30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

GUBSU Bungkam

Gatot Pudjo Nugroho, Gubernur Sumut
Gatot Pudjo Nugroho, Gubernur Sumut

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho enggan berkomentar soal perjanjian kerja sama PDAM Tirtanadi dengan beberapa bank dan PT Pos Indonesia, dalam mengalihkan pembayaran rekening air dari manual ke online. Padahal, perjanjian kerja sama yang terjalin pada November 2014 lalu itu, tanpa sepengetahuannya sebagai pemilik saham (owner), dan kekosongan dewan pengawas sebagai badan pertimbangan.

Ditemui wartawan usai melantik Bupati Kabupaten Karo, Terkelin Brahmana di Aula Martabe Kantor Gubsu, Selasa (9/12), Gatot menolak pertanyaan yang diajukan wartawan. Raut wajahnya tampak berubah ketika disinggung soal kerja sama dalam konteks peralihan pembayaran rekening air tersebut. Gatot mengangkat kedua tangannya mengisyaratkan ia menolak menjawab hal dimaksud.

Gubsu juga membantah perihal kabar dirinya ada melakukan pemanggilan kepada direksi pada Kamis, pekan lalu, guna mempertanyakan perjanjian kerja sama tersebut. “Tidak ada,” ujarnya singkat seraya berlalu meniggalkan wartawan.

Sebelumnya Gatot pernah mengatakan, segala hal yang menyangkut perusahaan plat merah itu ditanyakan kepada dewan pengawas (Dewas). Sebab menurutnya, Dewas adalah perpanjangan tangan gubernur. Hal itu ia utarakan usai ditanyakan pertanyaan serupa mengenai ketidaktahuannya mengenai perjanjian kerja sama antara sejumlah bank dan kantor pos.

Padahal sebelumnya, kebenaran informasi pemanggilan ketiga direksi PDAM Tirtanadi itu, dibenarkan Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Provsu, Dr Sabrina. “Iya, ada. Cuma saya tidak tahu persis pembahasannya soal apa,” akunya melalui pesan singkat kepada Sumut Pos, Sabtu (6/12) lalu.

Kepala Biro Perekonomian Setdaprovsu, Bondaharo mengaku perjanjian yang dilakukan PDAM dengan bank dan kantor pos memang melanggar ketentuan. Menurutnya, berdasarkan Permendagri Nomor 50 tahun 1999 tentang Kepengurusan Badan Milik Daerah Pasal 8, direksi membutuhkan persetujuan Badan Pengawas. “Pun begitu, saya tak tahu persis apakah Gubsu mengetahui adanya perjanjian itu apa tidak,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (9/12).

Mengenai biaya hubungan langganan (BHL) yang notabene tidak termasuk lagi dalam sistem pembayaran online, dia mengatakan, melalui komunikasinya dengan salah satu direksi PDAM belum lama ini, direksi beralasan kalau anggaran itu diperuntukkan untuk honor petugas pencatat meteran dan administrasi.

Dari pembicaraannya itu pula, dia juga mengungkapkan, pada APBD 2015, mata anggaran untuk honor juru tagih tidak dimasukkan lagi. Sebaiknya anggaran itu jangan dipakai kalaupun sudah teranggarkan sebelumnya. Karena akan ada dobel cost di situ,” kata Bondaharo.

Sistem pembayaran rekening secara online yang diberlakukan PDAM Tirtanadi sejak November 2014, tidak melalui persetujuan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) selaku pemilik perusahaan.

Sementara itu, Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi mengatakan, honor pencatat meteran berbeda dengan BHL yang tergabung untuk honor juru tagih rekening air. “Itu namanya biaya perawatan meteran atau biaya administrasi. Jadi itu berbeda untuk honor juru tagih. Per meteran biayanya Rp3.500 per bulan,” katanya.

Menurut Farid, dari sisi perhitungan, hal ini sudah menyimpang. Di mana melihat kondisi seperti ini, seharusnya tarif harus diturunkan. Karena peralihan sistem pembayaran ini, setengah dari anggaran pasti akan berkurang.

“Jadi harus direvisi anggarannya. Karena dari 50 persen pekerjaan berkurang, masa pembayaran tak berkurang? Hal ini yang harus mereka revisi disesuaikan dengan beban kerja yang dilakukan. Karena dari awal yang masuk dalam HPL bukan hanya biaya pencatatan, tetapi termasuk biaya untuk menagih door to door,” jelasnya.

Terpisah, anggota Dewas PDAM Tirtanadi, Ahmad Taufan Damanik mengaku tidak perlu lagi dimasukkan nomenklatur di APBD 2015 bila sistem pembayaran online sudah berjalan. Disinggung apakah alokasi untuk itu memang ada dianggarkan pada APBD 2015, Taufan mengatakan pihaknya belum ada melihat rencana anggaran dimaksud.

“Insya Allah di rapat berikutnya bisa kami tanyakan soal ini. Sebab kami baru akan panggil direksi untuk cek lebih detil Minggu depan. Pertemuan yang lalu masih prinsip dan garis besar saja,” pungkasnya. (prn)

Gatot Pudjo Nugroho, Gubernur Sumut
Gatot Pudjo Nugroho, Gubernur Sumut

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho enggan berkomentar soal perjanjian kerja sama PDAM Tirtanadi dengan beberapa bank dan PT Pos Indonesia, dalam mengalihkan pembayaran rekening air dari manual ke online. Padahal, perjanjian kerja sama yang terjalin pada November 2014 lalu itu, tanpa sepengetahuannya sebagai pemilik saham (owner), dan kekosongan dewan pengawas sebagai badan pertimbangan.

Ditemui wartawan usai melantik Bupati Kabupaten Karo, Terkelin Brahmana di Aula Martabe Kantor Gubsu, Selasa (9/12), Gatot menolak pertanyaan yang diajukan wartawan. Raut wajahnya tampak berubah ketika disinggung soal kerja sama dalam konteks peralihan pembayaran rekening air tersebut. Gatot mengangkat kedua tangannya mengisyaratkan ia menolak menjawab hal dimaksud.

Gubsu juga membantah perihal kabar dirinya ada melakukan pemanggilan kepada direksi pada Kamis, pekan lalu, guna mempertanyakan perjanjian kerja sama tersebut. “Tidak ada,” ujarnya singkat seraya berlalu meniggalkan wartawan.

Sebelumnya Gatot pernah mengatakan, segala hal yang menyangkut perusahaan plat merah itu ditanyakan kepada dewan pengawas (Dewas). Sebab menurutnya, Dewas adalah perpanjangan tangan gubernur. Hal itu ia utarakan usai ditanyakan pertanyaan serupa mengenai ketidaktahuannya mengenai perjanjian kerja sama antara sejumlah bank dan kantor pos.

Padahal sebelumnya, kebenaran informasi pemanggilan ketiga direksi PDAM Tirtanadi itu, dibenarkan Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Provsu, Dr Sabrina. “Iya, ada. Cuma saya tidak tahu persis pembahasannya soal apa,” akunya melalui pesan singkat kepada Sumut Pos, Sabtu (6/12) lalu.

Kepala Biro Perekonomian Setdaprovsu, Bondaharo mengaku perjanjian yang dilakukan PDAM dengan bank dan kantor pos memang melanggar ketentuan. Menurutnya, berdasarkan Permendagri Nomor 50 tahun 1999 tentang Kepengurusan Badan Milik Daerah Pasal 8, direksi membutuhkan persetujuan Badan Pengawas. “Pun begitu, saya tak tahu persis apakah Gubsu mengetahui adanya perjanjian itu apa tidak,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (9/12).

Mengenai biaya hubungan langganan (BHL) yang notabene tidak termasuk lagi dalam sistem pembayaran online, dia mengatakan, melalui komunikasinya dengan salah satu direksi PDAM belum lama ini, direksi beralasan kalau anggaran itu diperuntukkan untuk honor petugas pencatat meteran dan administrasi.

Dari pembicaraannya itu pula, dia juga mengungkapkan, pada APBD 2015, mata anggaran untuk honor juru tagih tidak dimasukkan lagi. Sebaiknya anggaran itu jangan dipakai kalaupun sudah teranggarkan sebelumnya. Karena akan ada dobel cost di situ,” kata Bondaharo.

Sistem pembayaran rekening secara online yang diberlakukan PDAM Tirtanadi sejak November 2014, tidak melalui persetujuan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) selaku pemilik perusahaan.

Sementara itu, Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi mengatakan, honor pencatat meteran berbeda dengan BHL yang tergabung untuk honor juru tagih rekening air. “Itu namanya biaya perawatan meteran atau biaya administrasi. Jadi itu berbeda untuk honor juru tagih. Per meteran biayanya Rp3.500 per bulan,” katanya.

Menurut Farid, dari sisi perhitungan, hal ini sudah menyimpang. Di mana melihat kondisi seperti ini, seharusnya tarif harus diturunkan. Karena peralihan sistem pembayaran ini, setengah dari anggaran pasti akan berkurang.

“Jadi harus direvisi anggarannya. Karena dari 50 persen pekerjaan berkurang, masa pembayaran tak berkurang? Hal ini yang harus mereka revisi disesuaikan dengan beban kerja yang dilakukan. Karena dari awal yang masuk dalam HPL bukan hanya biaya pencatatan, tetapi termasuk biaya untuk menagih door to door,” jelasnya.

Terpisah, anggota Dewas PDAM Tirtanadi, Ahmad Taufan Damanik mengaku tidak perlu lagi dimasukkan nomenklatur di APBD 2015 bila sistem pembayaran online sudah berjalan. Disinggung apakah alokasi untuk itu memang ada dianggarkan pada APBD 2015, Taufan mengatakan pihaknya belum ada melihat rencana anggaran dimaksud.

“Insya Allah di rapat berikutnya bisa kami tanyakan soal ini. Sebab kami baru akan panggil direksi untuk cek lebih detil Minggu depan. Pertemuan yang lalu masih prinsip dan garis besar saja,” pungkasnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/