32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Disbudpar Bidik Capital Building

Hal senada juga dikatakan Direktur Direktorat Shabara Poldasu, Kombes Pol Jihartono. Disebut Jihartono, untuk kasus itu pihaknya hanya diminta membantu pengamanan. Begitu juga dengan tempat penitipan, disebut Jihartono kalau Mabes Polri meminjam tempat saja. “Tidak tahu saya. Itu bukan urusan kita. Salah kalau konfirmasi ke saya, ” ungkap Jihartono singkat, saat ditanya apakah 29 orang PSK yang sempat diamankan dan dititipkan ke Markas Komando Ditshabara Poldasu, masih berada di Mako Ditshabara Poldasu.

Tidak ditanganinya penyidikan kasus itu oleh Polda Sumut, juga diperkuat oleh Kasubdit IV/Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, AKBP Faisal Napitupulu. Dikatakan Faisal, pihaknya tidak menyidik kasus itu dan tidak terlibat dengan tindak lanjut kasus itu. Oleh karena itu, Faisal mengaku enggan berkomentar soal kasus itu.

Belakangan dikomfirmasi, Kapoldasu Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo, menjawab secara diplomatis dan mengatakan mendukung apa yang dilakukan Mabes Polri. “Kita sangat mendukung penindakan terhadap praktik perdagangan wanita,” begitu tulisnya dalam pesan pendek ke Sumut Pos tad malam.

Di sisi lain, penggerebekan di Capital Building langsung disikapi elemen masyarakat. Pengamat Hukum Mahmud Irsad Lubis SH berpendapat, dalam kasus tersebut banyak faktor yang memungkinkan, pertama kembalikan lagi kepada pimpinan atau kepala daerah. Ada stigma buruk yang muncul, kalau untuk menjadikan sebuah kota itu berkembang, maju atau yang sering disebut metropolitan, maka kota itu harus penuh perjudian, prostitusi, hiburan-hiburan berbau maksiat dan sebagainya. Baru kota tersebut bisa dikatakan berkembang menjadi kota yang serba bebas.

“Kepala daerah jangan menutup mata. Perkembangan di kota lain yang mengarah kepada kebobrokan moral jangan diikuti. Jadi, harus ada pengawasan perizinan mengenai hal itu,” ungkap Irsad kepada Sumut Pos, Jumat (7/8).

Selain itu, menurutnya, kasus ini juga gambaran bagi penegakan hukum di Sumut. Kenapa bisa Mabes Polri yang turun tangan? “Kita berharap kasus ini tidak berhenti sampai di sini dan dilanjutkan oleh pihak kepolisian daerah, sehingga Kota Medan ini benar-benar bersih dari kemunduran akhlak dan penyimpangan hukum. Jangan ada lagi ‘permainan hukum’, seperti tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” sebutnya.

Sedangkan Ustad Nursarianto dari Pengurus Ormas Islam Sumut menilai, kasus prostitusi sudah tidak terjamah secara hukum oleh aparat kepolisian. Artinya, penegakan hukum yang dilakukan tidak tegas. Selain itu, disinyalir ada pembekingan terhadap prostitusi tersebut. “Kita sudah membuat kesepakatan kawan-kawan (Ormas Islam, Red) untuk menindak tempat-tempat maksiat yang ada di Kota Medan. Ini adalah langkah-langkah yang nantinya akan kita lakukan kedepannya. Kita akan membuat rekomendasi kepada aparat terkait agar penegakan hukum tetap ditegakkan seadil-adilnya,” ujarnya.

Diutarakan Ustad Nursarianto, apabila masih saja terus terjadi seperti ini, artinya penegakkan hukum di Medan sudah tumpul maka kita akan langsung membuat aksi. “Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang memberi perizinan tetapi lemah dalam pengawasan, jadi kita akan bertindak. Bukan berarti kita tidak menghormati hukum yang ada, tetapi aparat negara melakukan pembiaran yang menghancurkan martabat bangsa,” cetusnya.

Ia menyebut, pihaknya tidak berharap sampai berbenturan dengan aparat hukum. Namun, jika penegakkan hukum masih seperti ini maka apa boleh buat. Sebab, tidak bisa berharap banyak dengan hukum di negeri ini. “Sebenarnya aparat kita sudah tahu tetapi mereka terkesan tutup mata. Masa intelejen yang sekian banyak tidak tahu. Kita saja yang mau bergerak mereka sudah tahu, masa yang seperti itu tidak tahu, kan aneh,” pungkasnya. (dil/ain/ris/rbb)

Hal senada juga dikatakan Direktur Direktorat Shabara Poldasu, Kombes Pol Jihartono. Disebut Jihartono, untuk kasus itu pihaknya hanya diminta membantu pengamanan. Begitu juga dengan tempat penitipan, disebut Jihartono kalau Mabes Polri meminjam tempat saja. “Tidak tahu saya. Itu bukan urusan kita. Salah kalau konfirmasi ke saya, ” ungkap Jihartono singkat, saat ditanya apakah 29 orang PSK yang sempat diamankan dan dititipkan ke Markas Komando Ditshabara Poldasu, masih berada di Mako Ditshabara Poldasu.

Tidak ditanganinya penyidikan kasus itu oleh Polda Sumut, juga diperkuat oleh Kasubdit IV/Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, AKBP Faisal Napitupulu. Dikatakan Faisal, pihaknya tidak menyidik kasus itu dan tidak terlibat dengan tindak lanjut kasus itu. Oleh karena itu, Faisal mengaku enggan berkomentar soal kasus itu.

Belakangan dikomfirmasi, Kapoldasu Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo, menjawab secara diplomatis dan mengatakan mendukung apa yang dilakukan Mabes Polri. “Kita sangat mendukung penindakan terhadap praktik perdagangan wanita,” begitu tulisnya dalam pesan pendek ke Sumut Pos tad malam.

Di sisi lain, penggerebekan di Capital Building langsung disikapi elemen masyarakat. Pengamat Hukum Mahmud Irsad Lubis SH berpendapat, dalam kasus tersebut banyak faktor yang memungkinkan, pertama kembalikan lagi kepada pimpinan atau kepala daerah. Ada stigma buruk yang muncul, kalau untuk menjadikan sebuah kota itu berkembang, maju atau yang sering disebut metropolitan, maka kota itu harus penuh perjudian, prostitusi, hiburan-hiburan berbau maksiat dan sebagainya. Baru kota tersebut bisa dikatakan berkembang menjadi kota yang serba bebas.

“Kepala daerah jangan menutup mata. Perkembangan di kota lain yang mengarah kepada kebobrokan moral jangan diikuti. Jadi, harus ada pengawasan perizinan mengenai hal itu,” ungkap Irsad kepada Sumut Pos, Jumat (7/8).

Selain itu, menurutnya, kasus ini juga gambaran bagi penegakan hukum di Sumut. Kenapa bisa Mabes Polri yang turun tangan? “Kita berharap kasus ini tidak berhenti sampai di sini dan dilanjutkan oleh pihak kepolisian daerah, sehingga Kota Medan ini benar-benar bersih dari kemunduran akhlak dan penyimpangan hukum. Jangan ada lagi ‘permainan hukum’, seperti tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” sebutnya.

Sedangkan Ustad Nursarianto dari Pengurus Ormas Islam Sumut menilai, kasus prostitusi sudah tidak terjamah secara hukum oleh aparat kepolisian. Artinya, penegakan hukum yang dilakukan tidak tegas. Selain itu, disinyalir ada pembekingan terhadap prostitusi tersebut. “Kita sudah membuat kesepakatan kawan-kawan (Ormas Islam, Red) untuk menindak tempat-tempat maksiat yang ada di Kota Medan. Ini adalah langkah-langkah yang nantinya akan kita lakukan kedepannya. Kita akan membuat rekomendasi kepada aparat terkait agar penegakan hukum tetap ditegakkan seadil-adilnya,” ujarnya.

Diutarakan Ustad Nursarianto, apabila masih saja terus terjadi seperti ini, artinya penegakkan hukum di Medan sudah tumpul maka kita akan langsung membuat aksi. “Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang memberi perizinan tetapi lemah dalam pengawasan, jadi kita akan bertindak. Bukan berarti kita tidak menghormati hukum yang ada, tetapi aparat negara melakukan pembiaran yang menghancurkan martabat bangsa,” cetusnya.

Ia menyebut, pihaknya tidak berharap sampai berbenturan dengan aparat hukum. Namun, jika penegakkan hukum masih seperti ini maka apa boleh buat. Sebab, tidak bisa berharap banyak dengan hukum di negeri ini. “Sebenarnya aparat kita sudah tahu tetapi mereka terkesan tutup mata. Masa intelejen yang sekian banyak tidak tahu. Kita saja yang mau bergerak mereka sudah tahu, masa yang seperti itu tidak tahu, kan aneh,” pungkasnya. (dil/ain/ris/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/