26 C
Medan
Saturday, December 6, 2025

Bos Iklan Ingin Cari ‘Perlindungan’

Ketidakpatuhan pengusaha iklan atas perda Kota Medan menurutnya perlu ditindak tegas. Sebab, kedepan tidak lagi diberikan izin berinvestasi di Kota Medan, jika terbukti banyak melanggar aturan.

“Bayangkan saja, berapa banyak PAD kita hilang dari sektor pajak reklame. Apa kita nggak malu dengan Surabaya yang tiap tahun capaiannya selalu meningkat? Di Medan, sudahlah estetika kota semrawut karena hutan reklame, pajak yang diperoleh juga minim. Masak Pemko nggak pernah mikir tentang itu,” pungkasnya.

Anggota Pansus Reklame lainnya, Salman Alfarisi menilai pengajuan revisi perda reklame sebagai bentuk ‘pengkaburan’ atas penataan reklame di Medan. Menurutnya, masalah di depan mata yang sudah terlihat jelas malah tidak mampu diatasi oleh Pemko.

“Logika sederhananya begini, kalaulah papan reklame yang banyak berdiri di ruas terlarang itu mampu ditarik pajaknya, kenapa PAD dari situ justru kecil sekali. Kan tentu ada bermain-main di situ,” katanya.

Salman menduga, jika tidak oknum pemungut pajak atau oknum di instansi perizinan ikut bermain, ada beking oknum tertentu yang memuluskan bisnis periklanan di Medan. “Dengan kata lain, Kota Medan ini sudah dikuasai oleh banyak arogansi. Kalau tidak ada kesadaran bersama saya pikir sulit mewujudkan penataan kota ini lebih baik. Dan revisi perda yang akan diajukan itu menurut saya adalah upaya merusak. Sebab, sudah jelas di 13 titik terlarang tidak boleh ada pendirian reklame namun tidak pernah ada konsekuensi hukum,” tegasnya.

Bahkan hemat Salman lagi, kondisi ini mencerminkan Pemko sudah didikte kalangan pengusaha. Sebab aturan yang ada tidak mampu dijalankan maksimal oleh Pemko sendiri.

“Masa’ untuk kepentingan bersama dan keindahan kota kita, Pemko seolah memikirkan kepentingan bisnis pengusaha. Kemudian bagaimana pajak mau ditarik sementara tidak ada izin, kan balik-balik ke situ saja penyebabnya,” pungkasnya. (prn/ala)

 

Ketidakpatuhan pengusaha iklan atas perda Kota Medan menurutnya perlu ditindak tegas. Sebab, kedepan tidak lagi diberikan izin berinvestasi di Kota Medan, jika terbukti banyak melanggar aturan.

“Bayangkan saja, berapa banyak PAD kita hilang dari sektor pajak reklame. Apa kita nggak malu dengan Surabaya yang tiap tahun capaiannya selalu meningkat? Di Medan, sudahlah estetika kota semrawut karena hutan reklame, pajak yang diperoleh juga minim. Masak Pemko nggak pernah mikir tentang itu,” pungkasnya.

Anggota Pansus Reklame lainnya, Salman Alfarisi menilai pengajuan revisi perda reklame sebagai bentuk ‘pengkaburan’ atas penataan reklame di Medan. Menurutnya, masalah di depan mata yang sudah terlihat jelas malah tidak mampu diatasi oleh Pemko.

“Logika sederhananya begini, kalaulah papan reklame yang banyak berdiri di ruas terlarang itu mampu ditarik pajaknya, kenapa PAD dari situ justru kecil sekali. Kan tentu ada bermain-main di situ,” katanya.

Salman menduga, jika tidak oknum pemungut pajak atau oknum di instansi perizinan ikut bermain, ada beking oknum tertentu yang memuluskan bisnis periklanan di Medan. “Dengan kata lain, Kota Medan ini sudah dikuasai oleh banyak arogansi. Kalau tidak ada kesadaran bersama saya pikir sulit mewujudkan penataan kota ini lebih baik. Dan revisi perda yang akan diajukan itu menurut saya adalah upaya merusak. Sebab, sudah jelas di 13 titik terlarang tidak boleh ada pendirian reklame namun tidak pernah ada konsekuensi hukum,” tegasnya.

Bahkan hemat Salman lagi, kondisi ini mencerminkan Pemko sudah didikte kalangan pengusaha. Sebab aturan yang ada tidak mampu dijalankan maksimal oleh Pemko sendiri.

“Masa’ untuk kepentingan bersama dan keindahan kota kita, Pemko seolah memikirkan kepentingan bisnis pengusaha. Kemudian bagaimana pajak mau ditarik sementara tidak ada izin, kan balik-balik ke situ saja penyebabnya,” pungkasnya. (prn/ala)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru