26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Susi Disayang…Susi Dikecam

Menteri Susi Pujiastuti berpose denga latar belakang kapal, beberapa waktu lalu.

SUMUTPOS.CO – SEPANJANG 2014-2017 berbagai peraturan menteri (permen) dikeluarkan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP). Sedikit nya sepuluh permen yang lahir mulai dari mengatur sampai melarang yang menjadi polemik di tengah masyarakat dan stakeholders KKP. Mulai dari nelayan kecil sampai pengusaha kelas kakap di sektor perikanan tangkap di negeri ini keblinger menghadapi peraturan. Sebut saja permen 56/2014 tentang penghentian sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap di wilayah pangelolaan perikanan Indonesia.

Permen tersebut menelan korban penghentian beroperasinya kapal tangkap ikan dan kapal angkut yang dikenal dengan kapal eks asing. Kapal  eks asing tersebut berbendera Indonesia yang diproduksi di luar negeri. Masuk dalam analisa dan evaluasi (anev) 1.132 kapal dengan 187 perusahaan, dan 870 kapal dinyatakan sebagai blacklist. Hasil yang menjengkelkan bagi pengusaha kapal adalah hasil anev kategori black list dan white list sama-sama tidak boleh beroperasi. “Kapal kami semua masuk dalam kategori whitelist. Tapi malah harus dipotong-potong. Semua itu murni milik dalam negeri kami pun menggunakan semua ABK (Anak Buah Kapal) dalam negeri,” ujar Komisaris PT Ocean Mitramas Esther Satyono, belum lama ini.

Ironisnya dampak dari satu permen saja, sudah ribuan kapal berhenti operasi, ratusan perusahaan, puluhan ribu ABK dirumahkan.  Akan tetapi, pencitraan yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Susi Pudjiastuti sejak awal kepemimpinannya menahkodai Kementerian Kelautan dan Perikanan memang cukup fantastik. Mampu menghipnotis masyarakat luas. Sehingga menjadi satu hal yang logis jika publik mendukung Susi dengan segala kebijakan meski menjadi konflik di lapangan. Bahkan, penenggelaman kapal yang belakangan mendapat sorotan dari Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan di mata masyarakat terlihat ganjil. Bagaimana tidak, kebijakan dan  tindakan Susi  diyakini sebagai bentuk keberpihakan pada rakyat.

“Penenggelaman adalah sebagai salah satu tindakan yang dinilai sungguh-sungguh, dan kebijakan yang berpihak pada negara dan rakyat (nelayan),” ujar Luky Ardianto, Dekan Fakultas Perikanan Institute Pertanian Bogor.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan (Center of Maritime Studies for Humanities) Abdul Halim mengatakan berbagai kebijakan MenKP tidak melulu negatif. Akan tetapi banyak diantaranya tidak melalui kajian yang mendalam di lapangan. Terkait penegakan hukum terhadap pelaku illegal, unreported and unregulated fishing (IUU Fishing) mengacu pada UU 45/2009. Ada sejumlah opsi yang bisa diambil oleh aparat penegak hukum. Pertama dibawa ke Pengadilan Perikanan hingga memperoleh keputusan berkekuatan hukum tetap barang bukti disita oleh negara, kemudian dilelang (bila sudah in kracht). Opsi lainnya ditenggelamkan jika tersedia 2 alat bukti yang cukup.

“Berkaca kepada fakta penegakan hukum yang telah berlangsung (setidaknya sejak KKP berdiri), 2 upaya di atas telah dilakukan,” terang Halim. Dia meragukan apakah sudah efektif keduanya. “Nyatanya praktek IUU Fishing masih terjadi,” singkatnya.

Menteri Susi Pujiastuti berpose denga latar belakang kapal, beberapa waktu lalu.

SUMUTPOS.CO – SEPANJANG 2014-2017 berbagai peraturan menteri (permen) dikeluarkan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP). Sedikit nya sepuluh permen yang lahir mulai dari mengatur sampai melarang yang menjadi polemik di tengah masyarakat dan stakeholders KKP. Mulai dari nelayan kecil sampai pengusaha kelas kakap di sektor perikanan tangkap di negeri ini keblinger menghadapi peraturan. Sebut saja permen 56/2014 tentang penghentian sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap di wilayah pangelolaan perikanan Indonesia.

Permen tersebut menelan korban penghentian beroperasinya kapal tangkap ikan dan kapal angkut yang dikenal dengan kapal eks asing. Kapal  eks asing tersebut berbendera Indonesia yang diproduksi di luar negeri. Masuk dalam analisa dan evaluasi (anev) 1.132 kapal dengan 187 perusahaan, dan 870 kapal dinyatakan sebagai blacklist. Hasil yang menjengkelkan bagi pengusaha kapal adalah hasil anev kategori black list dan white list sama-sama tidak boleh beroperasi. “Kapal kami semua masuk dalam kategori whitelist. Tapi malah harus dipotong-potong. Semua itu murni milik dalam negeri kami pun menggunakan semua ABK (Anak Buah Kapal) dalam negeri,” ujar Komisaris PT Ocean Mitramas Esther Satyono, belum lama ini.

Ironisnya dampak dari satu permen saja, sudah ribuan kapal berhenti operasi, ratusan perusahaan, puluhan ribu ABK dirumahkan.  Akan tetapi, pencitraan yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Susi Pudjiastuti sejak awal kepemimpinannya menahkodai Kementerian Kelautan dan Perikanan memang cukup fantastik. Mampu menghipnotis masyarakat luas. Sehingga menjadi satu hal yang logis jika publik mendukung Susi dengan segala kebijakan meski menjadi konflik di lapangan. Bahkan, penenggelaman kapal yang belakangan mendapat sorotan dari Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan di mata masyarakat terlihat ganjil. Bagaimana tidak, kebijakan dan  tindakan Susi  diyakini sebagai bentuk keberpihakan pada rakyat.

“Penenggelaman adalah sebagai salah satu tindakan yang dinilai sungguh-sungguh, dan kebijakan yang berpihak pada negara dan rakyat (nelayan),” ujar Luky Ardianto, Dekan Fakultas Perikanan Institute Pertanian Bogor.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan (Center of Maritime Studies for Humanities) Abdul Halim mengatakan berbagai kebijakan MenKP tidak melulu negatif. Akan tetapi banyak diantaranya tidak melalui kajian yang mendalam di lapangan. Terkait penegakan hukum terhadap pelaku illegal, unreported and unregulated fishing (IUU Fishing) mengacu pada UU 45/2009. Ada sejumlah opsi yang bisa diambil oleh aparat penegak hukum. Pertama dibawa ke Pengadilan Perikanan hingga memperoleh keputusan berkekuatan hukum tetap barang bukti disita oleh negara, kemudian dilelang (bila sudah in kracht). Opsi lainnya ditenggelamkan jika tersedia 2 alat bukti yang cukup.

“Berkaca kepada fakta penegakan hukum yang telah berlangsung (setidaknya sejak KKP berdiri), 2 upaya di atas telah dilakukan,” terang Halim. Dia meragukan apakah sudah efektif keduanya. “Nyatanya praktek IUU Fishing masih terjadi,” singkatnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/