MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 332 honorer kategori dua (K2) asal Kota Medan yang berprofesi sebagai guru gagal seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2013 silam.
Ketua Komunikasi Forum Tenaga Honorer Sumut, Andi Surbakti menyebut kondisi guru yang gagal seleksi CPNS K2 masih memprihatinkan. Kata dia, ada diskiriminasi yang dialami oleh para honorer K2.
“Honorer K2 yang mengikuti seleksi CPNS 2013 silam itu tidak semua berprofesi sebagai guru, ada yang bertugas atau dinas di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kota Medan, seperti Dinas Perhubungan (Dishub) dan sebagainya,” ujar Andi, Senin (7/11).
Honorer K2 yang bertugas di sejumlah SKPD, kata dia, digaji dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Kota Medan yang jumlahnya disesuaikan dengan Upah Minimum Kota (UMK).
Sedangkan honorer K2 yang berprofesi sebagai guru hanya digaji Rp300-500 ribu setiap bulannya. Padahal guru tersebut sudah mengabdi sejak 2005 silam.
Dia berharap agar Pemerintah Kota (Pemko) Medan menjadikan 322 honorer K2 yang berprofesi sebagai guru itu menjadi honorer daerah yang gajinya bersumber dari APBD Kota Medan.
Sebab, itu menjadi syarat utama bagi para guru yang bertugas di sekolah negeri untuk mengurus tunjangan sertifikasi. “Kalaupun tidak SK Wali Kota, SK Honorer K2 yang berprofesi sebagai guru bisa ditandatangani kepada dinas pendidikan. Tujuannya yakni agar guru honorer yang gagal menjadi CPNS bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi,” jelasnya.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 332 honorer kategori dua (K2) asal Kota Medan yang berprofesi sebagai guru gagal seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2013 silam.
Ketua Komunikasi Forum Tenaga Honorer Sumut, Andi Surbakti menyebut kondisi guru yang gagal seleksi CPNS K2 masih memprihatinkan. Kata dia, ada diskiriminasi yang dialami oleh para honorer K2.
“Honorer K2 yang mengikuti seleksi CPNS 2013 silam itu tidak semua berprofesi sebagai guru, ada yang bertugas atau dinas di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kota Medan, seperti Dinas Perhubungan (Dishub) dan sebagainya,” ujar Andi, Senin (7/11).
Honorer K2 yang bertugas di sejumlah SKPD, kata dia, digaji dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Kota Medan yang jumlahnya disesuaikan dengan Upah Minimum Kota (UMK).
Sedangkan honorer K2 yang berprofesi sebagai guru hanya digaji Rp300-500 ribu setiap bulannya. Padahal guru tersebut sudah mengabdi sejak 2005 silam.
Dia berharap agar Pemerintah Kota (Pemko) Medan menjadikan 322 honorer K2 yang berprofesi sebagai guru itu menjadi honorer daerah yang gajinya bersumber dari APBD Kota Medan.
Sebab, itu menjadi syarat utama bagi para guru yang bertugas di sekolah negeri untuk mengurus tunjangan sertifikasi. “Kalaupun tidak SK Wali Kota, SK Honorer K2 yang berprofesi sebagai guru bisa ditandatangani kepada dinas pendidikan. Tujuannya yakni agar guru honorer yang gagal menjadi CPNS bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi,” jelasnya.