26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Medan Macet, Obatnya Alat Transportasi Massal

FOTO: Thomas  Kukuh/jpnn Ilustrasi-Transjakarta
FOTO: Thomas Kukuh/jpnn
Ilustrasi-Bus Transjakarta

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ada dua hal penyebab kemacetan kota Medan saat ini. Pertama, ruas jalan raya yang tidak bertambah. Kedua, jumlah volume kendaraan yang terus bertambah. “Inilah yang jadi momok di kota berkembang yang saat ini menuju metropolitan. Kendaraan bertambah pesat. Medan akhirnya jadi kota yang paling padat di Sumatera Utara,” kata Ketua Fraksi Demokrat DPRD Medan, Herri Zulkarnain, Kamis (10/9).

Dipaparkan Herri, saat ini pendapatan masyarakat sudah bertambah. Sehingga, daya beli masyarakat pun terdongkrak. Apalagi soal membeli kendaraan roda dua saat ini sangat mudah. Cukup dengan uang muka Rp500 ribu saja, masyarakat sudah bisa membawa pulang kendaraan roda dua.

Lalu apakah sering matinya traffic light dan keberadaan pedagang kaki lima (PKL) juga penyumbang kemacetan? Menurut Herri, kedua hal ini hanya menyumbang sekian persen saja.

Matinya traffic light hanya bersifat sementara, sehingga itu tidak dapat dijadikan penyumbang utama kemacetan. Begitu juga dengan keberadaan PKL yang disadarinya memang harus ditertibkan. “Ya kita lihat aja Jalan Raden Saleh ini kok macet tapi nggak ada PKL. Di depan lapangan merdeka itu juga macet, padahal nggak ada PKL kan?”ujarnya.

Dalam setahun belakangan, Herri mengaku tidak melihat adanya pelebaran jalan. Memang, ada pembangunan Fly Over Jamin Ginting. Diakuinya pembangunan Fly Over sangat membantu mengurai kemacetan. Namun, saat ini ada solusi lain yang lebih cepat dapat direalisasikan, yaitu transportasi MRT (Mass Rapid Transit).

“Kita perbanyak transportasi publik. Tapi jangan mahal tarifnya. Buat anak sekolah digratiskan. Unntuk pegawai ada diskon. Ya bayarannya pakai uang rakyat dong. Dianggarkan di APBD,” ujar Herri.

Ia juga berharap ada aturan tegas dari Pemko Medan terkait aturan pelarangan roda dua masuk ke inti kota. Keberadaan kendaraan roda dua cukup berada di pinggiran kota saja. Bagaimana dengan kendaraan roda empat? Herri mengatakan, tidak semua masyarakat mampu membeli kendaraan roda empat. Sehingga jumlah kendaraan roda empat, tidaklah terlalu dominan keberadaanya saat ini.

“Jadi di luar sana kan pemerintah udah enggak bolehin lagi roda dua masuk kota. Jadi masyarakatnya itu kalau enggak jalan ya naik transportasi umum,” ujarnya. Herri mengungkapkan ada manfaat lain di balik penggunaan transportasi MRT. Setiap masyarakat akan jauh lebih sehat karena mereka harus berjalan ke halte untuk bisa menggunakan jasa transportasi MRT. “Masyarakat di luar sana jalan kaki. Makanya nggak ada yang kena diabetes sama jantung,” ungkapnya.

Dirinya juga berharap pemerintah mau menghidupkan transportasi sungai di kota Medan. Dirinya melihat saat ini sungai di kota Medan tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Ditambah lagi letak rumah-rumah di kawasan sungai tidak sebagaimana mestinya. “Saya miris lihat rumah yang ada di pinggir jalan dekat sungai. Itu kan enggak boleh harusnya. Itu kan jalannya kalau difungsikan buat jalan umum sangat membantu,” tambahnya.

Lalu bagaiaman dengan pembangunan gedung parkir? Herri melihat solusi ini belum tepat diterapkan saat ini. Sebab saat ini dirinya melihat tidak ada lahan yang bisa untuk membangun gedung tersebut. Sehingga solusi lainnya yang lebih tepat adalah, mempermahal tarif parkir.

“Kalau mahal parkir orang mikir buat bawa kendaraan pribadi nanti. Sekalian parkir di plaza dibuat mahal. Kalau sudah begitu, nanti Pemko Medqn tinggal tanam pohon banyak-banyak. Sehingga Medan ini tidak lagi diselubungi polusi dan hijau,” ujarnya. (win/deo)

FOTO: Thomas  Kukuh/jpnn Ilustrasi-Transjakarta
FOTO: Thomas Kukuh/jpnn
Ilustrasi-Bus Transjakarta

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ada dua hal penyebab kemacetan kota Medan saat ini. Pertama, ruas jalan raya yang tidak bertambah. Kedua, jumlah volume kendaraan yang terus bertambah. “Inilah yang jadi momok di kota berkembang yang saat ini menuju metropolitan. Kendaraan bertambah pesat. Medan akhirnya jadi kota yang paling padat di Sumatera Utara,” kata Ketua Fraksi Demokrat DPRD Medan, Herri Zulkarnain, Kamis (10/9).

Dipaparkan Herri, saat ini pendapatan masyarakat sudah bertambah. Sehingga, daya beli masyarakat pun terdongkrak. Apalagi soal membeli kendaraan roda dua saat ini sangat mudah. Cukup dengan uang muka Rp500 ribu saja, masyarakat sudah bisa membawa pulang kendaraan roda dua.

Lalu apakah sering matinya traffic light dan keberadaan pedagang kaki lima (PKL) juga penyumbang kemacetan? Menurut Herri, kedua hal ini hanya menyumbang sekian persen saja.

Matinya traffic light hanya bersifat sementara, sehingga itu tidak dapat dijadikan penyumbang utama kemacetan. Begitu juga dengan keberadaan PKL yang disadarinya memang harus ditertibkan. “Ya kita lihat aja Jalan Raden Saleh ini kok macet tapi nggak ada PKL. Di depan lapangan merdeka itu juga macet, padahal nggak ada PKL kan?”ujarnya.

Dalam setahun belakangan, Herri mengaku tidak melihat adanya pelebaran jalan. Memang, ada pembangunan Fly Over Jamin Ginting. Diakuinya pembangunan Fly Over sangat membantu mengurai kemacetan. Namun, saat ini ada solusi lain yang lebih cepat dapat direalisasikan, yaitu transportasi MRT (Mass Rapid Transit).

“Kita perbanyak transportasi publik. Tapi jangan mahal tarifnya. Buat anak sekolah digratiskan. Unntuk pegawai ada diskon. Ya bayarannya pakai uang rakyat dong. Dianggarkan di APBD,” ujar Herri.

Ia juga berharap ada aturan tegas dari Pemko Medan terkait aturan pelarangan roda dua masuk ke inti kota. Keberadaan kendaraan roda dua cukup berada di pinggiran kota saja. Bagaimana dengan kendaraan roda empat? Herri mengatakan, tidak semua masyarakat mampu membeli kendaraan roda empat. Sehingga jumlah kendaraan roda empat, tidaklah terlalu dominan keberadaanya saat ini.

“Jadi di luar sana kan pemerintah udah enggak bolehin lagi roda dua masuk kota. Jadi masyarakatnya itu kalau enggak jalan ya naik transportasi umum,” ujarnya. Herri mengungkapkan ada manfaat lain di balik penggunaan transportasi MRT. Setiap masyarakat akan jauh lebih sehat karena mereka harus berjalan ke halte untuk bisa menggunakan jasa transportasi MRT. “Masyarakat di luar sana jalan kaki. Makanya nggak ada yang kena diabetes sama jantung,” ungkapnya.

Dirinya juga berharap pemerintah mau menghidupkan transportasi sungai di kota Medan. Dirinya melihat saat ini sungai di kota Medan tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Ditambah lagi letak rumah-rumah di kawasan sungai tidak sebagaimana mestinya. “Saya miris lihat rumah yang ada di pinggir jalan dekat sungai. Itu kan enggak boleh harusnya. Itu kan jalannya kalau difungsikan buat jalan umum sangat membantu,” tambahnya.

Lalu bagaiaman dengan pembangunan gedung parkir? Herri melihat solusi ini belum tepat diterapkan saat ini. Sebab saat ini dirinya melihat tidak ada lahan yang bisa untuk membangun gedung tersebut. Sehingga solusi lainnya yang lebih tepat adalah, mempermahal tarif parkir.

“Kalau mahal parkir orang mikir buat bawa kendaraan pribadi nanti. Sekalian parkir di plaza dibuat mahal. Kalau sudah begitu, nanti Pemko Medqn tinggal tanam pohon banyak-banyak. Sehingga Medan ini tidak lagi diselubungi polusi dan hijau,” ujarnya. (win/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/