“Ini Badri, Pak…
Badri lulus, Pak…
Badri diterima masuk IPDN, Pak…!”
Oriza Pasaribu, Padangsidimpuan
Jumat (29/7) siang lalu, Mislan Swedy tiba-tiba menghentikan laju becak vespa motor yang dikendarainya. Handphone-nya berdering berulang-ulang. Setelah menepikan becak, dia merogoh HP dari kantong pakaian. Nomor yang melakukan panggilan sama sekali tidak dikenalnya. Namun, rasa penasaran menggerogotinya. Dia langsung menerima panggilan itu.
“Assalamualaikum Bapak…. Ini Badri Pak, Badri lulus Pak…. Badri diterima masuk IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Red) Pak,” teriak suara yang dikenalnya dengan nada senang dan bahagia bercampur tangis haru.
“Alhamdulillah…. Iya Badri. Baik-baik kamu di sana ya…. Jangan kecewai kami…. Jangan sombong, tetap rendah hati dan jangan lupa beribadah,” balas Swedy. Tanpa sadar, airmata sudah membasahi pipinya.
Ditemui Selasa (9/8) di rumah kontrakannya di Jalan Bakti KNPI, Kelurahan Ujung Padang, Padangsidimpuan Selatan, pria yang sehari-hari bekerja sebagai penarik becak ini mengaku sangat terharu atas doa, kemauan, dan usaha anaknya itu. Suatu kebahagiaan anaknya bisa diterima di IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.
Bagi pria yang akrab dipanggil Swedy ini, kelulusan putra pertamanya itu merupakan sebuah anugerah yang tak pernah disangka-sangka. Apalagi, sebelum Badri dinyatakan lulus, banyak orang yang memprediksi Badri bakal pulang. “Banyak yang bilang begitu, kita juga tahu diri. Soalnya uang dari mana, kerja saya hanya penarik becak. Ini anugerah Tuhan buat anak saya dan keluarga kami,” ujarnya.
Perjuangan Badri untuk mengejar mimpi, dinilainya sangat keras dan berbeda jauh dari orang-orang lainnya. Sebab dari awal, Swedy dan istrinya Nur Baiyah Nasution, hanya mampu mendukung putra sulungnya itu dengan motivasi dan doa. Bahkan, untuk ongkos keberangkatannya ke Bandung dan biaya keperluan lainnya, didapat dari hasil pemberian pihak keluarganya dan bantuan dari orang di Medan yang baru mengenal anaknya.
“Ada orang di Medan yang baru mengenal anak saya dan dia yang memberi tiket agar Badri bisa berangkat ke Bandung guna mengetahui lulus atau tidaknya,” ucap Swedy dan mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang sudah banyak membantu anaknya.
Sedihnya, terang Swedy, saat semua orangtua dari calon praja datang mendampingi anaknya untuk mendengar kelulusan, Badri malah sibuk dengan pekerjaannya sebagai tukang becak. “Apa daya, mau ke sana uang dari mana? Yang pasti kami merasa sangat bersyukur, meskipun tidak dapat mendampinginya. Kami yakin Badri juga mengerti kondisi orangtuanya,” tukas bapak 3 orang anak ini.