26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Habitat 4 Satwa Kunci Terancam

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sebagai taman nasional, kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) memiliki fungsi yang sangat penting bagi keberlanjutan ekosistem dan menjadi aset bagi Indonesia, bahkan dunia. Namun, saat ini kawasan konservasi seluas 1.095.592 hektare yang menjadi habitat 4 satwa kunci ini kondisinya semakin terancam.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan Balai Besar TNGL (BBTNGL), Prama Wisena kepada wartawan saat peringatan hari jadi TNGL yang jatuh pada 6 Maret 2015 dan diperingati di Lapangan Merdeka, Minggu (8/3).

“Kawasan ini ditunjuk menjadi TNGL sejak 6 Maret 1980. Tapi, dengan luasan itu, saat ini masih banyak kendala dan permasalahan, seperti perambahan atau ilegal logging, seperti yang terakhir kita tangkap, ada 4 kasus perambahan, dan saat ini sedang kita proses,” katanya.

Karena itu, lanjutnya, dalam peringatan ini, hal yang juga sangat penting adalah untuk lebih mengenalkan kepada khalayak yang lebih luas, tidak hanya kepada masyarakat yang berada di sekitar kawasan tetapi juga kepada mmasyarakat di perkotaan.

“Ini untuk mengenalkan 4 spesis kunci di TNGL, yakni Gajah, Orang Utan, Harimau dan Badak Sumatera. Ini penting, karena dari data yang kita peroleh, Harimau kita banyak yang ada di luar negeri, jadi pernak-pernik. Jadi di sini kita ingin lebih kenalkan ke khalayak ramai. Kenapa di kota? Kita ingin adanya kesadaran yang akan lebih tinggi dan untuk ikut menjaga,” katanya.

Menurut Communication Officer Wildlife Consevation Society Indonesia Programme (WCSIP), Rhemawati Wijaya, kegiatan kampatnye ini untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai keberadaan TNGL. Dikatakannya, saat ini, 4 satwa kunci tersebut jumlahnya mengalami penyusutan.

“Dari data yang kita punya, saat ini tersisa sekitar  100 hingga 150 ekor Harimau Sumatra yang ada di dalam kawasan TNGL, dari 400 hingga 600 ekor yang ada di seluruh Sumatra. Penyusutan ini karena maraknya perambahan, perburuan dan perdagangan satwa,” katanya.

Dia menambahkan, begitupun, konflik harimau dengan masyarakat juga terjadi di banyak tempat. “WCS mencatat, ada 172 konflik harimau dalam kurun 2007 hingga 2014. Dari situ, 28 ekor hilang dari dalam kawasan. Kemudian, konflik gajah dan masyarakat, baru-baru ini juga mengakibatkan korban jiwa di Aceh Tenggara yang berawal dari pembukaan kawasan menjadi perkebunan,” katanya.

Kampanye ini melibatkan BBTNGL, WCS IP, dan Bilogi Pencinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup (Biopalas) USU dan Forum Harimau Kita dan Tiger Heart. Beberapa kegiatan dengan tema Love Our Nature for Better Future ini antara lain, orasi, pojok selfie, melukis tempat sampah, melukis wajah. Selain itu, kegiatan ini juga melibatkan banyak pengunjung Lapangan Merdeka.(gus/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sebagai taman nasional, kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) memiliki fungsi yang sangat penting bagi keberlanjutan ekosistem dan menjadi aset bagi Indonesia, bahkan dunia. Namun, saat ini kawasan konservasi seluas 1.095.592 hektare yang menjadi habitat 4 satwa kunci ini kondisinya semakin terancam.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan Balai Besar TNGL (BBTNGL), Prama Wisena kepada wartawan saat peringatan hari jadi TNGL yang jatuh pada 6 Maret 2015 dan diperingati di Lapangan Merdeka, Minggu (8/3).

“Kawasan ini ditunjuk menjadi TNGL sejak 6 Maret 1980. Tapi, dengan luasan itu, saat ini masih banyak kendala dan permasalahan, seperti perambahan atau ilegal logging, seperti yang terakhir kita tangkap, ada 4 kasus perambahan, dan saat ini sedang kita proses,” katanya.

Karena itu, lanjutnya, dalam peringatan ini, hal yang juga sangat penting adalah untuk lebih mengenalkan kepada khalayak yang lebih luas, tidak hanya kepada masyarakat yang berada di sekitar kawasan tetapi juga kepada mmasyarakat di perkotaan.

“Ini untuk mengenalkan 4 spesis kunci di TNGL, yakni Gajah, Orang Utan, Harimau dan Badak Sumatera. Ini penting, karena dari data yang kita peroleh, Harimau kita banyak yang ada di luar negeri, jadi pernak-pernik. Jadi di sini kita ingin lebih kenalkan ke khalayak ramai. Kenapa di kota? Kita ingin adanya kesadaran yang akan lebih tinggi dan untuk ikut menjaga,” katanya.

Menurut Communication Officer Wildlife Consevation Society Indonesia Programme (WCSIP), Rhemawati Wijaya, kegiatan kampatnye ini untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai keberadaan TNGL. Dikatakannya, saat ini, 4 satwa kunci tersebut jumlahnya mengalami penyusutan.

“Dari data yang kita punya, saat ini tersisa sekitar  100 hingga 150 ekor Harimau Sumatra yang ada di dalam kawasan TNGL, dari 400 hingga 600 ekor yang ada di seluruh Sumatra. Penyusutan ini karena maraknya perambahan, perburuan dan perdagangan satwa,” katanya.

Dia menambahkan, begitupun, konflik harimau dengan masyarakat juga terjadi di banyak tempat. “WCS mencatat, ada 172 konflik harimau dalam kurun 2007 hingga 2014. Dari situ, 28 ekor hilang dari dalam kawasan. Kemudian, konflik gajah dan masyarakat, baru-baru ini juga mengakibatkan korban jiwa di Aceh Tenggara yang berawal dari pembukaan kawasan menjadi perkebunan,” katanya.

Kampanye ini melibatkan BBTNGL, WCS IP, dan Bilogi Pencinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup (Biopalas) USU dan Forum Harimau Kita dan Tiger Heart. Beberapa kegiatan dengan tema Love Our Nature for Better Future ini antara lain, orasi, pojok selfie, melukis tempat sampah, melukis wajah. Selain itu, kegiatan ini juga melibatkan banyak pengunjung Lapangan Merdeka.(gus/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/