26.7 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Elit Parpol Menyerang

Foto: ANDRI GINTING/SUMUT POS
Warga mengurus pembuatan e-KTP di Kator Camat Medan Kota.

SUMUTPOS.CO  – Di tengah kekosongan blanko KTP di seluruh Indonesia, ada mega korupsi yang kini malah membuat kegaduhan. Sejak dibukanya sejumlah nama yang menerima suap aliran dana proyek e-KTP, yang melibatkan sejumlah tokoh politik nasional. Saat itu pula serangan balik dari elit partai politik (parpol) mulai muncul. Salah satunya datang dari mantan Ketua DPR Marzuki Alie. Dia melaporkan Andi Agustinus alias Andi Narogong ke Bareskrim Polri atas penyebutan nama dirinya di dakwaan e-KTP.

Surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam agenda sidang dugaan penyuapan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Di dalam dakwaan KPK itu,

Marzuki disebut mendapat keuntungan sebesar Rp 20 miliar dari e-KTP. Uang itu disinyalir untuk memuluskan pembahasan anggaran proyek itu di DPR 2010 lalu.

”Saya melaporkannya atas dugaan fitnah dan pelanggaran undang-undang ITE, sebab ini muncul di dunia maya,” jelasnya ditemui di depan gedung Bareskrim, Jumat (10/3).

Marzuki mengatakan, dalam dakwaan tersebut Andi Narogong akan membagikan uang Rp 520 miliar ke sejumlah pihak, salah satunya adalah dirinya. Masalahnya, itu pada kata ”akan” yang menunjukkan kejadian belum terjadi. ”Yang akan dibagikan, yang akan, jadi belum dibagikan,” paparnya.

Dia mengaku sama sekali tidak mengenal Andi Narogong. Bahkan, tidak pernah bertemu dengannya. ”Saya tidak pernah bicara apapun soal e-KTP, saya tidak pernah main proyek-proyek dengan siapapun. Silahkan kroscek ke semua pejabat, pernahkan saya saat menjadi ketua DPR meminta alokasi anggaran, mengawal proyek dan sebagainya?,” tegasnya.

Walau begitu, Marzuki mengaku siap bila akan dipanggil sebagai saksi. Kendati dia memahami penyebutan dirinya dalam dakwaan itu hanya keterangan kosong. ”Tidak ada peristiwa apapun. Kalau ada peristiwa itu, ya seperti pertemuan, telepon dan sebagainya,” ujarnya.

Dia menegaskan, untuk KPK dan Andi agar bisa membuktikan semua tuduhan yang tertuang dalam dakwaan tersebut. ”Kita minta KPK untuk buktikan, Andi juga buktikan. Ini tantangan untuk Andi,” ujarnya.

Dengan penyebutan dalam dakwaan itu, dia mengaku bahwa seharusnya KPK bekerja secara professional. Sesuatu yang belum dikonfirmasi, belum dilihat aliran uangnya tentu seharusnya jangan dulu menyebut nama seseorang. ”Kalau tidak terklarifikasi benar, jangan sebut. Saya ini punya keluarga, punya sahabat, punya anak-anak didik. Ini menghina saya secara pribadi,” tegasnya.

Mantan anggota Komisi II DPR Khatibul Umam Wiranu juga membantah bahwa dia disebut menerima USD 400 ribu di proyek pengadaan E-KTP. Umam menyatakan, justru dirinya adalah salah satu anggota Komisi II yang menolak besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.“Saya setuju dengan pentingnya Single Identity Number (NIK tunggal), namun saya tidak mau menandatangani persetujuan Komisi II,” kata Khatibul.

Foto: ANDRI GINTING/SUMUT POS
Warga mengurus pembuatan e-KTP di Kator Camat Medan Kota.

SUMUTPOS.CO  – Di tengah kekosongan blanko KTP di seluruh Indonesia, ada mega korupsi yang kini malah membuat kegaduhan. Sejak dibukanya sejumlah nama yang menerima suap aliran dana proyek e-KTP, yang melibatkan sejumlah tokoh politik nasional. Saat itu pula serangan balik dari elit partai politik (parpol) mulai muncul. Salah satunya datang dari mantan Ketua DPR Marzuki Alie. Dia melaporkan Andi Agustinus alias Andi Narogong ke Bareskrim Polri atas penyebutan nama dirinya di dakwaan e-KTP.

Surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam agenda sidang dugaan penyuapan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Di dalam dakwaan KPK itu,

Marzuki disebut mendapat keuntungan sebesar Rp 20 miliar dari e-KTP. Uang itu disinyalir untuk memuluskan pembahasan anggaran proyek itu di DPR 2010 lalu.

”Saya melaporkannya atas dugaan fitnah dan pelanggaran undang-undang ITE, sebab ini muncul di dunia maya,” jelasnya ditemui di depan gedung Bareskrim, Jumat (10/3).

Marzuki mengatakan, dalam dakwaan tersebut Andi Narogong akan membagikan uang Rp 520 miliar ke sejumlah pihak, salah satunya adalah dirinya. Masalahnya, itu pada kata ”akan” yang menunjukkan kejadian belum terjadi. ”Yang akan dibagikan, yang akan, jadi belum dibagikan,” paparnya.

Dia mengaku sama sekali tidak mengenal Andi Narogong. Bahkan, tidak pernah bertemu dengannya. ”Saya tidak pernah bicara apapun soal e-KTP, saya tidak pernah main proyek-proyek dengan siapapun. Silahkan kroscek ke semua pejabat, pernahkan saya saat menjadi ketua DPR meminta alokasi anggaran, mengawal proyek dan sebagainya?,” tegasnya.

Walau begitu, Marzuki mengaku siap bila akan dipanggil sebagai saksi. Kendati dia memahami penyebutan dirinya dalam dakwaan itu hanya keterangan kosong. ”Tidak ada peristiwa apapun. Kalau ada peristiwa itu, ya seperti pertemuan, telepon dan sebagainya,” ujarnya.

Dia menegaskan, untuk KPK dan Andi agar bisa membuktikan semua tuduhan yang tertuang dalam dakwaan tersebut. ”Kita minta KPK untuk buktikan, Andi juga buktikan. Ini tantangan untuk Andi,” ujarnya.

Dengan penyebutan dalam dakwaan itu, dia mengaku bahwa seharusnya KPK bekerja secara professional. Sesuatu yang belum dikonfirmasi, belum dilihat aliran uangnya tentu seharusnya jangan dulu menyebut nama seseorang. ”Kalau tidak terklarifikasi benar, jangan sebut. Saya ini punya keluarga, punya sahabat, punya anak-anak didik. Ini menghina saya secara pribadi,” tegasnya.

Mantan anggota Komisi II DPR Khatibul Umam Wiranu juga membantah bahwa dia disebut menerima USD 400 ribu di proyek pengadaan E-KTP. Umam menyatakan, justru dirinya adalah salah satu anggota Komisi II yang menolak besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.“Saya setuju dengan pentingnya Single Identity Number (NIK tunggal), namun saya tidak mau menandatangani persetujuan Komisi II,” kata Khatibul.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/