26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Pemerintah Sandera Warga ke Pinggiran

Pemko Medan berencana menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Rencana ini menjadi pro kontra, tidak saja di kalangan legislatif namun juga di masyarakat luas.

Berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos, Ari Sisworo dengan Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi SH

Apa tanggapan Anda mengenai rencana Pemko Medan menaikkan PBB?
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sangat drastis yang terjadi di Kota Medan tentu membuat warga tidak sabar. Karena itu disarankan pemerintah kota harus memberikan respons positif dengan cara melakukan penyesuaian kembali. Dalam beberapa bulan belakangan, warga banyak mengeluh untuk mengadukan masalah tersebut. Bahkan, beberapa warga Medan melaporkan pihaknya mengalami kenaikan pajak hingga seribu persen yang mencekik leher mereka.

Apakah rencana itu realistis?
Penetapan pajak itu membuat sangat menjerit dengan kenaikan PBB yang melambung tinggi, mulai dari seratus hingga seribu persen sesuai laporan warga kepadanya dan melakukan pengecekan. Dicontohkan ada warga yang semula membayar pajak Rp60 ribu kini pada tagihan pajak tahun 2011 harus membayar Rp600 ribu.

Kenaikan pajak setinggi itu benar-benar tidak realistis dan dikhawatirkan pemilik tanah akan melepaskan tanahnya karena tidak sesuai dengan kemampuan warga serta hasil yang didapat dari tanahnya tersebut.

Apa eksesnya?
Kalau memang begitu, ada misi terselubung dari pemerintah untuk sandera warga dalam kota agar berpindah ke pinggiran kota. Keadaan itu memang sangat disayangkan kenaikan pajak dengan berbagai dalih yang dinilainya menambah penderitaan warga yang selama ini memang sudah berat akibat tidak adanya keberpihakan yang nyata pemerintah terhadap warga.

Menurut Anda, apa yang harus dipedomani Pemko Medan dalam mengambil kebijakan, khususnya mengenai kenaikan PBB tersebut?
Mestinya, penetapan pajak tidak semata-mata melihat nilai jual objek pajak (NJOP) namun juga situasi dan kondisi riil di lapangan. Atas dasar itu diminta agar pimpinan daerah termasuk DPRD memperjuangkan aspirasi warga yang menginginkan kenaikan PBB di wilayah itu ditinjau ulang. Pada saat sulit seperti sekarang inilah kepekaan dan keseriusan wakil rakyat yang notabene dipilih langsung oleh rakyat harus dibuktikan.

Apalagi selain itu?
Perlu kajian filosofi, sosiologis dan hukum untuk mempermudah penamaan obyek pajak di daerah. Misalnya apakah kawasan tersebut termasuk jalur hijau atau bukan dan atau status khusus lainnya. Termasuk juga dalam hal pemeriksaan transaksi jual beli sebagai validasi untuk memperbaiki NJOP. Intinya, penetapan pajak bukan hanya atas dasar ‘selera’ pemerintah, tapi harus atas dasar pemahaman untuk memudahkan dalam pelayanan publik.(*)

Pemko Medan berencana menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Rencana ini menjadi pro kontra, tidak saja di kalangan legislatif namun juga di masyarakat luas.

Berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos, Ari Sisworo dengan Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi SH

Apa tanggapan Anda mengenai rencana Pemko Medan menaikkan PBB?
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sangat drastis yang terjadi di Kota Medan tentu membuat warga tidak sabar. Karena itu disarankan pemerintah kota harus memberikan respons positif dengan cara melakukan penyesuaian kembali. Dalam beberapa bulan belakangan, warga banyak mengeluh untuk mengadukan masalah tersebut. Bahkan, beberapa warga Medan melaporkan pihaknya mengalami kenaikan pajak hingga seribu persen yang mencekik leher mereka.

Apakah rencana itu realistis?
Penetapan pajak itu membuat sangat menjerit dengan kenaikan PBB yang melambung tinggi, mulai dari seratus hingga seribu persen sesuai laporan warga kepadanya dan melakukan pengecekan. Dicontohkan ada warga yang semula membayar pajak Rp60 ribu kini pada tagihan pajak tahun 2011 harus membayar Rp600 ribu.

Kenaikan pajak setinggi itu benar-benar tidak realistis dan dikhawatirkan pemilik tanah akan melepaskan tanahnya karena tidak sesuai dengan kemampuan warga serta hasil yang didapat dari tanahnya tersebut.

Apa eksesnya?
Kalau memang begitu, ada misi terselubung dari pemerintah untuk sandera warga dalam kota agar berpindah ke pinggiran kota. Keadaan itu memang sangat disayangkan kenaikan pajak dengan berbagai dalih yang dinilainya menambah penderitaan warga yang selama ini memang sudah berat akibat tidak adanya keberpihakan yang nyata pemerintah terhadap warga.

Menurut Anda, apa yang harus dipedomani Pemko Medan dalam mengambil kebijakan, khususnya mengenai kenaikan PBB tersebut?
Mestinya, penetapan pajak tidak semata-mata melihat nilai jual objek pajak (NJOP) namun juga situasi dan kondisi riil di lapangan. Atas dasar itu diminta agar pimpinan daerah termasuk DPRD memperjuangkan aspirasi warga yang menginginkan kenaikan PBB di wilayah itu ditinjau ulang. Pada saat sulit seperti sekarang inilah kepekaan dan keseriusan wakil rakyat yang notabene dipilih langsung oleh rakyat harus dibuktikan.

Apalagi selain itu?
Perlu kajian filosofi, sosiologis dan hukum untuk mempermudah penamaan obyek pajak di daerah. Misalnya apakah kawasan tersebut termasuk jalur hijau atau bukan dan atau status khusus lainnya. Termasuk juga dalam hal pemeriksaan transaksi jual beli sebagai validasi untuk memperbaiki NJOP. Intinya, penetapan pajak bukan hanya atas dasar ‘selera’ pemerintah, tapi harus atas dasar pemahaman untuk memudahkan dalam pelayanan publik.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/