Atraksi kesenian yang disuguhkan juga sangat variatif. Semuanya tradisional, unik, khas warga lereng Gunung Merapi. Di desa tersebut ada 58 kelompok kesenian, yang setiap saat siap dipanggil untuk pentas di depan para bule.
Masing-masing kelompok kesenian punya ciri khas, yang sudah tentu unik di mata para bule.
“Kita sodorkan pilihan ke para turis, tinggal pilih. Lantas kita panggil kelompok kesenian itu untuk tampil di Pendopo (tempat pentas, red). Satu kelompok kesenian ini melibatkan rata-rata 20 orang. Tarif Rp750 ribu hingga Rp1 juta. Tapi pentas hanya sekitar 20 menit saja, agar para turis tidak bosan,” terang Haris.
Suguhan makanan yang disajikan juga khas lokal, seperti jadah (makanan bahan beras ketan dan kelapa), susu (Selo juga penghasil susu dari sapi perah), dan juga makanan sayuran yang tidak ada di daerah lain, namanya bobor centrung.
Haris, dengan bangga, cerita bahwa Desa Wisata Dewi Santi kerap dikunjungi Dinas Pariwisata dari berbagai daerah, sebagai lokasi studi banding. Nah, dukungan dari banyak pihak juga penting untuk terus menghidupkan destinasi wisata, agar benar-benar bisa mendongkrak tingkat perekonomian masyarakat setempat.
Bapak Sukamto, mantan kades Lencoh, Selo, Boyolali, cerita, beberapa waktu lalu ada acara semacam family ghatering sebuah bank ternama.
“Pesertanya disebar menginap di home stay-home stay. Satu home stay dua kepala keluarga. Ini bagus, bisa membantu warga sini,” terang sesepuh yang pernah 32 tahun menjadi kades itu.
Bagaimana dengan warga sekitar Danau Toba? Tampaknya perlu keseriusan warga sekitar untuk menyambut masa depan Danau Toba yang diimpikan bisa selevel Bali.
Jangan sampai hiruk-pikuk para bule pembawa dolar itu hanya dinikmati para pengusaha besar, baik yang bermain di bisnis perhotelan maupun travel.
Semua lini perlu dipersiapkan, mulai membangun mental menjadikan turis sebagai raja, meracik atraksi kesenian yang tidak membosankan, menyuguhkan kuliner khas Batak, dan juga pengorganisasian warga sekitar danau. Agar tidak rebutan yang menjadikan para bule merasa ngeri. (*)

