saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (7/4) siang.
Sayangnya, Ikhwan belum menerima atau membaca isi surat somasi yang dilayangkan Kesultanan Deli kepada Pemko Medan. Walaupun nantinya surat tersebut sudah diterimanya, Ikhwan mengaku hal tersebut tidak akan berarti apapun terhadap upaya yang sedang dilakukan dalam rangka memproses surat izin mendirikan bangunan (SIMB) bangunan Centre Point.
Dijelaskannya, apabila klaim yang dilakukan pihak Kesultanan Deli berdasarkan Grand Sultan, maka hal itu tidak dapat berbuat banyak. Sebab, berdasarkan UU UU pokok Agraria maka dengan sendirinya Grand Sultan akan gugur jika tidak diperpanjang sejak 1964.
“Ibaratnya seperti ini, tanah di Jalan Jawa adalah istri dari si A, tapi sudah diberikan talak satu dan dibiarkan begitu saja. Tiba-tiba ada laki-laki yang mendekati dan berusaha memilikinya, sang suami belakangan hari datang mencoba untuk merebut istrinya yang telah dikuasai orang lain, disitu pasti jadi keributan, nah seperti itu lah perumpamaannya. Jadi ketika Kesultanan tidak memperpanjang surat Grand Sultan, maka haknya atas tanah tersebut sudah gugur,” jelasnya sembari tertawa.
Tanah di Jalan Jawa khususnya di sudut Jalan Veteran dan Jalan Timur, lanjut Ikhwan, sebagian milik Pemko Medan dengan sertifikat Hak Kepemilikan Lahan (HPL). Sehingga, pihak kesultanan harus membatalkan sertfikat HPL tersebut melalui gugatan perdata di pengadilan. “Kalau sudah begitu prosesnya akan memakan waktu yang lama,”jelasnya.
Apabila Pemko Medan tidak memproses SIMB Centre Point, maka bukan tidak mungkin pihak pemohon (PT ACK) melayangkan gugatan atau melaporkan ke pihak berwajib.
Diakuinya sampai saat ini sertifikat untuk tanah di Jalan Jawa belum dimiliki oleh PT ACK, namun segala upaya hukum dari tingkat PN sampai MA dimenangkan oleh PT ACK. Selain itu, menurut Ikhwan, PT ACK juga memenangkan gugatan judical review atas Perwal tentang SIMB. Sehingga direvisi menjadi Perwal 41 tahun 2014 yang menyatakan bahwa putusan hukum dapat dijadikan dasar sebagai alas hak.
Bukan hanya itu, DPRD Medan juga telah mengirimkan surat keputusan (SK) perubahan peruntukan tanah di Jalan Jawa. “SK dari DPRD sudah kami terima, sudah juga dinomori, suratnya saat ini sedang di disposisi ke Pak Sekda,”ungkapnya. (dik/ril/rbb)