30.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Selama Siswa Belajar di Rumah, DPRD: SPP Sekolah Harus Diringankan

MEREKAM TUGAS: Orangtua merekam anak-anaknya mengisi tugas-tugas sekolahnya melalui ponsel atau belajar secara online.
MEREKAM TUGAS: Orangtua merekam anak-anaknya mengisi tugas-tugas sekolahnya melalui ponsel atau belajar secara online.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) masih terus berkembang di tanah air, termasuk di Kota Medan. Hal ini membuat Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi belum mengizinkan kembalinya proses belajar mengajar di sekolah. Khususnya di Kota Medan sebagai kabupaten/kota dengan tingkat penularan tertinggi di Sumut.

Pimpinan DPRD Medan, H Rajuddin Sagala menyatakan sikapnya yang sangat setuju dengan pernyataan Gubsu tersebut. Menurutnya, situasi saat ini sangat tidak memungkinkan untuk siswa kembali melakukan proses belajar di lingkungan sekolah.

“Sangat tidak memungkinkan untuk siswa kembali ke sekolah saat ini, dimana justru peningkatan pasien positif Covid-19 di Kota Medan sedang naik-naiknya. Itu terbukti juga dari data yang kita peroleh dari gugus tugas, jumlah pasien positif sudah di atas 400 pasien. Tak hanya itu, sekarang semua kecamatan juga sudah zona merah,” ucap Rajuddin kepada Sumut Pos, Rabu (10/6).

Dikatakan Rajuddin, saat ini sistem daring memang selayaknya untuk dilanjutkan kembali hingga situasi kembali normal.

Namun Rajuddin menegaskan, Pemko Medan harus mulai memperhatikan kondisi masyarakat yang masih mengalami keterpurukan ekonomi karena pandemi Covid-19. Nyatanya, sistem belajar daring tetap mewajibkan masyarakat untuk membayar SPP anak-anaknya yang berstatus siswa sekolah, terutama di sekolah-sekolah swasta.

“Belajar daring bukan berarti tak bayar SPP, orangtua yang saat ini sedang terpuruk ekonominya tetap harus dibebani SPP anak-anaknya yang jumlahnya tidak sedikit. Di sini Pemko harus mengambil perannya, Pemko harus bisa memberi solusi,” tegasnya.

Rajuddin menyebutkan, tak ada yang bisa disalahkan dalam kondisi ini. Sebab, pihak yayasan sekolah swasta juga punya beban untuk membayar gaji para guru mereka. Bila tidak SPP, maka pihak sekolah diprediksi tidak akan mempunyai membayar gaji para guru mereka yang juga merupakan masyarakat yang terkena dampak sosial.

“Maka pihak sekolah dan orangtua siswa harus dipertemukan dulu untuk duduk bersama, setidaknya pihak yayasan diminta untuk memberikan dispensasi berupa potongan SPP. Sebab tak semua orangtua siswa di sekolah swasta itu masyarakat mampu, faktanya cukup banyak masyarakat menengah ke bawah yang anaknya sekolah di sekolah-sekolah swasta,” katanya.

Tak hanya itu, Rajuddin juga meminta kepada Pemko Medan untuk mulai melakukan pendataan masyarakat miskin secara valid mulai saat ini. Nantinya data itu harus di update dan diserahkan ke Kemensos agar masyarakat Kota Medan dapat menerima bantuan-bantuan sosial dari pemerintah pusat.

“Saya baru-baru ini dari Kemensos di Jakarta, Kemensos justru bilang mereka tidak dapat data warga miskin terbaru dari Dinsos Medan. Katanya sudah lama data itu tidak diperbaharui, padahal ada banyak bantuan sosial yang bisa didapatkan warga Medan dari pemerintah pusat bila data itu terus di update. Salah satunya Kartu Indonesia Pintar, itu tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh Pemerintah Kota Medan,” tegasnya.

Terpisah, anggota Komisi II DPRD Medan, Afif Abdillah juga mengatakan pihaknya belum setuju bila proses belajar mengajar kembali dilakukan di lingkungan sekolah dalam waktu dekat. Dengan alasan yang sama dengan yang dikatakan Rajuddin, Afif justru menegaskan agar pihak sekolah swasta juga harus bisa mengambil kebijakam untuk memotong biaya SPP minimal 50 persen dari biaya normal.

“50 persen itu minimal, artinya bisa lebih dari itu. Pemko harus memfasilitasi ini, bagaimana caranya agar orangtua siswa bisa mendapatkan kompensasi berupa keringanan,” ujarnya kepada Sumut Pos, Rabu (10/6).

Selain itu, jelas Afif, Pemko Medan juga masih punya banyak cara untuk bisa meringankan beban SPP yang harus dibayarkan orangtua ke pihak sekolah. Di antaranya, bila anggaran mencukupi, maka Pemko Medan bisa memberikan subsidi biaya SPP yang diambil dari anggaran Covid-19 Kota Medan.

“Kalau biaya makan hewan di Medan Zoo saja bisa diambil dari anggaran Covid-19, maka tidak tertutup kemungkinan anggaran itu juga bisa memberikan subsidi untuk SPP siswa sekolah di Kota Medan. Karena jelas, orangtua siswa juga terkena dampak sosial pandemi ini. Kita siap memfasilitasi hal itu bila nilai anggarannya memungkinkan,” jelasnya.

Terkahir, Afif menegaskan, dirinya meminta pihak sekolah di Kota Medan, baik negeri maupun swasta untuk tidak lagi membebani orangtua siswa saat ini dengan biaya-biaya tambahan lainnya.

“Membayar SPP saja sekarang orangtua siswa sudah berat rasanya, apalagi biaya-biaya lainnya. Ingat, tak semua orangtua siswa di sekolah swasta itu merupakan masyarakat mampu. Apalagi dengan adanya Covid-19 ini, yang mampu saja merasa berat apalagi yang memang sejak awal memang keluarga menengah ke bawah,” pungkasnya.(map/azw)

MEREKAM TUGAS: Orangtua merekam anak-anaknya mengisi tugas-tugas sekolahnya melalui ponsel atau belajar secara online.
MEREKAM TUGAS: Orangtua merekam anak-anaknya mengisi tugas-tugas sekolahnya melalui ponsel atau belajar secara online.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) masih terus berkembang di tanah air, termasuk di Kota Medan. Hal ini membuat Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi belum mengizinkan kembalinya proses belajar mengajar di sekolah. Khususnya di Kota Medan sebagai kabupaten/kota dengan tingkat penularan tertinggi di Sumut.

Pimpinan DPRD Medan, H Rajuddin Sagala menyatakan sikapnya yang sangat setuju dengan pernyataan Gubsu tersebut. Menurutnya, situasi saat ini sangat tidak memungkinkan untuk siswa kembali melakukan proses belajar di lingkungan sekolah.

“Sangat tidak memungkinkan untuk siswa kembali ke sekolah saat ini, dimana justru peningkatan pasien positif Covid-19 di Kota Medan sedang naik-naiknya. Itu terbukti juga dari data yang kita peroleh dari gugus tugas, jumlah pasien positif sudah di atas 400 pasien. Tak hanya itu, sekarang semua kecamatan juga sudah zona merah,” ucap Rajuddin kepada Sumut Pos, Rabu (10/6).

Dikatakan Rajuddin, saat ini sistem daring memang selayaknya untuk dilanjutkan kembali hingga situasi kembali normal.

Namun Rajuddin menegaskan, Pemko Medan harus mulai memperhatikan kondisi masyarakat yang masih mengalami keterpurukan ekonomi karena pandemi Covid-19. Nyatanya, sistem belajar daring tetap mewajibkan masyarakat untuk membayar SPP anak-anaknya yang berstatus siswa sekolah, terutama di sekolah-sekolah swasta.

“Belajar daring bukan berarti tak bayar SPP, orangtua yang saat ini sedang terpuruk ekonominya tetap harus dibebani SPP anak-anaknya yang jumlahnya tidak sedikit. Di sini Pemko harus mengambil perannya, Pemko harus bisa memberi solusi,” tegasnya.

Rajuddin menyebutkan, tak ada yang bisa disalahkan dalam kondisi ini. Sebab, pihak yayasan sekolah swasta juga punya beban untuk membayar gaji para guru mereka. Bila tidak SPP, maka pihak sekolah diprediksi tidak akan mempunyai membayar gaji para guru mereka yang juga merupakan masyarakat yang terkena dampak sosial.

“Maka pihak sekolah dan orangtua siswa harus dipertemukan dulu untuk duduk bersama, setidaknya pihak yayasan diminta untuk memberikan dispensasi berupa potongan SPP. Sebab tak semua orangtua siswa di sekolah swasta itu masyarakat mampu, faktanya cukup banyak masyarakat menengah ke bawah yang anaknya sekolah di sekolah-sekolah swasta,” katanya.

Tak hanya itu, Rajuddin juga meminta kepada Pemko Medan untuk mulai melakukan pendataan masyarakat miskin secara valid mulai saat ini. Nantinya data itu harus di update dan diserahkan ke Kemensos agar masyarakat Kota Medan dapat menerima bantuan-bantuan sosial dari pemerintah pusat.

“Saya baru-baru ini dari Kemensos di Jakarta, Kemensos justru bilang mereka tidak dapat data warga miskin terbaru dari Dinsos Medan. Katanya sudah lama data itu tidak diperbaharui, padahal ada banyak bantuan sosial yang bisa didapatkan warga Medan dari pemerintah pusat bila data itu terus di update. Salah satunya Kartu Indonesia Pintar, itu tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh Pemerintah Kota Medan,” tegasnya.

Terpisah, anggota Komisi II DPRD Medan, Afif Abdillah juga mengatakan pihaknya belum setuju bila proses belajar mengajar kembali dilakukan di lingkungan sekolah dalam waktu dekat. Dengan alasan yang sama dengan yang dikatakan Rajuddin, Afif justru menegaskan agar pihak sekolah swasta juga harus bisa mengambil kebijakam untuk memotong biaya SPP minimal 50 persen dari biaya normal.

“50 persen itu minimal, artinya bisa lebih dari itu. Pemko harus memfasilitasi ini, bagaimana caranya agar orangtua siswa bisa mendapatkan kompensasi berupa keringanan,” ujarnya kepada Sumut Pos, Rabu (10/6).

Selain itu, jelas Afif, Pemko Medan juga masih punya banyak cara untuk bisa meringankan beban SPP yang harus dibayarkan orangtua ke pihak sekolah. Di antaranya, bila anggaran mencukupi, maka Pemko Medan bisa memberikan subsidi biaya SPP yang diambil dari anggaran Covid-19 Kota Medan.

“Kalau biaya makan hewan di Medan Zoo saja bisa diambil dari anggaran Covid-19, maka tidak tertutup kemungkinan anggaran itu juga bisa memberikan subsidi untuk SPP siswa sekolah di Kota Medan. Karena jelas, orangtua siswa juga terkena dampak sosial pandemi ini. Kita siap memfasilitasi hal itu bila nilai anggarannya memungkinkan,” jelasnya.

Terkahir, Afif menegaskan, dirinya meminta pihak sekolah di Kota Medan, baik negeri maupun swasta untuk tidak lagi membebani orangtua siswa saat ini dengan biaya-biaya tambahan lainnya.

“Membayar SPP saja sekarang orangtua siswa sudah berat rasanya, apalagi biaya-biaya lainnya. Ingat, tak semua orangtua siswa di sekolah swasta itu merupakan masyarakat mampu. Apalagi dengan adanya Covid-19 ini, yang mampu saja merasa berat apalagi yang memang sejak awal memang keluarga menengah ke bawah,” pungkasnya.(map/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/