MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sumut, Abdyadi Siregar angkat bicara mengenai utang Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deliserdang sebesar Rp175 miliar ke sejumlah kontraktor proyek swakelola. Dia beranggapan, tidak ada alasan bagi Pemkab Deliserdang untuk tidak membayarkan utang proyek tersebut kepada pemborong atau kontraktor.
Apalagi, ada putusan hukum dari Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam yang mewajibkan Pemkab Deliserdang membayat utang proyek yang sudah tertunggak. “Kenapa tidak dibayar utang proyeknya, kenapa tidak dijalankan putusan PN Lubukpakam. Jangan-jangan ada sesuatu,” kata Abyadi, Kamis (10/8).
Kata dia, kontraktor tidak akan mungkin berani mengerjakan proyek di Dinas PU Deliserdang apabila belum menerima surat perintah kerja (SPK) atau kontrak kerja. Abyadi bilang, Bupati Deliserdang bisa menggunakan atau mengintruksikan kepada Inspektorat untuk melakukan audit terhadap proyek swakelola senilai Rp175 miliar itu.
Bukan hanya itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sumut juga bisa diajak berkomunikasi, berkoordinasi serta berkonsultasi mengenai persoalan ini. “Tidak mungkin pemborong mengerjakan proyek apabila belum ada kepastian atau penugasan dari Dinas PU,” tuturnya.
“Inspektorat bisa mengaudit, apakah pekerjaan itu benar telah dikerjakan atau tidak. Karena ini pekerjaan sudah dilakukan 2014 lalu. Putusan PN itu sudah incrah, seharusnya sudah bisa dijadikan dasar hukum untuk membayar utang, walaupun ada upaya banding dari Pemkab,” imbuhnya.
Selain itu, Abyadi merasa heran kenapa proyek yang sudah dikerjakan tidak kunjung dibayar oleh Pemkab Deliserdang. “Berarti pemerintahannya aneh,” tukasnya.
Sementara pengamat kebijakan publik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Wara Sinuhaji menilai, Bupati Deliserdang Ashari Tambunan tidak jujur dalam permasalahan proyek swakelola tersebut. “Menurut saya kepala dinas PU-nya kreatif, menggunakan hak diskresinya namun dianggap menyalahi aturan hukum dengan melakukan proyek swakelola itu,” katanya kepada Sumut Pos, tadi malam.
Kemudian, lanjutnya, Kadis PU Deliserdang memerintahkan kontraktor dengan membuat SPK (Surat Perintah Kerja). Setelah proyek itu selesai malah Pemkab DS tidak membayarkan swakelola senilai Rp175 miliar. “Harusnya itukan hak kontraktor yang bekerja,” katanya.
Dosen Fisipol USU ini mengaku, salah satu importir proyek swakelola itu merupakan keluarganya, merasa dirugikan dalam hal ini. Sebab dulunya turut membantu pendistribusian aspal untuk proyek dimaksud. “Dulunya keluarga saya itu importir aspal. Pemkab Deliserdang waktu itu minta dikirimi aspal. Nah sebagai pengusaha, dikirimilah aspal nilainya Rp2 miliar. Namun hampir satu periode Bupati Ashari ini tidak dibayar-bayar,” bebernya.