31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

KPK Periksa Dua Pengusaha Sumut

Diduga Terlibat Kasus Cek Pelawat

MEDAN- Tiga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara mendadak mendatangi Mapoldasu, Selasa (8/5), pagi. Kedatangan ini berkaitan dengan upaya pemeriksaan terhadap dua orang pengusaha di Sumut terkait kasus cek pelawat (traveller cheque) pemilihan Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom.

Ketiga penyidik KPK tersebut melakukan pemeriksaan selama lebih dari dua jam di Ruang Dit Reskrimsus Poldasu, sejak pukul 11.00  hingga Pukul 13.45 WIB.

Informasi yang dihimpun Sumut Pos di Mapoldasu menyebutkan kedatangan ketiga  penyidik KPK itu berkaitan kuat dengan upaya meminta penjelasan dua pengusaha Sumut tersebut soal riwayat pembelian 5.000 lahan kelapa sawit di Tapanuli Selatan milik seseorang bernama Ferry Yen pada 2004 silam.

Hasil pembelian lahan sawit inilah yang dikonversi ke dalam bentuk cek jenis cek pelawat (traveller cheque) yang disinyalir kuat berlabuh hingga ke tangan sejumlah anggota DPR RI di Senayan.

Hanya saja petugas KPK yang terdiri atas dua laki-laki dan seorang perempuan itu sedikitpun tidak bersedia memberikan keterangan. Saat di Mapoldasu, ketiga penyidik yang sempat terlihat wartawan ini tidak mengenakan pakaian dinas bertuliskan ‘KPK’ sebagaimana biasa dikenakan penyidik KPK. Namun, keragu-raguan apakah yang datang pagi itu petugas dari institusi super-bodi itu atau bukan, menjadi terang saat Direktur Reskrimsus Poldasu Kombes Sadono Budi Nugroho membenarkan soal kehadiran penyidik KPK ke Mapoldasu.

“Ada tiga penyidik KPK datang memeriksa, namun saya tak tahu siapa yang diperiksa. Saya ada rapat seharian. Memang informasinya soal dana cek pelawat,” katanya. Begitupun, Sadono mengakui, pihaknya memang menjalin kerjasama dengan KPK. Kerjasama itu menyangkut penyelidikan dan penyidikan korupsi. Bahkan, menurut Sadono, pihaknya menyiapkan satu ruang khusus untuk KPK bila ada pemeriksaan di Medan.

Juru Bicara KPK, Johan Budi, saat dikonfirmasi, Selasa (8/5) malam, membenarkan adanya tiga tim penyidik KPK datang ke Mapoldasu untuk memeriksa saksi-saksi dari pihak swasta. Pemeriksaan itu terkait kasus Miranda Gultom. “Maaf saya tak hafal nama saksi-saksi yang diperiksa,” jawabnya.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Miranda Swaray Goeltom sebagai tersangka dalam kasus ini. Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu diduga kuat berperan menyuap politikus Senayan periode 1999-2004. Suap itu berupa 480 lembar cek pelawat senilai Rp24 miliar, yang disebarkan Nunun Nurbaetie (yang sudah ditetapkan sebagai tersangka) melalui orang dekatnya, Arie Malangjudo. Pemberian cek diduga untuk meloloskan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI 2004-2009.

Cek itu awalnya dikeluarkan Bank Artha Graha dari Bank Internasional Indonesia. Pencairan berbentuk cek itu dilakukan atas permintaan debitor bank yakni PT First Mujur Plantation and Industry. First Mujur menyerahkan seluruh cek tersebut kepada Ferry Yen untuk membeli lahan kelapa sawit di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada awal 2004.

Entah bagaimana, cek-cek itu lantas berpindah tangan ke PT Wahana Esa Sejati, perusahaan Nunun, lalu mengalir ke Senayan. Ferry Yen, yang mengetahui hal ini, meninggal dunia pada 2007. Diduga kuat, pemeriksaan dua pengusaha Sumut oleh tiga anggota KPK di Mapoldasu, Selasa (8/5), berkaitan dengan pembelian lahan kelapa sawit di Tapanuli Selatan tersebut. (adl/gus/sam)

Diduga Terlibat Kasus Cek Pelawat

MEDAN- Tiga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara mendadak mendatangi Mapoldasu, Selasa (8/5), pagi. Kedatangan ini berkaitan dengan upaya pemeriksaan terhadap dua orang pengusaha di Sumut terkait kasus cek pelawat (traveller cheque) pemilihan Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom.

Ketiga penyidik KPK tersebut melakukan pemeriksaan selama lebih dari dua jam di Ruang Dit Reskrimsus Poldasu, sejak pukul 11.00  hingga Pukul 13.45 WIB.

Informasi yang dihimpun Sumut Pos di Mapoldasu menyebutkan kedatangan ketiga  penyidik KPK itu berkaitan kuat dengan upaya meminta penjelasan dua pengusaha Sumut tersebut soal riwayat pembelian 5.000 lahan kelapa sawit di Tapanuli Selatan milik seseorang bernama Ferry Yen pada 2004 silam.

Hasil pembelian lahan sawit inilah yang dikonversi ke dalam bentuk cek jenis cek pelawat (traveller cheque) yang disinyalir kuat berlabuh hingga ke tangan sejumlah anggota DPR RI di Senayan.

Hanya saja petugas KPK yang terdiri atas dua laki-laki dan seorang perempuan itu sedikitpun tidak bersedia memberikan keterangan. Saat di Mapoldasu, ketiga penyidik yang sempat terlihat wartawan ini tidak mengenakan pakaian dinas bertuliskan ‘KPK’ sebagaimana biasa dikenakan penyidik KPK. Namun, keragu-raguan apakah yang datang pagi itu petugas dari institusi super-bodi itu atau bukan, menjadi terang saat Direktur Reskrimsus Poldasu Kombes Sadono Budi Nugroho membenarkan soal kehadiran penyidik KPK ke Mapoldasu.

“Ada tiga penyidik KPK datang memeriksa, namun saya tak tahu siapa yang diperiksa. Saya ada rapat seharian. Memang informasinya soal dana cek pelawat,” katanya. Begitupun, Sadono mengakui, pihaknya memang menjalin kerjasama dengan KPK. Kerjasama itu menyangkut penyelidikan dan penyidikan korupsi. Bahkan, menurut Sadono, pihaknya menyiapkan satu ruang khusus untuk KPK bila ada pemeriksaan di Medan.

Juru Bicara KPK, Johan Budi, saat dikonfirmasi, Selasa (8/5) malam, membenarkan adanya tiga tim penyidik KPK datang ke Mapoldasu untuk memeriksa saksi-saksi dari pihak swasta. Pemeriksaan itu terkait kasus Miranda Gultom. “Maaf saya tak hafal nama saksi-saksi yang diperiksa,” jawabnya.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Miranda Swaray Goeltom sebagai tersangka dalam kasus ini. Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu diduga kuat berperan menyuap politikus Senayan periode 1999-2004. Suap itu berupa 480 lembar cek pelawat senilai Rp24 miliar, yang disebarkan Nunun Nurbaetie (yang sudah ditetapkan sebagai tersangka) melalui orang dekatnya, Arie Malangjudo. Pemberian cek diduga untuk meloloskan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI 2004-2009.

Cek itu awalnya dikeluarkan Bank Artha Graha dari Bank Internasional Indonesia. Pencairan berbentuk cek itu dilakukan atas permintaan debitor bank yakni PT First Mujur Plantation and Industry. First Mujur menyerahkan seluruh cek tersebut kepada Ferry Yen untuk membeli lahan kelapa sawit di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada awal 2004.

Entah bagaimana, cek-cek itu lantas berpindah tangan ke PT Wahana Esa Sejati, perusahaan Nunun, lalu mengalir ke Senayan. Ferry Yen, yang mengetahui hal ini, meninggal dunia pada 2007. Diduga kuat, pemeriksaan dua pengusaha Sumut oleh tiga anggota KPK di Mapoldasu, Selasa (8/5), berkaitan dengan pembelian lahan kelapa sawit di Tapanuli Selatan tersebut. (adl/gus/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/