26 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Ribuan Peternak Gelar Aksi Demo ‘Save Babi’ di Medan

UNJUK RASA Ribuan peternak babi dari sejumlah daerah di Sumut melakukan aksi unjuk rasa 'SAVE BABI' di depan gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (10/2). Dalam aksinya, peternak menolak pmusnahan dan restocking Area ternak babi di Sumut serta meminta pemerintah segera menuntaskan persoalan ini.
UNJUK RASA Ribuan peternak babi dari sejumlah daerah di Sumut melakukan aksi unjuk rasa ‘SAVE BABI’ di depan gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (10/2). Dalam aksinya, peternak menolak pmusnahan dan restocking Area ternak babi di Sumut serta meminta pemerintah segera menuntaskan persoalan ini.

Tak Ada Pemusnahan Ternak Babi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ribuan peternak, pengusaha kuliner, dan pendukung ternak babi dari berbagai daerah di Sumatera Utara, menggelar aksi demo menolak wacana pemusnahan seluruh ternak babi di Sumut, di depan Gedung DPRD Sumut, Senin (10/2). Aksi protes massa itu menolak wacana yang pernah dilontarkan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, beberapa waktu lalu, menyusul wabah African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika, akhir 2019 lalu.

Massa yang mengenakan atribut ulos dan membawa spanduk berisi tuntutan, bergerak dari Lapangan Merdeka menuju DPRD Sumut, dipandu truk bak terbuka dengtan pengeras suara. Selama iring-iringan massa, dari mobil bak terbuka lagu-lagu Batak berkumandang, salahsatunya lagu “O Tano Batak”. Setentak massa ikut bernyanyi sambil mengangkat spanduk berisi protes.

“Kami menolak keras pemusnahan babi. Babi punya kedaulatan sendiri di dalam adat Batak. Babi tidak boleh dimusnahkan,” ujar seorang orator perempuan dari atas mobil komando.

Massa terus meneriakkan yel-yel save babi. Spanduk-spanduk terus dibentangkan. Setiba di DPRD, massa meminta wakil rakyat angkat bicara tentang kejelasan nasib ternak babi di Sumut, menyusul wacana pemusnahan babi yang berklai-kali dilontarkan Gubsu terkait wabah African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika.

“Save babi, save babi, save babi,” teriak ribuan massa sambil mengangkat kain ulos yang mereka bawa.

Ketua ‘Gerakan Save Babi Sumut’, Boasa Simanjuntak dalam orasinya mengatakan, aksi hari itu sekaligus mendeklarasikan Hari Kedaulatan Babi. “Ini adalah gerakan spontanitas ‘save babi’. Saya kasih nama Gerakan 102. Ini sebagai hari kedaulatan Babi. Gerakan 102 tidak pernah membuat acara reuni. Tapi akan kita peringati setiap tahunnya,” katanya.

Massa juga menuntut Presiden Joko Widodo ikut menyelesaikan masalah virus ASF yang menyerang ternak babi di Sumut. Menurut massa, wacana pemusnahan itu adalah bentuk intimidasi. Karena tidak ada langkah pemerintah menanggulangi virus yang nyata, selain ancaman pemusnahan.

Menurut peserta aksi, seharusnya pemerintah memikirkan dampak kerugian jika pemusnahan ternak dilakukan. Misalnya memberi ganti rugi yang sesuai.

Selain itu, pemerintah juga harus menyiapkan vaksin virus demam babi tersebut tanpa harus membebankan peternak hewan babi. Menurut massa, dalam lima bulan terakhir, peternak terus merugi. Ternak babi tidak laku.

“Jika babi dimusnahka, akan mengganggu acara adat di kalangan suku Batak. Karena babi sudah menjadi bagian kebudayaan Batak, khususnya yang bukan muslim,” teriak massa.

Massa mendesak pemerintah pusat dan provinsi untuk mencari solusi terbaik dalam mengatasi virus ASF, tanpa harus mengorbankan peternak hewan babi yang ada di provinsi Sumatera Utara.

“Dalam acara adat suku Batak yang bukan muslim, daging babi tidak bisa digantikan. Babi itu binatang paling bersih. Babi mandi tiga kali sehari. Kalau tidak mandi, babi akan menangis,” kata Boasa.

Massa juga menduga ada konspirasi di balik wabah ASF. Karena itu, pihaknya mendesak agar kepolisian melakukan penyelidikan masuknya virus yang menyerang babi di Sumut. Babi, kata Boasa, menjadi salah satu mata pencaharian warga. Jika itu dimusnahkan, maka akan mengancam kesejahteraan warga.

Takkan Ada Pemusnahan

Setelah lama berorasi, sejumlah anggota DPRD Sumut menemui massa. Mereka naik ke mobil komando, mendengarkan satu per satu tuntutan.

“Terkait tuntutan, saya jamin tidak ada pemusnahan. Dan itu tidak bisa dimusnahkan. Di samping itu, babi juga memberikan PAD ke Sumut. Jadi didak ada pemusnahan babi di Sumut,” kata Viktor Silaen, anggota DPRD Sumut dari Fraksi Golkar.

Dia mengimbau masyarakat tidak takut untuk memakan babi. Karena wabah ASF yang terjadi tidak menular ke manusia. Pihaknya juga sudah memanggil dinas terkait dan para kepala daerah yang terkena wabah. “Dalam penanggulangannya, pemprov akan bekerjasama dengan kementerian, untuk segera mendata ternak babi yang mati. Dinas sudah mengajukan dana ke pusat untuk penanggulangannya,” ungkapnya.

Mengenai pertanyaan soal wacana surat kesehatan babi yang dikhawatirkan akan dikenakan biaya, Viktor membantah. “Kami sudah meminta dinas terkait supaya tidak dipungut biaya,” pungkasnya.

Pertemuan dilanjutkan melalui RDP lintas komisi di DPRD Sumut. Dalam RDP, Pemprovsu mengaku tidak punya dana yang cukup untuk mengatasi wabah ASF yang telah membunuh lebih 40 ribuan ternak babi di puluhan kabupaten dan kota di Sumut.

“Saat wabah demam babi ini terjadi, APBD di kabupaten dan kota serta provinsi sudah diketok (disahkan, Red). Akibatnya, tidak ada anggaran yang spesifik bisa diarahkan untuk mengatasi wabah ini,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, M Azhar Harahap.

RDP turut diikuti Dinas Kesehatan Sumut, BPBD Sumut, DLH Sumut, Satpol PP, pemda dan DPRD pada 18 kabupaten/kota di Sumut yang terkena wabah ASF.

Azhar mengaku pihaknya meminta dana APBN ke pusat guna penanggulangan wabah ini. “Kami minta Rp46 miliar ke pemerintah pusat untuk menangani wabah demam babi di 21 kabupaten dan kota di Sumut. Bahkan kami juga sudah sampaikan hal ini ke DPR RI agar dapat dukungan,” ungkapnya.

Menurutnya, Pemprovsu juga sedang mengajukan permintaan dana ke pusat untuk memberikan bantuan dana bagi peternak babi yang yang ternaknya mati. Kata dia, bantuan dana itu bisa dijadikan dana pembangunan peternakan kambing, ayam, sapi, dan lainnya di luar ternak babi. “Peternakan nonbabi ini hanya sementara sampai wabah demam babi ini bisa diatasi,” katanya.

Pihaknya juga mengaku kesulitan mengatasi wabah ASF karena sejumlah faktor seperti lokasi penguburan babi yang tidak tersedia. “Syukurlah kemarin, Pemkab Karo menyediakan lahan untuk menguburkan babi-babi yang mati,” katanya. Ia menambahkan masih banyak peternak membuang sembarangan ternak babi mereka yang mati, baik di pinggir jalan, sungai, dan lokasi lain.

Namun usulan Azhar soal pergantian ternak walau untuk sementara, ditolak sejumlah peserta, terutama dari DPRD Tapanuli Utara, Humbahas, Tobasa, dan Samosir. Mereka menyebutkan bahwa peternakan babi bukan sekadar peternakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Daging babi merupakan bagian dari kehidupan warga Sumut di Tapanuli Utara Raya yang mayoritas beragama Kristen. Daging babi adalah bagian dari adat orang Batak,” ujar salah satu anggota DPRD Humbahas.

Pantauan Sumut Pos, massa aksi tidak jadi datang berunjukrasa ke Kantor Gubsu di Jl. P Diponegoro Medan. Padahal aparat kepolisian sedari pagi sudah berjaga-jaga guna mengamankan aksi tersebut. Turut pula terlihat kendaraan Dalmas dan Sabhara sebagai pendukung keamanan massa aksi. Tak hanya itu, ruang wartawan di lantai dasar kantor Gubsu juga sudah disterilkan untuk wadah pertemuan antara pendemo dengan gubernur.

Gubsu: Siapa yang Mau Memusnahkan?

Terpisah, Gubsu Edy Rahmayadi menegaskan kembali bahwa dirinya tidak pernah membuat pernyataan maupun rencana agar Pemprovsu memusnahkan massal babi di Sumut. “Yang mau memusnahkan siapa? Kalau kalian tanya begitu terus, tanya begitu… tanya sama yang tanya, yang mau musnahkan siapa,” katanya usai salat ashar di Masjid Agung Medan.

Ditanya apakah ada nuansa politis di balik aksi #savebabi itu, Edy menjawab pendek: “Suka hati dialah itu.”

Gubsu hanya mengimbau agar bencana ini dihadapi secara bersama-sama. “Persoalan ini harus kita hadapi bersama. Ini bencana ini. Semua orang ‘kan gak mau itu. Jadi kita harus bersama-sama mengatasi itu. Gak bisa dengan ribut sana, ribut sini,” katanya.

Ia mengaku sudah memerintahkan jajaran terkait guna menangani dan mengatasi bencana ASF ini, supaya masyarakat tidak semakin merana akibat kerugian dari babi yang mati. “Jadi sama-sama kita cari solusi terbaik. Karena wabah ini sampai sekarang belum ada obatnya. Satu-satunya jalan (pencegahan) kita hanya bisa membersihkan tempat-tempat itu,” katanya.

Upaya lain, sambung Gubsu, melarang masyarakat membuang bangkai babi sembarangan. Untuk ini, pemprov sudah membentuk tim membantu penguburan babi masyarakat yang mati tersebut.

“Dan itu perlu biaya. Hal ketiga, agar daerah lain tidak tercemar (terutama luar Sumut), tidak kita izinkan dibawa keluar. Supaya tidak kena babi yang di luar Sumut. Langkah ini sudah kita buat tertulis dan dilaksanakan sampai sekarang,” katanya.

Mengenai tuntutan masyarakat yang minta ganti rugi, Gubsu menyebut persoalannya bukan ganti rugi. Melainkan ada solusi alternatif yang pemerintah tawarkan sebagai program pemulihan ekonomi masyarakat, sebagai kompensasi atas kerugian materil peternak yang babinya mati akibat wabah ASF.

“Nah, kalau itu yang dia minta (bantuan pemerintah) tak usah pakai demo. Mari kita bicarakan, kita bahas,” katanya.

Sebelumnya, Gubsu pernah melontarkan wacana pemusnahan ternak babi di Sumut, menyusul wabah ASF. Selaian pemusnahan, juga dilontarkan wancana melarang peternakan babi selama 20 tahun di Sumut, agar virus benar-benar bersih. Tetapi menurut Gubsu, wacana itu masih dalam pertimbangan, karena pemusnahan butuh status kejadian luar biasa (KLB) berikut izin dari pemerintah pusat. (prn)

UNJUK RASA Ribuan peternak babi dari sejumlah daerah di Sumut melakukan aksi unjuk rasa 'SAVE BABI' di depan gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (10/2). Dalam aksinya, peternak menolak pmusnahan dan restocking Area ternak babi di Sumut serta meminta pemerintah segera menuntaskan persoalan ini.
UNJUK RASA Ribuan peternak babi dari sejumlah daerah di Sumut melakukan aksi unjuk rasa ‘SAVE BABI’ di depan gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (10/2). Dalam aksinya, peternak menolak pmusnahan dan restocking Area ternak babi di Sumut serta meminta pemerintah segera menuntaskan persoalan ini.

Tak Ada Pemusnahan Ternak Babi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ribuan peternak, pengusaha kuliner, dan pendukung ternak babi dari berbagai daerah di Sumatera Utara, menggelar aksi demo menolak wacana pemusnahan seluruh ternak babi di Sumut, di depan Gedung DPRD Sumut, Senin (10/2). Aksi protes massa itu menolak wacana yang pernah dilontarkan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, beberapa waktu lalu, menyusul wabah African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika, akhir 2019 lalu.

Massa yang mengenakan atribut ulos dan membawa spanduk berisi tuntutan, bergerak dari Lapangan Merdeka menuju DPRD Sumut, dipandu truk bak terbuka dengtan pengeras suara. Selama iring-iringan massa, dari mobil bak terbuka lagu-lagu Batak berkumandang, salahsatunya lagu “O Tano Batak”. Setentak massa ikut bernyanyi sambil mengangkat spanduk berisi protes.

“Kami menolak keras pemusnahan babi. Babi punya kedaulatan sendiri di dalam adat Batak. Babi tidak boleh dimusnahkan,” ujar seorang orator perempuan dari atas mobil komando.

Massa terus meneriakkan yel-yel save babi. Spanduk-spanduk terus dibentangkan. Setiba di DPRD, massa meminta wakil rakyat angkat bicara tentang kejelasan nasib ternak babi di Sumut, menyusul wacana pemusnahan babi yang berklai-kali dilontarkan Gubsu terkait wabah African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika.

“Save babi, save babi, save babi,” teriak ribuan massa sambil mengangkat kain ulos yang mereka bawa.

Ketua ‘Gerakan Save Babi Sumut’, Boasa Simanjuntak dalam orasinya mengatakan, aksi hari itu sekaligus mendeklarasikan Hari Kedaulatan Babi. “Ini adalah gerakan spontanitas ‘save babi’. Saya kasih nama Gerakan 102. Ini sebagai hari kedaulatan Babi. Gerakan 102 tidak pernah membuat acara reuni. Tapi akan kita peringati setiap tahunnya,” katanya.

Massa juga menuntut Presiden Joko Widodo ikut menyelesaikan masalah virus ASF yang menyerang ternak babi di Sumut. Menurut massa, wacana pemusnahan itu adalah bentuk intimidasi. Karena tidak ada langkah pemerintah menanggulangi virus yang nyata, selain ancaman pemusnahan.

Menurut peserta aksi, seharusnya pemerintah memikirkan dampak kerugian jika pemusnahan ternak dilakukan. Misalnya memberi ganti rugi yang sesuai.

Selain itu, pemerintah juga harus menyiapkan vaksin virus demam babi tersebut tanpa harus membebankan peternak hewan babi. Menurut massa, dalam lima bulan terakhir, peternak terus merugi. Ternak babi tidak laku.

“Jika babi dimusnahka, akan mengganggu acara adat di kalangan suku Batak. Karena babi sudah menjadi bagian kebudayaan Batak, khususnya yang bukan muslim,” teriak massa.

Massa mendesak pemerintah pusat dan provinsi untuk mencari solusi terbaik dalam mengatasi virus ASF, tanpa harus mengorbankan peternak hewan babi yang ada di provinsi Sumatera Utara.

“Dalam acara adat suku Batak yang bukan muslim, daging babi tidak bisa digantikan. Babi itu binatang paling bersih. Babi mandi tiga kali sehari. Kalau tidak mandi, babi akan menangis,” kata Boasa.

Massa juga menduga ada konspirasi di balik wabah ASF. Karena itu, pihaknya mendesak agar kepolisian melakukan penyelidikan masuknya virus yang menyerang babi di Sumut. Babi, kata Boasa, menjadi salah satu mata pencaharian warga. Jika itu dimusnahkan, maka akan mengancam kesejahteraan warga.

Takkan Ada Pemusnahan

Setelah lama berorasi, sejumlah anggota DPRD Sumut menemui massa. Mereka naik ke mobil komando, mendengarkan satu per satu tuntutan.

“Terkait tuntutan, saya jamin tidak ada pemusnahan. Dan itu tidak bisa dimusnahkan. Di samping itu, babi juga memberikan PAD ke Sumut. Jadi didak ada pemusnahan babi di Sumut,” kata Viktor Silaen, anggota DPRD Sumut dari Fraksi Golkar.

Dia mengimbau masyarakat tidak takut untuk memakan babi. Karena wabah ASF yang terjadi tidak menular ke manusia. Pihaknya juga sudah memanggil dinas terkait dan para kepala daerah yang terkena wabah. “Dalam penanggulangannya, pemprov akan bekerjasama dengan kementerian, untuk segera mendata ternak babi yang mati. Dinas sudah mengajukan dana ke pusat untuk penanggulangannya,” ungkapnya.

Mengenai pertanyaan soal wacana surat kesehatan babi yang dikhawatirkan akan dikenakan biaya, Viktor membantah. “Kami sudah meminta dinas terkait supaya tidak dipungut biaya,” pungkasnya.

Pertemuan dilanjutkan melalui RDP lintas komisi di DPRD Sumut. Dalam RDP, Pemprovsu mengaku tidak punya dana yang cukup untuk mengatasi wabah ASF yang telah membunuh lebih 40 ribuan ternak babi di puluhan kabupaten dan kota di Sumut.

“Saat wabah demam babi ini terjadi, APBD di kabupaten dan kota serta provinsi sudah diketok (disahkan, Red). Akibatnya, tidak ada anggaran yang spesifik bisa diarahkan untuk mengatasi wabah ini,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, M Azhar Harahap.

RDP turut diikuti Dinas Kesehatan Sumut, BPBD Sumut, DLH Sumut, Satpol PP, pemda dan DPRD pada 18 kabupaten/kota di Sumut yang terkena wabah ASF.

Azhar mengaku pihaknya meminta dana APBN ke pusat guna penanggulangan wabah ini. “Kami minta Rp46 miliar ke pemerintah pusat untuk menangani wabah demam babi di 21 kabupaten dan kota di Sumut. Bahkan kami juga sudah sampaikan hal ini ke DPR RI agar dapat dukungan,” ungkapnya.

Menurutnya, Pemprovsu juga sedang mengajukan permintaan dana ke pusat untuk memberikan bantuan dana bagi peternak babi yang yang ternaknya mati. Kata dia, bantuan dana itu bisa dijadikan dana pembangunan peternakan kambing, ayam, sapi, dan lainnya di luar ternak babi. “Peternakan nonbabi ini hanya sementara sampai wabah demam babi ini bisa diatasi,” katanya.

Pihaknya juga mengaku kesulitan mengatasi wabah ASF karena sejumlah faktor seperti lokasi penguburan babi yang tidak tersedia. “Syukurlah kemarin, Pemkab Karo menyediakan lahan untuk menguburkan babi-babi yang mati,” katanya. Ia menambahkan masih banyak peternak membuang sembarangan ternak babi mereka yang mati, baik di pinggir jalan, sungai, dan lokasi lain.

Namun usulan Azhar soal pergantian ternak walau untuk sementara, ditolak sejumlah peserta, terutama dari DPRD Tapanuli Utara, Humbahas, Tobasa, dan Samosir. Mereka menyebutkan bahwa peternakan babi bukan sekadar peternakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Daging babi merupakan bagian dari kehidupan warga Sumut di Tapanuli Utara Raya yang mayoritas beragama Kristen. Daging babi adalah bagian dari adat orang Batak,” ujar salah satu anggota DPRD Humbahas.

Pantauan Sumut Pos, massa aksi tidak jadi datang berunjukrasa ke Kantor Gubsu di Jl. P Diponegoro Medan. Padahal aparat kepolisian sedari pagi sudah berjaga-jaga guna mengamankan aksi tersebut. Turut pula terlihat kendaraan Dalmas dan Sabhara sebagai pendukung keamanan massa aksi. Tak hanya itu, ruang wartawan di lantai dasar kantor Gubsu juga sudah disterilkan untuk wadah pertemuan antara pendemo dengan gubernur.

Gubsu: Siapa yang Mau Memusnahkan?

Terpisah, Gubsu Edy Rahmayadi menegaskan kembali bahwa dirinya tidak pernah membuat pernyataan maupun rencana agar Pemprovsu memusnahkan massal babi di Sumut. “Yang mau memusnahkan siapa? Kalau kalian tanya begitu terus, tanya begitu… tanya sama yang tanya, yang mau musnahkan siapa,” katanya usai salat ashar di Masjid Agung Medan.

Ditanya apakah ada nuansa politis di balik aksi #savebabi itu, Edy menjawab pendek: “Suka hati dialah itu.”

Gubsu hanya mengimbau agar bencana ini dihadapi secara bersama-sama. “Persoalan ini harus kita hadapi bersama. Ini bencana ini. Semua orang ‘kan gak mau itu. Jadi kita harus bersama-sama mengatasi itu. Gak bisa dengan ribut sana, ribut sini,” katanya.

Ia mengaku sudah memerintahkan jajaran terkait guna menangani dan mengatasi bencana ASF ini, supaya masyarakat tidak semakin merana akibat kerugian dari babi yang mati. “Jadi sama-sama kita cari solusi terbaik. Karena wabah ini sampai sekarang belum ada obatnya. Satu-satunya jalan (pencegahan) kita hanya bisa membersihkan tempat-tempat itu,” katanya.

Upaya lain, sambung Gubsu, melarang masyarakat membuang bangkai babi sembarangan. Untuk ini, pemprov sudah membentuk tim membantu penguburan babi masyarakat yang mati tersebut.

“Dan itu perlu biaya. Hal ketiga, agar daerah lain tidak tercemar (terutama luar Sumut), tidak kita izinkan dibawa keluar. Supaya tidak kena babi yang di luar Sumut. Langkah ini sudah kita buat tertulis dan dilaksanakan sampai sekarang,” katanya.

Mengenai tuntutan masyarakat yang minta ganti rugi, Gubsu menyebut persoalannya bukan ganti rugi. Melainkan ada solusi alternatif yang pemerintah tawarkan sebagai program pemulihan ekonomi masyarakat, sebagai kompensasi atas kerugian materil peternak yang babinya mati akibat wabah ASF.

“Nah, kalau itu yang dia minta (bantuan pemerintah) tak usah pakai demo. Mari kita bicarakan, kita bahas,” katanya.

Sebelumnya, Gubsu pernah melontarkan wacana pemusnahan ternak babi di Sumut, menyusul wabah ASF. Selaian pemusnahan, juga dilontarkan wancana melarang peternakan babi selama 20 tahun di Sumut, agar virus benar-benar bersih. Tetapi menurut Gubsu, wacana itu masih dalam pertimbangan, karena pemusnahan butuh status kejadian luar biasa (KLB) berikut izin dari pemerintah pusat. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/