25.6 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Kunjungan Balasan, Raja Brunei Meninggal

CHENG HO

KAISAR PERINTAHKAN BERKABUNG TIGA HARI

Kompleks makam Raja Brunei itu sempat ”hilang” dan tak terurus. Terutama setelah perang besar dengan Jepang di Nanjing. Perang Dunia II. Kompleks makam itu ditemukan setelah pemerintah Kota Nanjing membentuk Nanjing Cultural Relic Team. ”Tujuannya memetakan dan mengembangkan semua situs bersejarah di Nanjing,” ucap Feng Mei Ying.

Makam itu kembali ditemukan oleh tim tersebut pada 1958. Setelah sempat diteliti hampir setahun lamanya, akhirnya bisa dipastikan bahwa memang tempat itu adalah makam Raja Karna. Dibutuhkan waktu agak lama untuk mengidentifikasi karena banyak prasasti yang tulisannya sudah rusak.

Teridentifikasinya makam tersebut termasuk temuan penting. Terutama untuk melengkapi sejarah kebesaran Dinasti Ming. Sebab, itu membuktikan bahwa Laksamana Cheng Ho telah melakukan penjelajahan. Dan kunjungan balasan Raja Karna adalah buktinya.

Dalam catatan sejarah Tiongkok, rombongan raja Brunei mendarat di Fujian, lalu menuju Nanjing dengan perjalanan darat. Catatan sejarah yang dimiliki Zheng Zhi Hai menunjukkan bahwa mereka sampai di Nanjing pada 20 September 1408. Saat itu, ibu kota Dinasti Ming memang masih di Nanjing dan sedang dalam proses pemindahan ke Beijing.

Raja Brunei disambut Kaisar Zhu Di di Fengtianmen (Pintu Gerbang Penyembahan Langit). Mereka bertukar cenderamata. Kaisar Zhu Di memberikan pelana emas, sutra dewangga, tongkat, dan kursi kebesaran. Sementara itu, raja Brunei memberikan penyu karah, cula badak, peralatan yang terbuat dari emas dan perak khas Brunei.

Namun, hal malang terjadi. Genap 40 tahun berada di Tiongkok, Raja Karna mendadak jatuh sakit. Meski Kaisar Zhu Di mengirimkan tabib-tabib terbaiknya, nyawa raja dari kerajaan kecil di Asia Tenggara itu tidak tertolong. ”Saya tidak tahu sakit apa. Tidak ada catatan sejarah yang menulis detail gejala penyakitnya. Hanya ditulis sakit,” kata Zheng. ”Mungkin saja, itu penyakit yang baru diketahui dunia medis pada abad ke-20, seperti kanker atau apa,” tambahnya.

Mendengar kabar duka itu, Kaisar Zhu Di bersedih. Dia langsung memerintahkan masa berkabung nasional selama tiga hari penuh. Kaisar juga mengadakan upacara pemakaman resmi kenegaraan dan mengubur tamunya tersebut di Bukit Shizigang, Nanjing. Selain itu, Kaisar Zhu Di memerintah pejabat setempat untuk mengadakan upacara duka dua kali setahun, masing-masing pada musim semi dan musim gugur untuk mengenang Raja Karna. (*/c6/nw/jpg)

CHENG HO

KAISAR PERINTAHKAN BERKABUNG TIGA HARI

Kompleks makam Raja Brunei itu sempat ”hilang” dan tak terurus. Terutama setelah perang besar dengan Jepang di Nanjing. Perang Dunia II. Kompleks makam itu ditemukan setelah pemerintah Kota Nanjing membentuk Nanjing Cultural Relic Team. ”Tujuannya memetakan dan mengembangkan semua situs bersejarah di Nanjing,” ucap Feng Mei Ying.

Makam itu kembali ditemukan oleh tim tersebut pada 1958. Setelah sempat diteliti hampir setahun lamanya, akhirnya bisa dipastikan bahwa memang tempat itu adalah makam Raja Karna. Dibutuhkan waktu agak lama untuk mengidentifikasi karena banyak prasasti yang tulisannya sudah rusak.

Teridentifikasinya makam tersebut termasuk temuan penting. Terutama untuk melengkapi sejarah kebesaran Dinasti Ming. Sebab, itu membuktikan bahwa Laksamana Cheng Ho telah melakukan penjelajahan. Dan kunjungan balasan Raja Karna adalah buktinya.

Dalam catatan sejarah Tiongkok, rombongan raja Brunei mendarat di Fujian, lalu menuju Nanjing dengan perjalanan darat. Catatan sejarah yang dimiliki Zheng Zhi Hai menunjukkan bahwa mereka sampai di Nanjing pada 20 September 1408. Saat itu, ibu kota Dinasti Ming memang masih di Nanjing dan sedang dalam proses pemindahan ke Beijing.

Raja Brunei disambut Kaisar Zhu Di di Fengtianmen (Pintu Gerbang Penyembahan Langit). Mereka bertukar cenderamata. Kaisar Zhu Di memberikan pelana emas, sutra dewangga, tongkat, dan kursi kebesaran. Sementara itu, raja Brunei memberikan penyu karah, cula badak, peralatan yang terbuat dari emas dan perak khas Brunei.

Namun, hal malang terjadi. Genap 40 tahun berada di Tiongkok, Raja Karna mendadak jatuh sakit. Meski Kaisar Zhu Di mengirimkan tabib-tabib terbaiknya, nyawa raja dari kerajaan kecil di Asia Tenggara itu tidak tertolong. ”Saya tidak tahu sakit apa. Tidak ada catatan sejarah yang menulis detail gejala penyakitnya. Hanya ditulis sakit,” kata Zheng. ”Mungkin saja, itu penyakit yang baru diketahui dunia medis pada abad ke-20, seperti kanker atau apa,” tambahnya.

Mendengar kabar duka itu, Kaisar Zhu Di bersedih. Dia langsung memerintahkan masa berkabung nasional selama tiga hari penuh. Kaisar juga mengadakan upacara pemakaman resmi kenegaraan dan mengubur tamunya tersebut di Bukit Shizigang, Nanjing. Selain itu, Kaisar Zhu Di memerintah pejabat setempat untuk mengadakan upacara duka dua kali setahun, masing-masing pada musim semi dan musim gugur untuk mengenang Raja Karna. (*/c6/nw/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/