MEDAN, SUMUTPOS.CO – Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) mengamankan 2 bayi orangutan dari salah satu rumah warga bernama Riswansyah alias Iwan Gondrong, di Dusun Kwala Nibung, Desa Pulau Rambung, Kecamatan Bahorok, Kamis (9/1) sore. Kedua bayi satwa yang dilindungi tersebut diduga kuat hendak diperdagangkan atau dijual.
Kepala BBTNGL Jefri Susiafrianto mengatakan, satu ekor bayi orangutan berusia kurang dari 1 tahun dengan jenis kelamin betina. Sedangkan seekor lagi berumur sekitar 2 tahun berjenis kelamin jantan. “Kondisinya cukup baik, saat ini kedua satwa tersebut dibawa ke Pusat Rehabilitasi dan Karantina Orangutan di Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit,” ujar Jefri saat memberikan keterangan pers di kantornya Jalan Selamat, Medan Denai, Jumat (10/1).
Dijelaskan Jefri, diamankannya dua bayi orangutan ini bermula dari informasi masyarakat di kawasan Bahorok. Kemudian ditindaklanjuti dan melakukan penelusuran ke media sosial, hingga akhirnya diketahui identitas yang bersangkutan lalu mendatangi rumahnya bersama aparat setempat dan instansi terkait.
“Saat didatangi rumahnya, ternyata petugas kita hanya menemukan anak dan istrinya. Selanjutnya, kita pun memeriksa isi rumah dan menemukan 2 ekor bayi orangutan tersebut,” katanya didampingi Kepala Seksi P3 Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), Amenson Girsang.
Jefri menyebutkan, selain mengamankan 2 bayi orangutan turut diamankan juga 4 unit keranjang yang dirakit menjadi 2 kandang. Karenanya, diduga kuat orangutan tersebut akan segera dipindahkan atau dijual. “Ada dugaan indikasi sindikat, karena ketika kita memeriksa lokasi ditemukan alat dan bahan untuk membuat kandang. Selain itu, kardus yang kami duga menjadi tempat penyimpanan dan untuk pengiriman. Makanya, terindikasi termasuk dalam jaringan perdagangan satwa liar dilindungi,” paparnya.
Ia menambahkan, pihaknya akan menyampaikan ke penyidik di Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Balai Gakkum LHK) Wilayah I Sumatera untuk proses lebih lanjut. “Kami yakin perkaranya bisa dinaikkan karena barang buktinya ditemukan di kediaman yang bersangkutan. Saat pengambilan barang bukti ada anak dan istri yang menyaksikan kegiatan dan juga kepala desa,” tandasnya.
Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V, Bahorok, Palber Turnip menyebutkan, Riswansyah memang sudah menjadi target operasi. Pasalnya, dari beberapa informasi yang bersangkutan sering mendekati dan masuk ke kawasan TNGL dengan alat berburu. “Diyakini pelaku sudah berulang melakukannya. Namun demikian, sejauh ini masih didalami lebih lanjut,” ujarnya.
Disinggung jika nantinya pelaku tak kunjung ditemukan akankah ada proses hukum tetap berjalan, menurut Palber di dalam Undang-undang No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya tidak mengenal peradilan in absentia. Ketika penyidik sudah memeriksa saksi, ahli, dan menyita barang bukti, maka penetapan tersangka bisa dilakukan tanpa yang bersangkutan hadir dulu diperiksa sebagai saksi.
“Bisa serta merta ditetapkan sebagai tesangka kemudian dipanggil sebagai tersangka 1 atau 2 kali tidak hadir, kita minta keterangan di kepala desa bahwa yang bersangkutan tidak ada lagi di tempat, lalu dimasukkan menjadi DPO. Setelah DPO, seluruh warga negara ini bisa menangkapnya untuk diserahkan kepada penyidik. Maka dari itu, melalui keterangan pers ini diharapkan mempersempit ruang gerak pelaku,” katanya.
Diutarakan Palber, orangutan adalah tipikal binatang yang akan mempertahankan anaknya dalam kondisi apapun. Dengan penemuan bayi orangutan itu, kemungkinan besar induknya dibunuh dulu baru anaknya diambil.
Sementara, Kepala Seksi Wilayah I Balai Gakkukm LHK Wilayyah I Sumut, Haluanto Ginting mengatakan, pihaknya baru menerima berkas dan bahan perkara tersebut. Selanjutnya, akan melanjutkan proses penyelidikan. “Apakah itu jaringan, akan kita selidiki. Tapi yang saya baca dari bahan yang diterima, pelaku menggunakan media sosial untuk memasarkan bayi orangutan tersebut. Makanya, kemungkinan besar ini memang jaringan,” imbuhnya.
Pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), Panut Hadisiswoyo mengatakan, dengan diamankan dua bayi orangutan tersebut maka dipastikan ada dua induk orangutan (betina) yang dibunuh. Pasalnya, orangutan tidak akan mau melepaskan anaknya dalam kondisi apapun. Kematian induk betina akan berpengaruh pada populasi orangutan secara keseluruhan.
Panut meyakini, pelaku yang belum tertangkap itu adalah bagian dari jaringan perdagangan satwa liar dilindungi. Selama ini sudah beberapa kali terjadi pengambilan dan penjualan orangutan di Sumut. Apalagi, Medan sudah menjadi ‘pusat’ penampungan beberapa satwa yang diambil dari habitat alaminya di Sumut dan Aceh.
“Faktanya ini bayi orangutan yang masih muda dan belum disapih, tentu menjadi perhatian kita dilakukan dengan membunuh induknya. Ini kerugian berganda, ketika dapatkan duya bayi, sebenarnya ada dua induk yang mati dibunuh,” ujarnya.
Kata Panut, yang paling penting adalah upaya pencegahan dengan menuntaskan kasus ini sehingga proses hukumnya menjadi preseden baik dan memberikan efek jera. “Setiap tahun ada 10 – 15 orangutan yang kita sita atau diserahkan ke kita. Artinya itu jumlah yang bisa diselamatkan saja. Angka lain kita kecolongan. Ada informasi seperti ini kita shock karena 1 persen saja dari perburuan, bisa berpengaruh tehadap populasi,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, orangutan adalah mamalia yang berkembang biak sangat lambat, 1 betina bisa menghasilkan 3 – 4 anak yang menambah populasinya. Induk betina juga harus melatih anaknya hingga umur 6 – 8 tahun. “Maka pengambilan individu betina yang terambil atau mati, 1 saja diambil itu akan berpengaruh terhadap populasi secara keseluruhan,” tuturnya.
Apalagi, ujar dia, induk orangutan tidak akan melepaskan anaknya dalam kondisi apapun kecuali ada pemaksaan, upaya melukai atau membunuh induknya. “Kami sangat yakin, dan bisa memastikan bahwa ketika mendapatkan 2 bayi orangutan, maka induknya pasti sudah dibunuh,” pungkasnya. (ris/azw)