31.7 C
Medan
Sunday, May 26, 2024

Kunjungan Balasan, Raja Brunei Meninggal

Foto: Boy Slamet/Jawa Pos
Makam Raja karna dari Brunai di Shizigang Kota Nanjing, China 5/6/2017. Raja Brunai meninggal di China saat kunjungan pada Dinasti Ming tahun 1408. Dimakamkan di bukit Shizigang dan dibangun prasati oleh berupa patung dan hewan yang berhadap hadapa sepanjang menuju makam.

Ada juga prasasti, tetapi beberapa hurufnya sudah hilang atau rusak. Yang masih bisa diidentifikasi sekitar 200–300 kata. Isinya sebagai berikut:

”…Raja Boni…jauh terpisah puluhan ribu li (2 li = 1 km, Red) dari Tiongkok… Baginda merasa gembira karena disambut dengan segala kehormatan dan kebesaran dan dijamu dengan aneka santapan yang lezat dan diberi cenderamata yang bernilai. Namun, tak disangka, baginda jatuh sakit setelah bertamu lebih dari sebulan…’’ Boni sendiri adalah pelafalan lidah orang Tiongkok untuk menyebut Brunei.

Menurut Feng, meski taman itu disebut taman persahabatan Tiongkok-Brunei, soal pendanaan dan operasional, semuanya berasal dari pemerintah Tiongkok. ’’Termasuk rencana revitalisasi taman itu menjadi sebuah taman hutan di tengah kota,’’ terangnya.

Hanya, Feng mengaku tidak begitu paham detail rencana pembangunannya sampai berapa anggaran yang disiapkan. ”Saya harus bertanya dulu ke manajemen untuk soal itu. Soalnya, tugas saya adalah memandu tamu-tamu yang datang ke sini. Bukan terkait pengembangannya,” terangnya.

Menurut Feng, meski taman tersebut belum jadi dan penataannya masih sekadarnya, kunjungan masyarakat cukup tinggi. Rata-rata ada 500 orang tiap bulan. ”Kebanyakan orang umum. Ada juga peneliti sejarah yang datang. Tapi, hanya beberapa,” paparnya. ”Masyarakat kami selalu suka datang ke tempat sejarah. Anda lihat sendiri kan, selalu ramai tempat-tempat wisata sejarah,” sambungnya.

Ahli sejarah Nanjing yang juga keturunan Cheng Ho, Zheng Zhi Hai, menyatakan bahwa saat berkunjung ke ibu kota kekaisaran Dinasti Ming tersebut, usia Raja Karna dari Brunei baru 28 tahun. Dia meninggal setelah 40 hari berada di Nanjing.

Zheng meyakini, Raja Karna berangkat ke Nanjing dengan kawalan armada Cheng Ho. ”Sebab, saat itu hanya Tiongkok yang mempunyai postur angkatan laut yang cukup besar,” katanya. Apalagi, Raja Karna ini membawa rombongan besar yang berisi 150 orang. ”Hampir pasti yang membawa mereka adalah armada yang dipunyai Cheng Ho,” tambahnya.

Dalam ekspedisinya, Cheng Ho memang sering mengajak raja atau utusan kerajaan yang dikunjungi untuk dibawa ke Tiongkok guna dipertemukan dengan Kaisar Zhu Di. Entah dengan maksud sebagai pengakuan kekuasaan untuk kerajaan yang lebih besar atau sekadar lambang persahabatan.

Foto: Boy Slamet/Jawa Pos
Makam Raja karna dari Brunai di Shizigang Kota Nanjing, China 5/6/2017. Raja Brunai meninggal di China saat kunjungan pada Dinasti Ming tahun 1408. Dimakamkan di bukit Shizigang dan dibangun prasati oleh berupa patung dan hewan yang berhadap hadapa sepanjang menuju makam.

Ada juga prasasti, tetapi beberapa hurufnya sudah hilang atau rusak. Yang masih bisa diidentifikasi sekitar 200–300 kata. Isinya sebagai berikut:

”…Raja Boni…jauh terpisah puluhan ribu li (2 li = 1 km, Red) dari Tiongkok… Baginda merasa gembira karena disambut dengan segala kehormatan dan kebesaran dan dijamu dengan aneka santapan yang lezat dan diberi cenderamata yang bernilai. Namun, tak disangka, baginda jatuh sakit setelah bertamu lebih dari sebulan…’’ Boni sendiri adalah pelafalan lidah orang Tiongkok untuk menyebut Brunei.

Menurut Feng, meski taman itu disebut taman persahabatan Tiongkok-Brunei, soal pendanaan dan operasional, semuanya berasal dari pemerintah Tiongkok. ’’Termasuk rencana revitalisasi taman itu menjadi sebuah taman hutan di tengah kota,’’ terangnya.

Hanya, Feng mengaku tidak begitu paham detail rencana pembangunannya sampai berapa anggaran yang disiapkan. ”Saya harus bertanya dulu ke manajemen untuk soal itu. Soalnya, tugas saya adalah memandu tamu-tamu yang datang ke sini. Bukan terkait pengembangannya,” terangnya.

Menurut Feng, meski taman tersebut belum jadi dan penataannya masih sekadarnya, kunjungan masyarakat cukup tinggi. Rata-rata ada 500 orang tiap bulan. ”Kebanyakan orang umum. Ada juga peneliti sejarah yang datang. Tapi, hanya beberapa,” paparnya. ”Masyarakat kami selalu suka datang ke tempat sejarah. Anda lihat sendiri kan, selalu ramai tempat-tempat wisata sejarah,” sambungnya.

Ahli sejarah Nanjing yang juga keturunan Cheng Ho, Zheng Zhi Hai, menyatakan bahwa saat berkunjung ke ibu kota kekaisaran Dinasti Ming tersebut, usia Raja Karna dari Brunei baru 28 tahun. Dia meninggal setelah 40 hari berada di Nanjing.

Zheng meyakini, Raja Karna berangkat ke Nanjing dengan kawalan armada Cheng Ho. ”Sebab, saat itu hanya Tiongkok yang mempunyai postur angkatan laut yang cukup besar,” katanya. Apalagi, Raja Karna ini membawa rombongan besar yang berisi 150 orang. ”Hampir pasti yang membawa mereka adalah armada yang dipunyai Cheng Ho,” tambahnya.

Dalam ekspedisinya, Cheng Ho memang sering mengajak raja atau utusan kerajaan yang dikunjungi untuk dibawa ke Tiongkok guna dipertemukan dengan Kaisar Zhu Di. Entah dengan maksud sebagai pengakuan kekuasaan untuk kerajaan yang lebih besar atau sekadar lambang persahabatan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/