JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pengguna internet di Indonesia sangat aktif. Jumlahnya juga termasuk tinggi. Berdasar data yang diterima oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) tidak kurang 139 juta pengguna internet berasal dari Indonesia. Seluruhnya mengakses internet saban hari. Melalui telepon genggam, komputer, maupun perangkat lain. Dengan pengguna internet sebanyak itu, potensi serangan hoax melalui cyber attack pun besar. Untuk itu, pemerintah merancang Badan Cyber Nasional (BCN).
Badan tersebut dirancang tidak lain untuk melindungi masyarakat dari serangan cyber attack. Termasuk hoax. Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Meko Polhukam) Wiranto, hoax berbahaya lantaran dapat merusak tatanan. Kondisnya kian buruk lantaran informasi bohong itu sangat marak. Penyebarannya juga cepat. Melalui beragam media sosial (medsos), informasi tersebut bisa menyebar dari satu pengguna medsos ke pengguna lainnya.
Karena itu, harus ada proteksi. BCN akan menjalankan fungsi tersebut. ”Serangan cyber yang sudah merajalela. Yang meresahkan tata kehidupan masyarakat. Perlu ada proteksi secara nasional,” tegas Wiranto.
Dengan BCN, Kemenko Polhukam berupaya memerangi cyber attack, khususnya hoax. Mereka bakal menghentikan arus informasi yang tidak jelas sumbernya, juga menutup kemungkinan informasi yang bisa berdampak buruk masuk melalui internet. ”Menapis arus lalu lintas cyber yang nyata-nyata negatif,” jelas dia.
Untuk sementara, itu menjadi fokus BCN. Wiranto tahu betul, sudah banyak instansi di Indonesia memiliki tim cyber. Termasuk diantaranya institusi yang berada di bawah koordinasi Kemenko Polhukam. Namun, dia menilai harus ada wadah yang menaungi tim cyber tersebut. Sehingga komunikasi maupun koordinasi lancar dan terarah. Sebab, Indonesia termasuk salah satu negara yang jadi sasaran cyber attack. Persebaran hoax melalui internet adalah salah satu bukti nyata.
”Karena itu, butuh payung yang menaungi kegiatan cyber,” kata Wiranto. Selain menangkal hoax. Kegiatan cyber yang selama ini belum diproteksi juga turut menjadi perhatian. ”Ecommerce, itu belum (diproteksi). Perbankan, kemudian masalah-masalah yang menyangkut jasa keuangan,” ucap mantan Panglima ABRI itu.