31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Masyarakat Harus Tahu Pemetaan Tanah

Lahan Eks HGU

MEDAN–Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengharuskan Pemerintah Provinsi  Sumatera Utara (Pemprovsu), Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan PTPN II untuk membuka hasil pemetaan (maping) lahan yang telah dilakukan
Tim Khusus Penanganan Lahan eks HGU/HGU PTPN II ke masyarakat yang bersengketa.

Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi mengatakan setelah Tim Khusus Penanganan Lahan eks HGU/HGU PTPN II yang dibentuk Forum Komunikasi Pemerintah Daerah (FKPD) Sumut selesai melakukan maping dengan pemasangan patok dan pilar, hasilnya harus diketahui langsung oleh masyarakat yang bersengketa sebelum diteruskan ke Menteri BUMN.

“Betul masyarakat selama ini belum terlibat. Makanya setelah pemetaan ini semua clear, masyarakat harus melihat ulang apakah tanahnya ada di dalam atau di luar. Jika di luar harus dijelaskan kenapa,” tegas Dianto kepada wartawan, usai Rapat  Dalam Rangka Pamantauan Pelaksanaan HAM Atas Konflik Masyarakat dengan PTPN  II dan Kasus-Kasus Lainnya di Sumut di Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro, Medan, Jumat (7/12).

Dianto menyebutkan pemetaan yang dihasilkan tim khusus belum tentu sesuai dengan harapan dan tuntutan masyarakat. Apalagi pemetaan yang dimaksudkan bersumber dari hasil Tim B Plus yang dibentuk beberapa tahun sebelumnya.
“Tim B Plus ini kan sudah 10 tahun lalu. Kenapa hingga sekarang belum juga ada hasilnya. Selagi ini belum definitif, masih sangat mungkin ada keluar, ada yang masuk, ada perubahan, penambahan dan pengurangan serta pergeseran patok, kita tidak tahu. Makanya didata ulang dan masyarakat harus mengetahuinya,” terang mantan Ketua Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) itu.

Kecurigaan Dianto sangat beralasan. Pasalnya saat bertemu dengan PTPN II sebelumnya, ketika Komnas HAM meminta peta, namun dikatakan tidak ada. Begitu juga ketika diminta untuk menunjukkan hasil pemetaan tim khusus yang selama ini telah bekerja justru dianggap sebagai rahasia yang tidak dapat diketahui Komnas HAM. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak masuk akal karena peta dan hasil maping harusnya dibuka untuk publik.
Untuk itulah pihaknya ke Pemprov Sumut untuk memastikan bagaimana bisa mendapatkan hasil pemetaan yang telah dilakukan tim khusus. Untuk selanjutnya dipelajari dan ditelaah guna membantu Pemprov Sumut menyelesaikan konflik lahan yang sudah cukup lama berlangsung dengan ribuan kasus yang terindikasi berpotensi terjadinya pelanggaran HAM.

“Peta itu penting bagi kami untuk membantu menyelesaikan masalah. Agar kami bisa berdiri secara imparsial tidak hanya mendapat masukan dari masyarakat. Ini juga akan kami dorong ke menteri terkait dan meminta Menteri BUMN agar segera melepas aset eks HGU,” kata Dianto.

Kabag Pertanahan Darwin Hutahuruk membantah jika peta yang dimaksud tidak ada. Bahkan dalam kesempatan itu dia membuka salah satu peta lahan HGU dan eks HGU PTPN II yang ada di Kebun Sena, Batangkuis, Deliserdang. Saat ini, katanya, tim khusus sudah menyelesaikan pemasangan patok dan pilar di 46 peta dari 50 peta yang ada. Peta tersebut merupakan areal HGU seluas 56.341,75 hektar yang sudah diperpanjang dan lahan eks HGU seluas 5.873,06 hektar berdasarkan SK BPN No42, 43 dan 44 tahun 2004 serta SK BPN No 10 Tahun 2004.

Hasil pemetaan berdasarkan informasi dari Kepala Kanwil BPN Sumut akan diserahkan Senin (10/12) ini, ke FKPD Sumut. Kabag Pertanahan, Biro Pemerintahan Provsu, Darwin Hutahuruk sendiri mendapatkan peta tersebut dari BPN. Jadi tidak benar jika ada pihak yang mengatakan bahwa peta tersebut tidak ada apalagi dirahasiakan.

“Silahkan ke BPN. Peta itu ada di sana karma BPN dan PTPN II yang melakukan pemasangan pilar dan patok di lapangan,” kata Darwin.
Darwin dalam kesempatan itu juga mengutarakan keluhannya seolah-olah persoalan konflik lahan tersebut ada di Pemprov Sumut. Padahal yang mengetahui secara persis sesungguhnya justru BPN dan PTPN II.
“Tapi kami yang terus disalahkan dan dihujat masyarakat,” ujarnya.

Mendengar penjelasan serta paparan dari salah satu peta HGU/eks HGU PTPN II yang ada tersebut, Dianto sempat terperanjat kaget. Ternyata petanya sudah lengkap.
Dia pun meminta kepada BPN untuk segera mengirimkannya ke Komnas HAM. Jika sampai 17 Desember peta tersebut tidak sampai, maka Komnas HAM akan memanggil Kepala Kanwil BPN Sumut ke Jakarta. Mendapat tenggat waktu tersebut, tiga orang perwakilan dari BPN tidak berani mengambil keputusan. Sebab mereka yang diutus bukan penentu kebijakan. Namun berjanji akan menyampaikannya ke atasannya.(ari)

Lahan Eks HGU

MEDAN–Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengharuskan Pemerintah Provinsi  Sumatera Utara (Pemprovsu), Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan PTPN II untuk membuka hasil pemetaan (maping) lahan yang telah dilakukan
Tim Khusus Penanganan Lahan eks HGU/HGU PTPN II ke masyarakat yang bersengketa.

Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi mengatakan setelah Tim Khusus Penanganan Lahan eks HGU/HGU PTPN II yang dibentuk Forum Komunikasi Pemerintah Daerah (FKPD) Sumut selesai melakukan maping dengan pemasangan patok dan pilar, hasilnya harus diketahui langsung oleh masyarakat yang bersengketa sebelum diteruskan ke Menteri BUMN.

“Betul masyarakat selama ini belum terlibat. Makanya setelah pemetaan ini semua clear, masyarakat harus melihat ulang apakah tanahnya ada di dalam atau di luar. Jika di luar harus dijelaskan kenapa,” tegas Dianto kepada wartawan, usai Rapat  Dalam Rangka Pamantauan Pelaksanaan HAM Atas Konflik Masyarakat dengan PTPN  II dan Kasus-Kasus Lainnya di Sumut di Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro, Medan, Jumat (7/12).

Dianto menyebutkan pemetaan yang dihasilkan tim khusus belum tentu sesuai dengan harapan dan tuntutan masyarakat. Apalagi pemetaan yang dimaksudkan bersumber dari hasil Tim B Plus yang dibentuk beberapa tahun sebelumnya.
“Tim B Plus ini kan sudah 10 tahun lalu. Kenapa hingga sekarang belum juga ada hasilnya. Selagi ini belum definitif, masih sangat mungkin ada keluar, ada yang masuk, ada perubahan, penambahan dan pengurangan serta pergeseran patok, kita tidak tahu. Makanya didata ulang dan masyarakat harus mengetahuinya,” terang mantan Ketua Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) itu.

Kecurigaan Dianto sangat beralasan. Pasalnya saat bertemu dengan PTPN II sebelumnya, ketika Komnas HAM meminta peta, namun dikatakan tidak ada. Begitu juga ketika diminta untuk menunjukkan hasil pemetaan tim khusus yang selama ini telah bekerja justru dianggap sebagai rahasia yang tidak dapat diketahui Komnas HAM. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak masuk akal karena peta dan hasil maping harusnya dibuka untuk publik.
Untuk itulah pihaknya ke Pemprov Sumut untuk memastikan bagaimana bisa mendapatkan hasil pemetaan yang telah dilakukan tim khusus. Untuk selanjutnya dipelajari dan ditelaah guna membantu Pemprov Sumut menyelesaikan konflik lahan yang sudah cukup lama berlangsung dengan ribuan kasus yang terindikasi berpotensi terjadinya pelanggaran HAM.

“Peta itu penting bagi kami untuk membantu menyelesaikan masalah. Agar kami bisa berdiri secara imparsial tidak hanya mendapat masukan dari masyarakat. Ini juga akan kami dorong ke menteri terkait dan meminta Menteri BUMN agar segera melepas aset eks HGU,” kata Dianto.

Kabag Pertanahan Darwin Hutahuruk membantah jika peta yang dimaksud tidak ada. Bahkan dalam kesempatan itu dia membuka salah satu peta lahan HGU dan eks HGU PTPN II yang ada di Kebun Sena, Batangkuis, Deliserdang. Saat ini, katanya, tim khusus sudah menyelesaikan pemasangan patok dan pilar di 46 peta dari 50 peta yang ada. Peta tersebut merupakan areal HGU seluas 56.341,75 hektar yang sudah diperpanjang dan lahan eks HGU seluas 5.873,06 hektar berdasarkan SK BPN No42, 43 dan 44 tahun 2004 serta SK BPN No 10 Tahun 2004.

Hasil pemetaan berdasarkan informasi dari Kepala Kanwil BPN Sumut akan diserahkan Senin (10/12) ini, ke FKPD Sumut. Kabag Pertanahan, Biro Pemerintahan Provsu, Darwin Hutahuruk sendiri mendapatkan peta tersebut dari BPN. Jadi tidak benar jika ada pihak yang mengatakan bahwa peta tersebut tidak ada apalagi dirahasiakan.

“Silahkan ke BPN. Peta itu ada di sana karma BPN dan PTPN II yang melakukan pemasangan pilar dan patok di lapangan,” kata Darwin.
Darwin dalam kesempatan itu juga mengutarakan keluhannya seolah-olah persoalan konflik lahan tersebut ada di Pemprov Sumut. Padahal yang mengetahui secara persis sesungguhnya justru BPN dan PTPN II.
“Tapi kami yang terus disalahkan dan dihujat masyarakat,” ujarnya.

Mendengar penjelasan serta paparan dari salah satu peta HGU/eks HGU PTPN II yang ada tersebut, Dianto sempat terperanjat kaget. Ternyata petanya sudah lengkap.
Dia pun meminta kepada BPN untuk segera mengirimkannya ke Komnas HAM. Jika sampai 17 Desember peta tersebut tidak sampai, maka Komnas HAM akan memanggil Kepala Kanwil BPN Sumut ke Jakarta. Mendapat tenggat waktu tersebut, tiga orang perwakilan dari BPN tidak berani mengambil keputusan. Sebab mereka yang diutus bukan penentu kebijakan. Namun berjanji akan menyampaikannya ke atasannya.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/