Menurut Khatibul, dirinya pada tahun 2012 dipindah dari Komisi II ke Komisi III. Lalu, pada akhir tahun 2013 kembali di Komisi II sebagai Wakil Ketua. Saat kembali, proyek e KTP sudah selesai.
“Saya sungguh kaget dengan munculnya nama saya dalam dakwaan kasus E KTP. Marwah martabat saya, keluarga, teman dirusak. Jahat banget yang membuat skenario dan cerita dana 400 ribu dollar itu,” kata politikus Partai Demokrat itu.
Menurut Khatibul, dirinya sedang mencari tahu siapa yang mencatut namanya untuk disangkut pautkan dengan suap e-KTP. Dia meyakini ada pihak tertentu yang menggunakan namanya untuk kepentingannya.“Saya sudah jelaskan kepada penyidik kenapa menolak tanda tangan, sebab ada yang janggal pada harga-harga di beberapa titik,” kata Khafidul.
Sedangkan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto telah memberikan bantahan tidak menerima sejumlah uang dalam pengadaan e-KTP. Namun, tak seperti Marzuki Alie yang lapor ke Bareskrim, Novanto belum mengambil keputusan apakah akan mengajukan gugatan balik melalui kepolisian. “Ya, saya serahkan semua ke proses hukum. Kita lihat saja nanti,” kata Novanto di kantor DPP Partai Golkar.
Novanto menyatakan, dirinya ingin mengikuti proses persidangan E-KTP. Jika pada saatnya nanti, pengadilan ingin meminta keterangan dirinya, Novanto mengaku siap untuk menjelaskan. “Pada saatnya nanti, apabila diminta saya siap hadir,” ujarnya.
Serangan balik elit parpol itu membuat para saksi mega korupsi e-KTP mencari perlindungan. Para saksi yang bekerja di salah satu perusahaan penyedia barang/jasa (rekanan) e-KTP, misalnya. Mereka khawatir bila kesaksian yang akan diungkapkan dalam persidangan berdampak pada karir pekerjaan dan keselamatan pribadi serta keluarga.
”Takut kalau di mutasi atau di pecat,” kata Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lili Pintauli Siregar kepada Jawa Pos, kemarin. Sebagai catatan, di surat dakwaan korupsi e-KTP juga menyeret sejumlah korporasi. Uang haram miliaran rupiah disebut-sebut mengalir ke perusahaan-perusahaan rekanan itu.
Lili mengatakan, pada 2013 lalu pihaknya juga mendampingi seorang pimpinan perusahaan rekanan e-KTP yang berniat mengungkap korupsi berjamaah dalam proyek pengadaan tahun anggaran (TA) 2011-2013 tersebut. Pihaknya pun memberikan perlindungan kepada pihak perusahaan meski tidak secara resmi. ”Dulu perusahaan itu sangat tahu persis (korupsi e-KTP),” jelasnya.